15 : One day With You

Start from the beginning
                                    

"Cantikan juga kamu." Aku berdecak, kenapa dia jadi suka gombal begini. Pasti pipiku sudah seperti kepiting rebus sekarang.

"Kalau gitu, disini sampai malam aja." Pintaku dengan antusias. Namun Kennant menggeleng. Aku memanyunkan bibirku. Kenapa dia harus menolaknya. Padahal aku sangat ingin disini sampai malam tiba.

"Udah, cepat selesaikan makannya." Aku hanya mengangguk pasrah.

Setelah makan siang selesai. Kita berpindah ke arah selatan. Disana kita bisa menikmati pemandangan laut lebih jelas. Selain itu kita bisa menikmati aktivitas kapal disana.

Kini aku dan Kennant bersandar pada pembatas tempat itu dan laut. Sambil menatap lurus kearah laut.

"Ken, apa mimpi terbesar kamu ?"

Kennant tampak sedikit berfikir. Sepertinya dia terkejut dengan pertanyaanku yang terbilang tiba-tiba.

Bersama kamu selamanya. Batin Kennant

"Membaca selamanya mungkin." Dia terlihat sedikit ragu. "Kalau kamu ?"

"Menemani kamu membaca selamanya. Mungkin itu lebih dari semua mimpi yang aku punya."

Kennant terkekeh. Kenapa senyumnya dia selalu nampak manis.

"Yakin kamu mau menemani aku membaca terus ?"

"Yakin dong kenapa nggak."

Mungkin terlalu klise jika menyangkut kata selamanya. Tapi aku yakin. Kalau kita punya niat, pasti semuanya akan terwujud.

"Hati hati, nanti bisa jadi beban loh."

"Selama ada kamu disamping aku. Aku rasa semua akan mudah."

Kennant tak membalas ucapanku. Dia malah menarik tanganku, membawaku kepelukannya. Nyaman, itu yang aku rasakan sekarang. Aku membalas pelukannya. Melingkarkan tanganku pada pinggangnya.

"Kamu bawa aku kesini karena mau menghiburkan kan. Karena kamu tau aku sedang tidak baik-baik saja." Kennant menggangguk, masih dengan memelukku.

"Makasih." Aku mengeratkan pelukanku.

Kehadiran Kennant memang sangat berpengaruh untukku. Kennant laki-laki yang telah membawa kebahagiaan dalam kehidupanku.

Kennant melepaskan pelukannya.

"Kata selamanya memang mudah diucapkan. Tapi sangat sulit untuk dilakukan. Aku bukan cowok yang suka obral janji. Kita nggak akan tau kedepannya gimana. Saat ini kita memang bersama. Tapi tidak tau nanti. Aku ataupun kamu akan bertemu dengan orang-orang baru. Dan kita nggak tau perubahan apa yang terjadi nantinya."

"Jangan pernah pergi Ken, apapun yang terjadi." Kennant mengangguk.

"Janji."

"Aku nggak bisa janji apapun. Kalau aku nggak sanggup menuhin takutnya jadi beban."

"Kamu berniat ninggalin aku ya ?" Kennant menggeleng.

"Aku cuma nggak mau kasih kamu sesuatu yang belum tentu bisa aku penuhi. Aku nggak mau kamu kecewa karena berharap terlalu banyak."

"Tapi kamu tenang aja, aku bisa pastiin untuk selalu ada disamping kamu."

Dia memang pria yang sempurna. Aku kembali memeluknya. Lebih erat dari sebelumnya.

Selain melihat keindahan laut. Kennant juga mengajakku berkeliling tempat ini. Menikmati sajian musik jazz, top10, dan perkusi. Yang akan terlena dengan aliran musiknya.

Dan yang terakhir. Kennant mengajakku keruang pameran. di ruang pameran ini kita bisa melihat beraneka ragam karya seni dari berbagai komunitas. Yang dibuat oleh seniman asli kota ini.

"Ken aku haus nih, pengen yang dingin-dingin." Bagaimana tidak haus, aku sudah berkeliling berjam-jam tanpa minum.

"Ayo ikut aku."

Aku pun mengangguk, kemudian mengikuti langkahnya. Tapi tunggu, kenapa dia malah berjalan kearah yang berbeda. Bukankah ini jalan keluar. Aku kira dia mau membelikanku minuman, tapi ternyata malah mengajakku pulang.

"Ken ini aku pengen es loh, kenapa malah pulang." Kennant tak menggubris ucapanku. Dia malah semakin mempercepat jalannya. Kennant menyuruhku masuk kemobil. Aku tidak tau apa yang dipikirkan pria ini.

Diperjalanan aku merasa ini bukan jalan kerumahku. Bahkan ini berlawanan arah. Sebenarnya pria ini mau membawaku kemana lagi.

Setelah beberapa menit Kennant memberhentikan mobilnya didepan caffe. Tanpa bertanya dengannya, aku mengikuti pergerakannya turun dari mobil.

"Ya Tuhan Kennant. Aku tuh cuma haus kenapa mesti kesini sih. Kan disana tadi banyak minuman. Kamu nga--" Kennant malah membungkam mulutku.

"Jangan berisik. Ayo masuk."

Dari depan tempat itu memang seperti caffe biasa. Tapi ketika aku masuk kedalam. Aku menganga tak percaya dengan apa yang ada dihadapanku sekarang.

Sangat berbeda dengan dugaanku sebelumnya. Caffe ini didesain apik dengan tema library. Meja dan kursi ditempat kan ditengah. Disisi kanan dan kiri terdapat rak yang berisi berbagai macam buku. Rak yang berwarna-warni dengan hiasan disana memperindah tempat ini. Pengunjung disini bebas membaca buku apapun. Dengan syarat buku tidak kotor ataupun rusak. Dinding-dinding disini juga ditempeli stiker dengan tema literasi. Sedangkan pada kasir, ada tumpukan buku yang ditata keatas dengan selang-seling menambah kesan uniknya. Tempat ini memang sesuai seleraku.

Aku dan Kennant mendudukkan diri didekat rak. Agar memudahkan kami mengambil buku.

"Kamu mau pesan apa ?"

"Apa aja deh, samain aja sama kamu."

Kennant menuliskan pesanannya. Kemudian memberikannya pada pegawai caffe.

"Ken serius deh, tempat ini itu aku banget."

"Nggak mau bilang makasih nih ?"

"Makasih Kennaaaannnttttt."

Setelah beberapa saat, pesanan kita pun datang. Pelayan itu membawa dua strawberry mojito mocktail.

Setelah menghabiskan waktu hampir tiga jam disana. Akhirnya aku dan Kennant pun meninggalkan tempat ini.

Langitpun mulai gelap. Bagaimana tidak. Sekarang sudah jam tujuh malam. Aku kita Kennant akan mengantarkanku pulang. Ternyata tidak. Entak kemana lagi dan lagi dia membawaku kali ini.

Aku menatapnya kaget ketika dia memberhentikan mobilnya disini. Bagaimana bisa dia membawaku ketempat seperti ini. Dua tempat yang kita datangi tadi memang mengagumkan. Tapi tempat ini, sangat jauh dari bayanganku.

"KENNANT, KAMU NGAPAIN BAWA AKU KE HOTEL."

Aku, Kennant, dan hotel. Ini gila, tidak masuk akal.

Tbc.

I Can Hear Your VoiceWhere stories live. Discover now