[5] Yes, He Is

21.8K 1.9K 98
                                    

SEDARI tadi Aluna hanya bisa mondar-mandir di barisan terbelakang perpustakaan. Sesekali mengintip sepanjang lorong rak buku lalu merangsek mundur ketika ada yang lewat. Melongo lagi, lalu akhirnya gusar sendiri. Seperti itu sejak awal dirinya sampai di sini.

Sudah jelas tujuan Aluna berada di sini bukanlah untuk membaca apalagi meminjam buku. Melainkan tengah bersembunyi dari orang-orang yang tiba-tiba mengejarnya. Sudah ada sepuluh menit Aluna berada di sini. Memeriksa ponsel—barang satu-satunya yang dibawa—yang tak lama menerterakan notifikasi baru berupa pesan chat dari Sarah dengan isi yang membuat Aluna semakin resah saja.

serius deh, Na, mendingan lo bertahan di perpus sampe bel masuk. Gue diserang mereka dengan pertanyaan di mana dan di mana elo sekarang!

"Gimana ini?" Aluna menggigit bibir bawahnya, menurunkan kembali ponselnya dari pandangan kemudian kembali mondar-mandir. Dia bahkan sudah berada di paling pojok ruangan ini dan akan berlari menuju sisi rak terakhir demi menyembunyikan diri jika ada yang masuk ke area ini.

Oh, ya ampun, kenapa nasibnya bisaseperti ini? Sejak kejadian di mana lelaki misterius itu muncul di hadapan Aluna demi mengembalikan botol kemasan padanya, teman-teman sekelasnya langsung menghujaminya dengan banyak pertanyaan. Aluna yang tidak pernah diperlakukan seperti itu jelas kebingungan sekaligus gelagapan. Dan berakhir dengan melarikan diri kemari begitu bel istirahat kedua berbunyi.

"Lo kenal sama dia? Kok bisa, sih?"

"Demi apa, dia datang ke sini cuma buat nemuin lo?"

"Sejak kapan lo kenal sama dia? Kalian pacaran? Nggak mungkin, 'kan?"

"Jangan-jangan kalian kenalan diem-diem, ya?"

Terus saja membayangi isi kepala Aluna. Dia sendiri bingung dengan apa yang tengah menimpanya. Tidak mengira bahwa jadinya akan seperti ini. Menemukan wujud si pelaku malah membuatnya bagai tengah diteror seperti sekarang. Tidak terprediksi bahwa orang itu ternyata mampu menarik perhatian para siswi di kelasnya dan mengejar-kejar dirinya hanya demi mendapat klarifikasi darinya.

Menarik kursi paling ujung, mendudukkan diri di sana, lalu menelungkup demi menghela napas panjang. Waktu menjadi terasa panjang di hari ini. Aluna tidak tahu harus melakukan apa. Rasanya tidak mungkin untuk menghadapi mereka saat ini, seperti yang dikatakan Sarah. Dilan dan Samuel pun sepertinya tidak bisa membantu saat ini karena kabarnya mereka disibukkan dengan kegiatan ekskul masing-masing. Hanya Sarah yang bisa diandalkan. Dan semoga saja tidak ada yang menyadari bahwa dirinya bersembunyi di sini.

Terdengar derit kaki kursi. Aluna sontak mengangkat kepala demi memastikan bahwa memang kursi tepat di sebelahnya yang baru saja ditarik, lalu Aluna seperti baru saja menemukan pencerahan karena ternyata lelaki itu mendudukkan diri tepat di sebelahnya.

"Gue kira lo udah habis dikeroyok, Lun," sapaan Dilan sukses membuat ekspresi Aluna berubah kecut.

"Gue emang nyaris dikeroyok. Kalo lo nggak ngasih saran nekat kayak tadi, gue nggak bakal berakhir begini!" gerutu Aluna, kembali tidak tenang.

"Tapi emang dia orangnya, 'kan?"

Aluna memilih tidak menjawab dalam bentuk apapun. Namun keterdiamannya sudah cukup bagi Dilan.

"Gue sendiri nggak nyangka kalo emang dia orangnya, Lun. Tapi mau gimana lagi? Cepat atau lambat lo emang harus nemuin tuh orang."

"Tapi nggak begini akhirnya. Kalo lo udah tau dia orangnya, nggak seharusnya lo nyuruh gue nemuin tuh orang dengan cara tadi!" Aluna makin keki melihat Dilan nyengir setelahnya. Ia menangkup wajahnya frustasi. "Astaga, kenapa pula sih, mereka-mereka itu langsung heboh cuma karena dia ngembaliin minuman ke gue?!"

My Genius Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang