LIMA

28.1K 1.5K 212
                                    

“Ini raket siapa, Sa?” tanya Ziva saat melihat raket yang terbungkus rapi di dinding.

“Tuan muda,” jawab Aisa.

“Main badminton, yuk.” 

“Gue mana bisa.”

“Makanya main biar bisa.  Ayoklah!” paksa Ziva.

“Apa serunya?”

“Seru banget.  Asik loh main badminton, entar lo ketagihan.”

Aisa berpikir, kemudian mengangguk.  “Ayuk, deh.”

Ziva melepas tali pembungkus dari gantungan lalu mengambil raketnya.  Tak lupa ia membawa shuttlecock, ia melintasi pintu dapur menuju ke samping rumah.  Di sana ada lapangan kecil yang sering digunakan Ammar untuk berolah raga, baik badminton, tenis meja, atau olah raga ringan lainnya.  Aisa mengikuti.

Keduanya mulai bermain.  Berkali-kali Ziva melumpuhkan Aisa.  Wajar saja Aisa kuwalahan, ia sama sekali belum pernah memegang raket.  Bahkan kok-nya sudah jatuh sebelum sempat Aisa menampiknya di lemparan pertama.  Mungkin jika dihitung, skor sudah mencapai puluhan untuk Ziva.

Ziva terkekeh melihat Aisa yang duduk kelelahan.  “Nggak seru, ah.  Kalah terus gue.  Lo jago main badmintonnya.”

“Ayo, semangat!”

“Males, capek.  Badan gue rasanya kayak retak.”

Aisa mengangkat wajah saat raketnya ditarik seseorang.  Ia membelalak melihat Ammar sudah berdiri di sisinya.  Entah sejak kapan pria itu muncul di sana dan ia tidak menyadari.  Ziva yang asik tertawa sampai mata merem pun baru sadar ada Ammar diantara mereka.

“Aku lawanmu.”  Ammar mengambil kook dan mengayunkan raket.

Ziva tercekat menatap Ammar yang sorot matanya tertuju ke arahnya.  Nggak salah nih Tuan Muda ngajakin main badminton sama gue?  Sejak kapan dia ngeliat gue main badminton?  Atau jangan-jangan dia ngintip sejak tadi?  Ziva bertanya-tanya dalam hati.

Aisa buru-buru meninggalkan lapangan dan pergi.

“Udah siap?”

Ziva mengangguk gugup meski sebenarnya ia belum siap.  Punggung tangannya menyeka keringat di kening.

“Kita mulai!”  Ammar mengangkat kook rata-rata air lalu menampelnya dengan raket.

Suara hantaman raket beradu dengan kook terdengar teratur.  Ziva dan Ammar konsentrasi.  Ziva salut dengan Ammar yang tenang saat bermain.  Sementara Ziva gugup sendiri.  Bagaimana tidak?  Ia harus melawan tuan mudanya sendiri.  Kok, detakan jantungnya rasanya berantakan jadinya?

Beberapa menit kook berada di udara, belum terjatuh meski berkali-kali Ziva sudah berusaha menjatuhkan lawan dengan melakukan trik terkece.

Gila!  Tuan muda hebat banget.  Trik mainnya nggak bisa dilawan.  Pikir Ziva sudah mulai ngos-ngosan.  Jantungnya hampir copot saat kook jatuh di wilayahnya sesaat setelah mengenai net dan ia tidak berhasil menyelamatkan kook sialan.  Bahkan tubuh Ziva sudah tersungkur gara-gara berlari maju hendak menyelamatkan kook tapi tidak berhasil, kakinya tidak tepat saat menapak.

Jeritan kecil dari mulut Ziva membuat Ammar mendekati gadis itu lalu membungkuk dan jongkok, pria itu menatap pergelangan kaki Ziva yang dielus-elus dengan jari-jari lentik.

Ammar menyingkirkan jari-jari Ziva dan ia menyentuh pergelangan kaki gadis itu.

“Aw!  Sakit!” pekik Ziva saat tangan kokoh Ammar menyentuh bagian yang sakit.

“Kamu terkilir.”

“Iya, aku tau.”

Ammar mendekatkan tubuhnya ke tubuh Ziva, kedua tangannya mulai memegangi pergelangan kaki gadis itu.

Married With Tuan MudaWhere stories live. Discover now