Aruna#18: Make up by Kintan

Start from the beginning
                                    

Kintan baru saja membuka ikatan rambut Aruna yang tadinya di jepit memakai jedai. Dibiarkannya rambut panjang kecoklatan itu terurai dengan sedikit curly dibagian bawahnya. Lalu ia menepuk pundak Aruna dan menggiringnya menuju mirror stand. Untuk memperlihatkan penampilan Aruna lebih jelas.

"Oh my God. Gak salah lagi kenapa bisa Dirga bisa cinta mati sama lo," seru Kintan yang lagi-lagi membuat Aruna memutar bola matanya.

"Lo tau Run? Lo itu emang gak cantik, tapi lo itu manis, imut. Dan lo harus tau cewek manis itu lebih enak buat dipandang lama-lama dari pada cewek cantik. Cewek cantik itu kalau udah diliatin lama, pasti bakal bosen, beda kalau sama cewek manis. Dijamin gak bakal pernah bosen buat diliatin lama-lama. Dan lo harus bersyukur karena lo itu manis plus imut.

"Coba-coba lo senyum," pinta Kintan. Aruna melirik ke arahnya dengan tatapan bertanya, 'harus banget?' dan Kintan mengangguk. "Harus banget."

Aruna tersenyum tipis tapi sudah mampu membuat lesung dipipi kanannya yang dalam itu terlihat. "Kan bener kan kata gue. Makin manis banget lo kalau senyum gitu," seru Kintan dengan bertepuk tangan.

"Gue jamin Dirga bakal gak bisa malingin matanya dari lo. Siap-siap aja lo liat Dirga cemburu karena cowok-cowok bakal ngelirik ke elo," sambung Kintan.

Aruna meneguk salivanya susah payah. Perkataan Kintan ini sungguh sangat bertolak belakang dengan apa yang akan terjadi nanti. Sudah bisa ia bayangkan jika Dirga akan bereaksi biasa saja atau malah mungkin akan menatap aneh ke arahnya.

Tidak! Tidak! Aruna tidak akan pergi sekolah dengan tampilan seperti ini.

"Nggak Kin! Aku gak bisa ke sekolah dengan dandanan kayak gini." Aruna sudah akan bersiap keluar kamarnya untuk ke kamar mandi menghapus segala yang Kintan poleskan di wajahnya. Kintan langsung menahan lengan Aruna dan berdecak sebal.

"Nggak! Jangan coba-coba lo buat ngehapusnya sebelum kita liat gimana reaksi cowok lo itu."

***

"Kakak dandan?"

Adalah pertanyaan pertama Inara ketika Aruna dan Kintan baru sajan duduk di kursi makan untuk sarapan.

Bunda yang sedang memasukkan bekal Inara langsung menoleh cepat ke arahnya. "Lho iya, kamu tumben dandan Run."

Aruna meringis sementara Kintan terkikik geli sembari menikmati nasi goreng buatan bundanya.

"Biasa Tante, Runa lagi pengen liat Dirga kalau cemburu itu gimana."

Aruna langsung menyikut Kintan dan melemparkan tatapan horornya. Enak saja Kintan ini berbicara, jelas-jelas ini semua adalah idenya yang sudah Aruna tolak tapi dengan bersikukuh ia paksakan.

"Kamu ini aneh-aneh aja Run," ujar Bunda tertawa yang sudah duduk di sebelah Inara.

"Ih kak Runa sekarang genit!" ujar Inara, "tapi cantik kok. Sering-sering aja kayak gini. Biar bang Dirga gak berpaling dari kak Runa."

"Emang Dirga gak pernah cemburuin kamu?" tanya bunda yang sudah sama saja seperti duo ceriwis alias Kintan dan Inara.

"Gak pernah kali Bun, kan kak Runa yang sering cemburuin bang Dirga."

Benar-benar mulut adiknya ini. Kalau ngomong suka benar.

"Nah karena itu Aruna pengen dicemburuin balik. Ya kan Run?" tanya Kintan dengan senyum menyebalkannya.

"Kintan ih!"

"Nanti kalau udah berantem aja nangis-nangis," ledek Sarah.

"Mereka gak pernah berantem Tan."

"Yang bener? Bagus dong."

"Gak bagus dong Tan, hubungan tanpa berantem itu bagaikan sayur tanpa garam. Hambar. Gak enak pokoknya."

"Iya juga sih, tapi bukan mesti melulu berantem. Mungkin karena mereka berdua sama-sama pindiem kali ya."

"Bukan Tan, kalau kata Runa---hmmmpt." Dengan cepat Aruna membekap mulut sahabatnya ini. Jika tidak segera dihentikan mulut Kintan sudah akan menjadi mobil yang remnya blong. Melaju terus.

"Kamu ini jangan ngomong macem-macem sama Bunda dong." Aruna berbisik pada Kintan, membuat cewek itu nyengir.

"Jadi nanti bang Dirga gak ke sini dong?" tanya Inara dengan lesu.

"Ya enggaklah, Kakak 'kan perginya bareng Kintan."

"Yah, udah tiga hari ini gak liat Abang ganteng."

Sarah menyentil kening Inara. "Centil."

Lalu sarapan pagi ini didominasi oleh suara cempreng Inara dan Kintan. Bagaimana Kintan yang curhat kalau di rumahnya setiap pagi sarapan sendiri karena orang tuanya sibuk dan Inara yang meminta agar nanti Kintan mau memberikannya les tentang tutorial make up dan tips agar bisa menjadi selebgram seperti Kintan.

Benar-benar sarapan pagi ini ramai hanya karena percakapan dua orang itu saja.

***

"Run, jangan nunduk mulu dong," seru Kintan yang berjalan di samping Aruna, "kalau kayak gini gak ada yang tau dong kalau hari ini penampilan lo beda."

Aruna menoleh sedikit ke arah Kintan. "Emang sengaja. Aku malu ini Kin."

"Ih! Jangan buat usaha gue sia-sia dong."

"Tapi aku malu, entar dikira ondel-ondel."

"Jadi lo secara gak langsung bilang hasil make up gue jelek gitu?"

Aruna menoleh ke arah Kintan, lalu menggeleng cepat. "Bukan gitu Kin, aku...."

"Nah udah bener kayak gini, jangan nunduk lagi." Kintan tersenyum puas dengan memegang kedua sisi wajah Aruna.

Aruna dengan terpaksa mengikutinya. Mau bagaimana lagi coba, tiap kali ia mencoba menunduk Kintan akan meneriaki namanya dengan lantang sehingga menarik perhatian dari siswa-siswi yang berseliweran di koridor.

"Tapi ya Run, menurut pengamatan gue, tanpa gue berusaha buat lo itu diperhatiin pun orang-orang ini udah pada ngeliatin lo tauk. Secara 'kan mereka katanya haters lo tuh dan yang namanya haters mah tanpa diminta pun mereka secara diem-diem bakal merhatiin orang yang dibenci."

Aruna mengernyit bingung. "Kalau benci kenapa diperhatiin?"

"Nah itu, karena mereka benci makanya setiap gerak-gerik orang yang dibenci bakal selalu diperhatiin buat jadi bahan mereka kritik dan jadi alasan buat mereka tambah gak suka."

"Gitu ya?"

"Iya gitu Runaku sayang."

Aruna hanya mengangguk meski ia tak sepenuhnya paham. Sesenang Kintan sajalah, pikirnya.

******

ArunaWhere stories live. Discover now