Bidadari Antakya

253 2 0
                                    

"Tolong, tolong kami!"

Teriak Selma mengagetkan para pengunjung Masjid Suleymaniye yang berdatangan untuk melaksanakan shalat Ashar yang kurang setengah jam lagi.

Seorang bapak bersama keluarganya dengan sigap segera menghampiri Selma, sedang Paman Ayahnya sudah terkulai. Bapak itu segera memeriksa Paman Ayah Selma. Ia memegang denyut nadi di tangan dan lehernya. Lalu mencoba meletakkan punggung tangannya ke hidung Paman Ayah Selma, tapi...

sepertinya sudah tak bernyawa.

Bapak itu kemudian memandangi Selma. Ia ingin mengabarkan dengan matanya bahwa Paman Ayahnya sudah meninggal.

Jama'ah masjid pun makin berdatangan turut melihat. Atas inisiatif pengurus masjid, maka untuk sementara Paman Ayah Selma dipindahkan ke ruang dalam sambil menunggu dokter yang sudah dihubungi datang.

Selang lima belas menit dokter yang sudah dihubungi pengurus masjid pun datang. Ia memastikan bahwa nyawa Paman Ayah Selma sudah tidak ada.

Selma sudah pasrah. Ia bertawakkal sepenuhnya kepada Allah. Lima bulan yang lalu ia sudah pernah mengalami peristiwa yang jauh lebih sulit dari sekarang. Hanya saja ia bingung dengan dirinya nanti. Ia menangis bukan karena ditinggal semua keluarganya. Tapi karena ia seorang gadis perempuan sebatang kara, juga tak lagi memiliki sanak keluarga. Ia akan tinggal dimana dan hidup dengan siapa?

Ia pun memanjatkan doa...

"Ya Allah, kepada-Mu aku berserah diri, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku bertawakkal, kepada-Mu aku kembali, dengan-Mu aku berhukum. Ya Allah, aku berlindung dengan keagungan-Mu bahwa tiada tuhan selain Engkau agar jangan Engkau sesatkan diriku, Engkaulah Zat Yang Mahahidup dan tidak mati, sedangkan jin dan manusia mati."45

Atas persetujuan Selma akhirnya semua pengurusan jenazah Paman Ayahnya dibantu oleh Bapak yang tadi pertama menolongnya. Ia beserta keluarganya akan menguruskan jenazah Paman Ayahnya hingga ke pemakaman. Bapak itu akhirnya berbicara dengan pihak masjid.

Setelah shalat ashar jenazah Paman Ayahnya dibawa ke rumah sakit untuk pengurusannya sebelum ia dishalatkan. Satu unit mobil jenazah sudah disiapkan.

Dan selesai pemakaman, keluarga Bapak tersebut mengajak Selma untuk menginap di rumahnya.

"Ohya, Nak. Kami belum tahu namamu?" ujar Madame Aliye kepada Selma.

"Sebelumnya saya ucapkan terima kasih, dan saya mohon maaf telah merepotkan keluarga di sini. Nama saya Selma Nilmet. Saya dari Kota Antakya."

Selma pun menuturkan kisahnya lima bulan yang lalu.

***

"Awas, Ayaaah!!!"

Mendadak Selma berteriak keras kepada Ayahnya.

DUARRR!!!!!

Belum sempat Ayahnya tersadar dari teriakan Selma, sebuah rudal telah menghantam tepat beberapa puluh meter di depan mobil mereka dan seketika meledak dengan dahsyatnya. Serpihan bom bercampur batu-batuan segera terlempar ke segala arah.

Gelap.

Kondisi mobil mereka hancur di bagian depannya meski tak sampai terbalik. Debu coklat bercampur gumpalan asap hitam bom bergulung-gulung terlihat cepat membumbung ke udara.

Pesawat tempur pasukan Pemerintah Suriah kembali lagi dan selanjutnya segera terbang menjauh. Sepertinya mereka hanya memastikan target tembakan sudah tepat mengenai sasaran ke sebuah mobil minibus. Pasukan durjana itu memang tak pernah ambil pusing siapa saja yang terlihat lalu lalang di kota maupun jalanan luar kota, pasti akan mereka tembaki atau dijatuhi rudal, roket dan mortir. Bahkan yang paling mengerikan adalah saat mereka menjatuhkan bom birmil, yaitu bom hasil improvisasi seukuran drum yang diisi dengan minyak, peledak

HADIAH CINTA DARI ISTANBULUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum