[44] All Stop

8.6K 862 137
                                    

KEN sudah berbaring di tempat tidurnya. Tentunya setelah mendapat bujukan dari Aluna, dia mau pulang bersama Kinan. Sebab Aluna juga berjanji akan ikut mengantarnya pulang dan rela meninggalkan waktu Pendalaman Materi sekolahnya.

Kini Aluna sudah duduk di sisi tempat tidur Ken. Memeras handuk setelah dicelupkan ke air hangat untuk kemudian digunakan menyeka wajah Ken. Namun Aluna terpaksa mengurung niatnya lantaran melihat bagaimana lelaki itu terpejam hingga timbul guratan di kelopak mata juga lipatan di kening.

Ken Alvino tampak menahan sakit. Aluna bisa mengerti itu. Dia juga pernah terserang demam tinggi dan merasa sekujur tubuhnya seperti diremuk. Menarik napas pun terasa berat sekali dilakukan. Bulir-bulir keringat dingin akan terus membasahi wajah bahkan badan.

Itulah mengapa Aluna segera melanjutkan niatnya menyeka wajah Ken, perlahan-lahan. Meski tetap membuat Ken akhirnya membuka mata, begitu saja sudah membuat Aluna merasa bersalah karena mengusik Ken.

“Kamu beneran nggak mau diperiksa dokter? Biar nanti Kinan hubungin.” Aluna ingin memastikan lagi. Sebab sebelumnya Kinan sudah berniat untuk menelepon dokter kenalan tetapi Ken tidak mau.

Sekarang pun Ken menggeleng tidak mau.

“Aku nggak apa-apa. Nggak perlu diperiksa.”

“Tapi kamu kesakitan.” Aluna memegang kening Ken—untuk kesekian kali. “Kamu panas banget.”

“Dibawa tidur juga nanti sembuh.”

Aluna terpaksa menahan balasan untuk Ken Alvino, menelannya menjadi tambahan level kecemasannya. Aluna tahu, bahwa orang sakit akan sulit untuk dibujuk apalagi kondisinya sudah susah bergerak seperti ini.

Lelaki itu bahkan beberapa kali terhuyung di tengah perjalanan sampai Aluna ngeri sendiri kalau-kalau dia tidak sengaja melepas pegangannya maka lelaki itu terjungkal di tangga. Aluna harus mengerahkan banyak tenaga agar Ken Alvino tidak terlepas dari genggamannya.

“Ya udah. Tidur dulu, gih. Kinan lagi buatin bubur buat kamu. Nanti kalau udah jadi, aku bangunin.” Aluna berkata sambil membersihkan peluh di wajah Ken. “Habis itu minum obat. Jangan enggak. Seenggak sukanya kamu sama obat, itu tetap ngebantu kamu biar nggak kelamaan sakitnya.”

Bibir pucat Ken menyungging senyum kecil. Langsung tahu siapa yang sudah memberi tahu perihal itu pada Aluna.

“Harusnya aku bantuin Kinan di bawah. Tapi dia malah nyuruh aku nemenin kamu di sini. Kan jadi nggak enak. Kebalik rasanya, tau nggak?”

Ken sedikit memiringkan kepala. Cukup terhibur mendengar dumalan Aluna. Gadis itu bahkan mengerucutkan bibirnya di sela tugasnya masih mengusap wajah Ken.

“Enggak, ah. Itu biasa.” Ken kemudian meraih tangan sibuk Aluna. “Justru dengan gini aku nggak perlu takut nggak bisa ngelihat kamu.”

“Kayaknya sakit bikin kamu jadi lebay gini, ya.” Cebik Aluna yang malah dibalas kekehan berat Ken.

I need you.

Aluna tak dapat menyembunyikan senyum getir. Mendengar ucapan Ken seperti mendengar ketakutan tak kasat mata milik lelaki itu. Aluna masih belum bisa menemukan alasan mengapa Ken Alvino sampai jatuh sakit seperti ini. Menunjukkan secara jelas betapa lelakinya ini sedang menderita luar-dalam.

I am here.

Getaran lembut itu mengalir menghangatkan benak Ken berkat balasan Aluna. Gadis itu menunjukkan sinar kesungguhan di matanya yang berkilau saat ini. Membuat Ken justru mengeratkan genggaman di tangan itu, memandang lekat gadisnya seakan dengan begitu maka sosoknya tidak akan menghilang.

My Genius Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang