Halaman 6

13 4 1
                                    

"Sepertinya sudah aman, mereka tidak akan mengejar sejauh ini. Sebaiknya Kita beristrahat dulu" Kata Isra.

Dibawah sebuah pohon besar dengan suasana hutan yang mencengkam dan menyeramkan, Hutan yang masih sangat alami dan banyak Hewan-hewan liar yang masih hidup rukun disana.

"Taukah Engkau Isra, Setiap kali Aku melihat kelompokMu, Aku melihat Negeri ini, Dan ketika aku masuk kehutan ini dan melihat hutan ini. Aku melihat Negeri ini" Kata Mahesa.

"Emang sebenarnya apa yang membuatmu terlibat dalam semua kejadian ini ?" Tanya Isra.

"Dulu sewaktu umur 5 tahun, Didalam darahku mengalir darah dari Bapakku, Namun sebagain cara berpikirku tidak sepertinya, Karena Aku tidak dibesarkan olehnya. Selama 5 tahun hingga besar Aku dibesarkan oleh Kakekku. Mungkin sebagain dari cara berpikirku mewarisinya. Dulu sewaktu umurku 10 tahun pada waktu itu Negeri ini sangatlah kacau hingga Aku harus berpisah dengannya hanya sebuah bisikan ditelingaku yang dia sampaikan "Buatlah sejarah, Karena kamu ditakdirkan itu", hanya itu yang menjadi pesan terakhirnya" Mahesa menceritakannya.

"Apakah beliau masih hidup ?" Tanya Isra.

"Entahlah, Aku sangat merindukannya" Jelas Mahesa.

Mahesa terbawa suasana sampai-sampai begitu keriduannya bersama Kakeknya dia mencopot kalungnya meraba,melihat dan membayangkan masa-masa indahnya itu.

"Hei tunggu sebentar, Bukankah itu lambang dari Istana kerajaan negeri ini. Dari mana Engkau mendaatkannya ?" Dengan heranya Isra.

"Maksudmu ? Aku tidak mengerti" Bingung Mahesa.

"Lambang (angka 5 pada kalung) itu adalah para Pandawa Negeri Kita. Yang berasal dari Utara Negeri ini, Timur Negeri ini, Barat Negeri ini, Selatan Negeri ini, Tengah Negeri ini. Merekalah Pandawa penyeimbang Negeri kita ini, Namun sampai sekarang tidak ada yang tahu sebenarnya siapa Mereka. Hanya simbol kalung yang Kamu pegang itu melambangkan Mereka" Jelas Isra.

"Ini kalung pemberian Kakekku" Jawab Mahesa.

"Mungkin saja Kakekmu adalah salah satu Pandawa Negeri kita" Jelas Isra.

"Aku mendengarkan Ketua yang mengejar Kita menyebut nama Kakekku, Sewaktu disana, Aku yakin waktu disana Mereka pasti menyandra Kakekku" Pikir Mahesa.

"Sebaiknya Kita bertemu dengan temanku,Satu kelompok denganku. Kita akan mendapatkan info tentang kelompok yang mengejar Kita ini". Kata Isra.

"Baiklah, Teman-temanmu didaerah mana ?" Tanya Mahesa.

"Di dalam Istana negeri ini" Ujurnya.

"Bagaimana kita bisa masuk kesana, Keamanannya begitu ketat dikelilingi oleh penjaga yang sangat terlatih" Jelas Mahase.

"Kita tidak akan masuk kesana, melainkan mereka yang mendatangi kita" Jawab Isra.

Mereka berduapun menyusun strategi.

****

"Kawanku, Enhkau mengingkari janjimu, Kenapa membunuh Mereka !!" Dengan sangat marah Soekono.

Didalam ruangan penjara Istana Trihadjo. Soekono sedang di intrograsi oleh kawannya, Karena masih ada dua orang yang lolos yaitu Mahesa dan Isra. Trihadjo yakin kalo Soekono tahu kemana mereka akan bersembunyi.

"Dunia ini panggung sandiwara, Tidakkah kau lihat negeri ini dipenuhi oleh para penjilat. Engkau juga termaksud penjilat mereka juga Dia juga bahkan Kita semua penjilat, Kawan lamaku" Dengan nada keras sambil melihat tajam mata Soekono, Jelas Trihadijdo.

"Dimana Mereka akan bersembunyi ?" Tanya Trihadidjo dengan santai.

"Ini sudah keterlaluan Trihadidjo. Emgkau bukan lagi Kawanku yang aku kenal dulu" Ujar Soekono.

"Aku tahu. Apakah karena dia Cucumu ? Cucumu lebih berhaga dari Negeri ini ? Tidaklah kamu ingat yang Engkau bisikan ditelingaku. Katakan..coba katakan!!!" Marah Trihadjdo.

Hening, sunyi seketika suasana dalam ruangan itu. Hanya hela nafas Trihadidjo yang terdengar.
Kemudian Trihadidjo memutuskan untuk pergi.

"Pengawal kunci pintunya" Dengan berat hati Trihadidjo memerintahkan untuk penjarakan Soekono.


Mutasir Kritis (PROSES)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang