Bagian I: Chapter 9

74.8K 10.7K 735
                                    


Mata gadis itu mengerjap pelan menyesuaikan cahaya matahari yang memasuki retinanya. Hal pertama yang dilihat Gendhis adalah cahaya matahari yang masuk di sela-sela atap jerami. Diliriknya ruangan kecil yang terbuat dari bata merah tersebut. Tangannya dipenuhi oleh jarum-jarum akupuntur dan di atas kedua telapak tangannya terletak masing-masing kendil kecil berasap. Tidak panas, hanya rasa hangat yang dirasakan.

Oh iya, Gendhis baru teringat kejadian sebelum ia pingsan tadi pagi. Hampir saja ia mati dengan sangat tidak elit. Kan tidak lucu jika muncul berita Gendhis hilang diculik Nyi Roro Kidul, bisa heboh dunia persilatan. Ia mencoba untuk bangun tapi badannya menolak kesakitan. Ia harus bertemu Mbak Lastri secepatnya, pasti wanita itu khawatir. Astaga, Gendhis benar-benar merepotkan, mana besok besok ada acara besar lagi.

"Mbak Lastri? Vin? Ara?" panggil Gendhis dengan suara yang serak. Beberapa saat masih tak ada respon membuat Gendhis memaksakan tenggorokannya lagi untuk memanggil para sepupunya lagi.

"Mbak Lastri!?" 

Gendhis tersenyum saat seorang wanita paruh baya masuk menghampirinya diikuti seorang pria. Gendhis memperhatikan pakaian mereka yang berbeda.

"Kangmas, anaknya sudah bangun." Gendhis mengucapkan terima kasih saat kedua orang paruh baya itu melepaskan jarum akupuntur di sekujur lengannya. Badannya yang terasa berat tadi seketika menjadi sangat ringan seperti aliran tenaga kembali mengalir di dalam nadinya.

"Terima kasih, Pak. Oh iya, kalau boleh tahu ini dimana ya? Saya ingin menghubungi keluarga saya segera. Apa mungkin di luar sepupu saya sudah datang?" Kedua pasangan itu saling memperhatikan seakan bertanya apa yang sedang Gendhis katakan. Saat Gendhis bangun untuk berdiri ia tersadar bahwa pakaiannya bukan seperti yang ia kenakan tadi pagi. Sebuah kemben sederhana dililitikan di dadanya kemudian jarik cokelat polos menutupi kakinya. Gendhis yang tidak terbiasa berpakaian seperti itu merasa tidak nyaman.

Tunggu dulu, tidak mungkin Gendhis terdampar kan? Gadis itu yakin sekali kalau dia cuma terjatuh di ombak dan seingat Gendhis ombak pasang itu pastinya akan mendorongnya ke bibir pantai, bukan? 

"Nak, kamu sudah baik-baik saja?"

"Iya, Buk, saya sudah sangat baik-baik saja tapi kalau boleh tahu ini dimana ya? Pakaian saya tadi pagi ada dimana?" tanya Gendhis dengan tenang. 

Ia tidak boleh bersikap teledor ataupun panik. Gendhis pernah membaca sebuah artikel mengenai seseorang yang sedang terdampar di suatu tempat asing. Hal pertama yang harus Gendhis lakukan adalah menganalisa tempat kemudian mencari jalan besar kemudian menuju kantor polisi terdekat untuk meminta bantuan dikembalikan ke keluarga.

Pria tua tersebut menuangkan air putih di sebuah gelas yang terbuat dari tanah liat. "Ini, Nak, minumlah terlebih dahulu. Kamu sudah tidak sadarkan diri selama tiga hari. Isilah perutmu terlebih dahulu." Gendhis batuk tersedak mendengar penjelasan pria di depannya. Berapa lama dia bilang? Tiga hari? Apa dia tidak salah dengar? Lalu bagaimana dengan keluarganya? Ok, sepertinya Gendhis boleh panik sekarang.

"Makanlah terlebih dahulu kemudian kami akan membantumu, Nak," ajak wanita itu menarik tangan Gendhis yang mulai bergetar.

"Nggak bisa, Buk, keluarga saya pasti sudah mencari saya. Astaga, apa yang sudah aku lakukan? Aku mengacaukan semuanya?" Gendhis baru tersadar sesuatu, "Bagaimana dengan pernikahan mbak Lastri? Ya Tuhan ...." 

MADA (Complete)Where stories live. Discover now