Falling

1.7K 209 38
                                    

(Click the play button on the YouTube link 👆)

...

[ 25 days ago ]

Terdapat sebuah rumah kayu layak huni di dalam hutan. Mungkin sekitar empat tahun sudah ditinggal sang pemilik? Sejak wilayah Shiganshina mengalami kerusakan parah; sejak para manusia raksasa menyerang tempat tinggal mereka.

Erwin Smith bersama prajurit lainnya sudah dua hari menetap di sana. Sudah dua hari pula beberapa dari mereka tidak bisa memejamkan netra barang satu jam, sebab memikirkan rencana yang pas untuk kelangsungan misi kedepannya, ternyata cukup sulit.

"Commander, ada surat!" Connie sedikit berteriak seraya menghampiri Erwin yang tengah mengobrol dengan Nile.

"Dari siapa? Dan apa isinya?" Nile bertanya tak sabar.

"Saya menemukannya di depan pintu."

Garis wajah Erwin berubah kala membacanya. Sementara Connie dan Nile ikut menegang.

"...Dari Levi. Kita sudah terbebas dari ancaman para raksasa. Mereka berhasil membuat pihak musuh berhenti memerangi kita."

In the End
Chapter 4

.

.

.

.

Wajah suram setiap orang kembali mendapatkan senyumnya. Bersorak sorai, berjanji akan melakukan apa pun perintah ketiga rekan paling berjasa, kala mereka pulang nanti. Lain halnya dengan Hanji. Ia menyadari isi surat belumlah berakhir. Buktinya, raut wajah Erwin malah semakin sendu.

"Tapi ... kita tidak diperbolehkan untuk keluar dari wilayah dinding. Kita juga tidak akan pernah lagi berjumpa dengan Levi, Mikasa, maupun Eren. Selamanya."

Sudah Armin duga. Pihak musuh tidak akan cuma-cuma berbaik hati. Pasti ada pengorbanan yang sekiranya setimpal. Dan Armin tidak sudi menjadikan dua sahabatnya tumbal. Lebih baik ia mati di medan tempur ketimbang harus hidup memikul dosa.

"Pengumuman telah selesai." Erwin melangkah pergi ke luar rumah. Sedangkan Hanji mencoba menyusulnya.

Di meja lengkap dengan kursi usang, Armin, Sasha, Jean, dan Connie duduk berhadapan. Tak ada yang berniat membuka obrolan. Mereka tenggelam dalam senandika masing-masing perihal nasib teman-temannya di luar sana.

Lantas di satu menit pertama barulah Armin membuka mulut, "Kita tidak akan menjual teman-teman sendiri, 'kan?" Suaranya bergemetar. Kendati sudah menjadi keputusan ketiga orang tersebut untuk mengorbankan diri, tetap saja. Mereka merasa tidak adil.

Erwin terduduk di bawah pohon, dekat tebing tak terlalu terjal. Ia tengah dilanda kebingungan luar biasa. Keputusan itu memang sangat Levi. Mereka saling kenal sudah cukup lama. Hanya, justru karena mereka sudah kenal cukup lama; mengerti satu sama lain, tumbuh ikatan yang meski tak disadari, terasa begitu dalam.

"Kukira kau akan terjun dari sini. Tapi tidak terlalu tinggi, ya. Tidak cukup untuk membuat orang sepertimu mati," ucap Hanji. Tiba-tiba datang dengan kalimat pembuka yang menarik. Ia duduk tak jauh dari Erwin sembari mengulas senyum lebar seperti biasa. "Entah mengapa aku jadi merindukan raksasa."

Perempuan itu selalu terlihat berbeda di mata Erwin. Ia tahu, Hanji memang gila. Namun cukup waras untuk membuatnya kembali tersenyum.

"Hei, kau tahu? Aku punya cita-cita. Berkeliling dunia, menjumpai banyak manusia berotak pintar lainnya. Entah mengapa, sejak kecil aku yakin ada kehidupan indah di luar dinding. Dunia pasti lebih luas ketimbang tiga batas tembok, 'kan?"

In The End (HIATUS)Where stories live. Discover now