Samudera - 47

21.2K 2.5K 494
                                    

"Ok, gu— eh aku coba."

Senyuman terukir dari bibir Arvin. "Aku gak meminta kamu untuk langsung masuk ke hati kamu, tapi izinkan hati kamu terbuka untukku."

"Iya, semua butuh proses. Aku cuma bisa berusaha dan hasilnya tergantung nanti."

Arvin menepikan mobilnya, kemudian ia menatap Oceana, kedua tangannya menggenggam jemari gadis itu. "Mau kah kamu membuka hatimu untukku?"

Oceana berpikir sejenak. "Aku ma—

Belum selesai Oceana melanjutkan jawabannya, tiba-tiba terdengar panggilan masuk. Ia langsung melepas tangan Arvin dan menerima panggilan dari nomor yang tidak dikenal itu.

"Halo, maaf ini siapa ya?"

"Halo, Mama ... Ini nomor Axel, disimpan ya."

"Ada apa, Ax?"

"Mama bisa jemput Ax nanti pas pulang? Soalnya Papa lagi kerja, Ax gak ada yang jemput."

"Bisa, Ax."

"Yeay, makasih Mama."

"Iya sayang."

Setelah itu panggilannya terputus, Arvin langsung melemparkan pertanyaan ke Oceana. "Siapa Axel?"

"Anaknya Samudera."

Arvin mengangguk, kemudian ia kembali melajukan mobilnya, melupakan pertanyaan yang belum sempat terjawab.

♥ ♥ ♥

Setelah pulang dari kantor, Arvin langsung menjemput Oceana, ia sudah menghubungi gadis itu bahwa ia menunggu di lobi rumah sakit.

Sesaat kemudian muncul Oceana yang menenteng jas putih. "Kak, nanti kita ke sekolahnya Axel dulu ya," ujar Oceana, seraya keduanya berjalan ke mobil Arvin.

"Buat apa?"

"Kasian gak ada yang jemput, Samudera lagi kerja."

Ternyata sangat sulit untuk masuk ke hati kamu, Na.

Setelah sampai di sekolahan Axel, Oceana langsung melambaikan tangannya ke bocah 6 tahun yang berjalan keluar dari gerbang agar masuk ke mobil.

Axel langsung masuk ke jok belakang dan duduk dengan anteng. "Om ini siapa, Ma?"

"Mama?" refleks Arvin, hampir saja ia kehilangan kesadaran saat mendengar ucapan Axel.

Axel tersenyum tipis. "Lho, Om gak tau. Mama Oceana ini sebentar lagi jadi Mamanya Axel."

"Ax, 'kan Kak Oce belum jawab pertanyannya Axel yang kemarin."

"Axel gak butuh jawabannya Mama, karena Mama pasti akan menerima lamaran Axel."

Oceana terdiam dan menatap Arvin sekilas yang terlihat sedang kesal.

"Kelamin udah beda, status juga sama, umur juga cuma beda satu tahun, jadi kenapa gak nikah aja?"

Oceana melotot mendengar penuturan Axel. "Siapa yang ajarin bicara seperti itu?"

"Papa."

Dasar Samudera, anak sekecil itu diajarin bahasa orang dewasa.

Kalau tidak ada Oceana, mungkin Arvin sudah melempar Axel ke jalanan sangking kesalnya dengan ucapan bocah itu sedari tadi.

"Kak Oceana kita mampir es krim dulu."

"Axel, kapan-kapan aja ya makan es krimnya," balas Arvin.

Axel merengut. "Kalau Om gak mau ikut yaudah, 'kan Axel ajak Mama bukan Om."

"Tapi kamu sekarang numpang di mobil Om!" ujar Arvin meninggi membuat Axel terdiam hingga mukanya memerah, seperti menahan tangis.

"Kak, jangan bentak Axel. Aku berhenti di sini aja."

"Tapi, Na—"

"Stop! Dia cuma anak kecil, jangan pernah perlakukan dia dengan kasar."

"Tapi, Na—"

"Berhenti atau aku loncat?"

Setelah diancam seperti itu oleh Oceana, akhirnya mobil Arvin menepi.

♥ ♥ ♥

Oceana menuruti kemauan Axel untuk makan es krim, sekarang mereka sedang berada di kedai es krim, hal seperti ini mengingatkan tentang kenangannya bersama Samudera pada saat zaman SMA.

"Mama, mau 'kan jadi Mamanya Axel?"

"Ax—"

"Axel cuma mau punya Mama kayak teman-teman Axel yang lain, diantar sekolah sama Mama dan Papa, ditemani bobo sama Mama dan Papa, liburan sama Mama dan Papa," Axel terdiam sejenak. "Axel juga pengin disayang sama Mama."

"Axel kadang iri lihat teman-teman yang lain punya orangtua lengkap, kadang Axel tanya kenapa Axel gak bisa seperti mereka."

Oceana terenyuh mendengar ucapan Axel. "Axel, gak boleh ngomong gitu. Di luar sana masih banyak orang lebih menderita dari Axel."

"Axel punya Papa yang sayang sama Axel, Axel punya Tante dan Nenek," lanjut Oceana.

"Dan Axel punya Mama Oceana, right?" ujar Axel.

Oceana terdiam. "Ax—"

"Mama Oceana, mau kah Mama jadi Mamanya Axel?"

Oceana terdiam dan ia menatap ketulusan yang terpancar dari manik mata bocah 6 tahun itu, rasanya ia tidak sanggup menghancurkan hatinya. Dengan satu tarikan napas akhirnya ia mengambil keputusan. "Iya, Kak Oceana mau."

"Yes, makasih Mama. Jadi kapan Mama nikah sama Papa?"

"Eh?"

♥ ♥ ♥

SAMUDERA (SUDAH TERBIT) ✔Where stories live. Discover now