08

4.4K 622 75
                                    

Melihat komentar kalian di part sebelumnya, kayaknya readers saya banyak yang masih polos, ya... Gini, deh, anggep aja: Iqbaal sekolah di luar. Dan dia melakukan hal yang cukup tabu dibicarakan di Indonesia, tapi di luar itu adalah hal yang wajar. Dan (Namakamu) berkomentar seperti itu. Got it?

Puter mulmed boleh tu beb.

***

(Namakamu) mendengus sambil bersidekap dada. Kini dirinya berada di Plaza Senayan. Iqbaal tiba-tiba memaksanya untuk ikut pergi ke mall ini.

Dan sekarang, (Namakamu) menyesal telah menurut pada Iqbaal.

Bayangkan saja, sekarang laki-laki itu justru asyik berbincang dan melayani ajakan berfoto bersama oleh beberapa orang. Sudah hampir lima belas menit, Iqbaal belum juga menunjukkan tanda segera kembali menghadapnya.

Lantas (Namakamu) mengambil inisiatif pergi dari sana tanpa meminta ijin pada Iqbaal. Memangnya Iqbaal punya kuasa apa menyuruhnya menunggu selama itu?

"Mau ke mana coba gue?" (Namakamu) memutar mengamati penjuru mall. Matanya berbinar saat melihat toko buku, kakinya langsung melesat pergi ke sana. Satu langkah (Namakamu) tapaki di toko buku tersebut, (Namakamu) sudah tenggelam di dalamnya. Menyusuri rak-rak berisi buku dengan sesekali berhenti untuk membaca sinopsis buku yang menarik perhatiannya.

"Eh, Tere Liye!" Gerakan gadis itu terlalu bersemangat hingga menyebabkan beberapa buku jatuh dari tempatnya. (Namakamu) merutuki kebodohannya dan langsung berjongkok untuk membereskan kekacauan itu.

Tiba-tiba sepasang tangan mungil muncul dan membantunya membereskan buku-buku tersebut. (Namakamu) kira itu adalah tangan dari petugas toko di sini. Huh, gadis itu tentu merasa malu karena tertangkap basah oleh karyawan toko tersebut. Namun saat buku-buku itu telah tersimpan rapi di tempatnya, (Namakamu) justru menemukan gadis berparas manis yang sedikit lebih pendek darinya.

"Uhm, makasih ya, udah bantuin gue tadi," (Namakamu) tersenyum canggung dan mengangguk sekali. Gadis di hadapannya membalas dengan senyum lebar.

"Manda, pulang, yuk. Aku udah selesai bayar bukunya."

Dua gadis itu sontak menoleh saat suara yang keduanya kenali muncul dari jajaran rak. (Namakamu) tak bisa menutup rasa terkejutnya saat benar bahwa suara tadi adalah milik Biru–mantan kekasihnya. Laki-laki itu akan menarik gadis yang menolong (Namakamu) tadi menjauh jika Ia tidak lebih dulu melihat (Namakamu) berdiri di hadapan Amanda.

"Gila, gue nyariin lo sampe' mumet. Kemana aja sih lo, hah!?"

Iqbaal muncul dan langsung melingkarkan lengannya di bahu (Namakamu). Saat matanya memandang ke depan, lelaki itu lantas mengatupkan mulutnya karena melihat Biru. Tangan Iqbaal perlahan turun dari bahu (Namakamu). Ia berdehem canggung.

"Biru, ayo pulang?" Biru tersentak dan mengangguk, lalu menarik Amanda keluar dari toko buku tersebut melewati Iqbaal dan (Namakamu) yang kini berdiri mematung.

Sesaat setelah Biru dan Amanda pergi, Iqbaal melirik ke arah (Namakamu) yang kini memandang buku di tangannya dengan tatapan kosong. Laki-laki itu mengembuskan napas pelan, kemudian Ia melingkarkan tangannya di pinggang (Namakamu) dan membuat gadis itu sedikit tersentak.

"Nggak usah dipikirin. Lo mau beli buku itu?" Tanya Iqbaal dan dijawab anggukan pelan oleh (Namakamu). Iqbaal lantas menarik (Namakamu) menuju kasir dan segera meninggalkan toko buku tersebut.

Sepanjang mereka berjalan, (Namakamu) tak mengeluarkan suara apapun dan terus menatap lantai. Iqbaal bahkan harus berjalan sambil merangkul pinggang gadis itu untuk menjadi pengatur arah. Tak jarang (Namakamu) hampir menabrak orang lain dan Iqbaal yang nenyelamatkan dengan menarik pinggangnya. Iqbaal mendengus lalu menghentikkan langkahnya. (Namakamu) mau 'tak mau harus ikut berhenti meski Ia tidak mengerti alasannya.

April. [IDR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang