SATU

87.4K 2.5K 290
                                    

Ziva Hazira, gadis yang memiliki kecantikan luar biasa, model kampus, populer, dan selalu menjadi trending topik di kalangan pria, harus memulai segalanya dari nol karena jatuh miskin.  Kekayaan ayahnya runtuh hanya dalam seketika waktu.  Kini, ia dan ibunya resmi menyandang status miskin semenjak pihak Bank menyita asset kekayaan yang ia miliki.

Memang seisi kampus tidak ada yang tahu akan kebangkrutan yang ia derita, tapi entah sampai kapan ia sanggup menutupi keadaan.

“Di sini tempatnya, Om?” tanya Ziva sembari mengedarkan pandangan ke bangunan kokoh di hadapannya. 

“Iya, Neng.  Ini rumah majikan saya.  Ingat Neng, kita orang kecil harus jaga sikap.  Saya hanya supir di sini,” ujar Dalman, pria berusia empat puluh tahun yang dulunya adalah tetangga Ziva.  Semenjak Ziva pindah rumah, Dalman tidak lagi menjadi tetangga. 

Ziva menggigit bibir, miris sekali nasibnya sekarang.  Ia menatap tas besar yang sejak tadi ditenteng di tangannya.  Berisi pakaian dan segala keperluannya.  Sekilas bola matanya melirik Dalman, dulu pria di sampingnya itu adalah korban manis tempat Zuva sering membuli, pria itu sering dihina oleh Ziva saat Ziva berada di puncak kejayaan.  Namun lihatlah, sekarang pria itu tetap bersedia membantu.  Ziva malu sendiri jadinya.  Dulu ia menjadi orang kaya yang angkuh dan tak tahu diri.  Sekarang, Tuhan begitu cepat mengambil segala yang ia miliki hanya sekedip mata. 

Oh… Pedih sekali hukuman untuknya.

Dalman mengajak Ziva memasuki rumah.  Melintasi pintu lebar.  Kaki Ziva menginjak lantai porselin yang memantulkan cahaya lampu.  Kulit halusnya dibelai sejuknya angis AC.

Pandangan Ziva kini tertuju pada seorang pria berparas tampan mengenakan jaket hitam turun dari lantai atas.  Pria itu tampak fokus menatap layar ponsel di tangannya hingga tidak menyadari keberadaan Dalman dan Ziva yang kini mematung di tengah-tengah ruangan luas.

“Tuan muda, ini gadis yang akan bekerja di sini,” tukas Dalman pada pria yang kini berdiri di hadapannya.

“Hm.”  Pria itu mengangguk, pandangannya masih tertuju ke ponsel.

“Jadi, Neng Ziva bekerja di bagian apa, Tuan?” lanjut Dalman berhati-hati.

Pria itu mengantongi ponselnya kemudian membeku di tempat saat pandangannya bertemu dnegan mata Ziva.  Cukup lama ia menatap wajah Ziva tanpa mengucapkan sepatah kata.

“Tuan, jadi gimana?” tanya Dalman membuyarkan lamunan Ammar.

“Ooh… Mm… Ini yang mau kerja di sini?” tanya Ammar sekaan tak yakin.  Manik matanya menyapu penampilan Ziva yang mengenakan pakaian bagus dan juuga sandal mahal.  Bahkan secara fisik, gadis di hadapannya itu tidak pantas jika bekerja di rumahnya.  Jari-jarinya lentik, kulitnya halus, bersih dan terawat.  Wajahnya sangat rupawan, bahkan pemahat terkenal di dunia pun tidak akan mungkin bisa membuat pahatan secantik dia.

“Benar, Tuan muda.  Namanya Ziva Hazira.”  Dalman memberi kode lewat gerakan alis supaya Ziva memperkenalkan diri.

“Eh Mm… iya, aku Ziva.  Om Dalman bilang ada kerjaan di sini.  Dan dia membawaku ke sini,” tukas Ziva sedikit gugup.  Ia terbiasa bicara asal nyeplos, dan kini disuruh berlagak patuh.  Cukup rumit jadinya.  Tapi ia berusaha sebaik mungkin.

Pria itu mengulurkan telapak tangannya kea rah Ziva.

Dalman kembali memberi kode pada Ziva saat beberapa detik Ziva mengabaikan uluran tangan pria itu.  Buru-buru Ziva menyambut uluran tangan itu.  Ziva mengira uluran tangan itu ditujukan bukan untuknya.

“Ammar Rafidan,” sebut pria itu memperkenalkan diri.

“Aku yang tadi.  Ziva.  Iya, Ziva Hazira.”

Married With Tuan MudaWhere stories live. Discover now