Halaman 12

12 3 2
                                    

Sampailah Baginda Raja Istana di Desa itu, dan sesegera mungkin menyuruh pasukannya berpencar mengeledah Desa.

"Cari mereka. Yang melawan bunuh mereka" Perintah Baginda Raja.

Suasana disanapun mencekam, Semua penghuni desa merasa ketakutan. Di carilah mereka semua dikeliling sekitar desa, Namun tidak ada yang menemukan. Hingga Baginda Raja tertuju sama seseorang.

"Hei kamu yang memakai topi, Kamu seperti tidaklah asing Bagiku" Kata Baginda Istana Raja.

"Aku adalah Rakyatmu, Tidakkah Baginda kasian melihat rakyat uang sudah mengabdi kepada Baginda" Sahutnya sambil menunjuk salah seorang yang sedang dipukuli oleh prajurit.

"Haha...hentikan !! Aku sudhah sangat tua untuk ini, Negeri ini hancur dan musnah. Kita perlu kelompok kunci itu, untuk generasi yang baru" Jelas Baginda Raja.

Tiba-tiba seklompok Trihadjo dan pasukannya tiba didesa. Bunyi kereta mengiringinya. Dan semua masyarakat memanfaatkan situasi itu untuk lari.

"Baginda Raja Istana, Anda turun langsung mengejar kelompok it apakah sudah mendapatkannya ?" Sahut Trihadjo.

"Bawa kesini !! Pria topi itu" Perintah Baginda.

Diseretlah pria bertopi itu kedepan Baginda.

"Hei ini bukanya topi dengan lambang 10 pemuda" Jelas Trihadjo.

Soekono yang posisinya persis didekat Trihadjo dan di depan pria bertopi itu langsung menyahutnya.

"Hada !! cepatan tunjukan persembunyian mereka ? Semua akan baik-baik saja" Kata Soekono.

"Kenapa anda berubah ? Bukannya anda rela mati demi negeri ini ? Anda adalah salah satu inspirasi saya, Dan mengangumi anda layaknya seperti seorang ayah" Marah Hada.

"Tidak usah membangkang" kata Trihadjo sambil memukul hada.

"Trihadjo cukup, Hada tunjuka !!!" Jelas Soekono.

Akhirnya Hadapun menunjukkannya. Namun yang tersisa di ruangan itu hanyalah sunyi. Tidak ada satu mahlukpun.

"Geledah semua" Peruntah Baginda.


"Bisa kamu jelaskan ini ?" Tanya Trihadjo pada Soekono.

Sambil berkeliling menyitari patung-patung itu. Soekono menjelaskan semua, Ditengah-tengah penjelasan Soekono mendapati sebuah kertas, seperti sebuah surat atau pesan. Sesegera ia sembunyikan, Soekono yakin itu adalah pesan yang dituliskan oleh kelompok kunci itu.

"Ini adalah simbol sejarah negeri ini, Sejarah yang terlupakan. 5Pandawa penyeimbang negeri ini" Jelas Soekono.

"Sejarah ? Sungguh kejamnya negeri ini. Melupakannya. Haha" Gurauan Trihadjo.

"Baginda..Sebaiknya kita membawa patung ini, untuk diteliti di istana. Hamba tidak jelas tau mengenai hal-hal dalam ini" Jelas Soekono untuk mengundurkan waktu.

"Apa engkau bergurau ?" Tanya Trihadjo.

"Kita tidak memiliki info kemana kelompok itu pergi, Yang tersisa hanyalah patung-patung ini. Mungkin nanti akan memberitahukan kemana mereka pergi" Jelas Soekono.

Baginda Raja Istana dibingungkan oleh perdebatan Soekono dan Trihadjo. Namun yang mutlak mengambil putusan adalah Baginda Istana Raja.


Karena menimbang kelompok-kelompok kunci tidak meninggalkan jejak, Dan entah kemana mereka tuju.

"Benar kata Soekono sebaiknya kita bawa patung-patung ini. Sampai kita dapatkan petunjuk" Jelas baginda.

"Tapi baginda.. Ini adalah jebakan Soekono. Dia hanya ingin mengulurkan waktu kita" Sahut Trihadjo sambil menatap dengan sini Soekono.

Baginda Raja Istana melihat salah satu patung wanita. Dan itu mengikatkannya pada masa lalu yang masih membanyanginya.

"Terus..non..terus..dikit lagi" Kata Tabib.

"Aku sudah tidak kuat lagi" Jelas Putri Raja sambil menatap Baginda.

Hanya mampu memegang erat tangannya tanpa secuil katapun yang di lontarkan Baginda, bukan karena dia lemah. Namun melihat kondisi Putri yang lemah membuatnya takut untuk utarakan di isi hatinya.


"Eaaang.ean..eaaa.." Suara bayi.


"Ini den.. Bayi perempuan" Kata Tabib sambil menyodorkan ke Baginda ubtuk mengendongnya.


Namun yang terjadi kebalik dari biasanya dari seorang ayah. Baginda Raja Istana tidak menerima kalo anaknya itu adalah seorang perempuan. Baginda Istana Rajapun kecewa bercampur emosi. Hingga karena emosinya yang tak tahu arah, umpatan-umpatanpun ia lontarkan. Kondisi Putri Raja yang lemah ditambah dengan reaksi Baginda Raja Istana. Membuatnya kaget hingga detak jantungnya berdetak tidak teratur sampai Putri Raja menghembus nafas terakhirnya. Baginda Raja Istana terhanyut dalam dua emosi sekaligus hingga samapi saat ini tidak bisa ia lupakan.

"Ini perintah... Laksanakan !!" Jelas Baginda.

Trihadjo terkena sebagai prajurit komandan yang tangguh, Sebuah prinsip dan perkataannya tidaklah mudah dipatahkan oleh sebuah perintah. Trihadjo yang tadinya yakin dengan perkataannya memutuskan untuk mencari kelompok itu tanpa pasukannya. Memaksa Trihadjo berbincang secara diam-diam dengan Hada.

"Hei..topi kesini" Kata Trihadjo.

"Jangan panggil aku topi" Marah Hada.

"Aku tau kamu marah dengan sikap Soekono. Seperti ada sesuatu yang sedang dia rencanakan" Jelas Trihadjo.

"Jangan kau jelek-jelek kawanmu. Apa yang kamu mau ? Utarakan langsung" Tegas Hada.

"Kamu sepertinya orang yang tidak suka bercanda, Baiklah ayo kita mencari kelompok itu " Kata Trihadjo.

"Untuk apa ? Aku bukanlah orang yang mencari untung, karena aku bukan penjual" Jelas Hada.

"Tidakkah kamu lihat yang sedang terjadi. Kita hanya bisa menebak-nebak. Tugas kita bukalah membaca pikiran" Jelas Trihadjo.

"Kamu ingin aku melakukan sesuatu denganmu, Mencetak sejarah negeri ini ?" Kata Hada.

"Tidak.. Aku hanya ingin kamu mengambil peran. Dibalik kusam topi itu terdapat otak yang cerdas" Jelas Trihadjo.

Mereka berduapun sepakat untuk pergi. Ketika suasana sibuk diruangan patung-patung itu. Tidak ada yang memperhatikan mereka berdua yang akhirnya pergi tanpa jejak.


Mutasir Kritis (PROSES)Where stories live. Discover now