📒18 - Solusi?

Mulai dari awal
                                        

"Iya, gue usahain datang ya."

"Harus ya. Selain karena kita partner, gue juga agak riweuh kalau lo nggak ada. Apalagi gue juga musti ngurusin urusan OSIS. Tahu sendiri bentar lagi semester mau berakhir, jadi gue kudu kelarin program kerja yang belum terealisasi."

"Oke oke," jawabku mengerti.

"Ya udah, gue ke kelas dulu."

Lagi-lagi aku mengangguk dalam menanggapi respon perkataannya.

Dan aku, hanya dapat mengamatinya pergi dari kejauhan. Hingga bayangannya menghilang.

🌾🌾🌾

Sepulang sekolah, Kak Suha mengatakan akan mengantarkanku pulang. Jelas saja aku kebingungan, karena Pak Dodi tidak mengatakan apapun padaku.

"Kenapa kakak yang nganter pulang?"

"Pak Dodi lagi nemanin mama kamu sama Zyan ke mal."

Bibirku langsung berucap 'oh'. Mungkin Pak Dodi tidak sempat memberitahuku. Positive thinking!

"Ya udah, ayo!"

Aku mengangguk lalu berjalan mendahuluinya menuju parkiran.

"Bawa mobil?"

"Iya, jaga-jaga takut kamu pulang bareng kakak."

Senyumku mengembang. "Dasar!"

Kemudian tanganku bergerak masuk ke dalam mobilnya. Sepanjang perjalanan, aku hanya diam saja seiring menatap pemandangan yang lewat melalui kaca jendela.

Sebenarnya aku sama sekali tidak menikmati pemandangan di luar, tatapanku hanya berupa tatapan kosong karena pikiranku malah melalangbuana dengan gosip-gosip yang beredar tentangku di sekolah. Walaupun nyatanya Almer tidak menyinggung soal itu di depanku, tetap saja aku merasa tidak nyaman.

"Man."

Tatapanku kini beralih ke arah Kak Suha. "Ya?"

"Masih mikirin soal gosip itu ya,
Man?"

Aku menatapnya yang masih memandang ke depan jalan.

"Ya gitulah," ucapku sekali napas.

Kak Suha juga jadi ikut menghela napasnya. "Jangan terlalu dipikirinlah."

Kepalaku menunduk sembari tersenyum miris. Mendengkus perlahan sebelum menjawab perkataanya. "Ya gimana ya, Manda orangnya suka kepikiran, Kak. Susah," jawabku dengan menekankan kata susah.

Kak Suha jadi terdiam setelah mendengarkan jawabanku. Suasana mendadak hening kembali.

"Ikut kakak yuk!" katanya tiba-tiba.

"Ke mana?" tanyaku bingung.

"Kamu beli es krim sesukamu. Kakak yang beliin."

Mataku langsung berbinar. "Beneran nih?!"

"Iya."

"Asik!" sahutku lalu mengepalkan kedua tangan dan mengayunkannya dari atas ke bawah.

Aku tertawa, dan Kak Suha juga ikut tertawa. Kemudian mobil Kak Suha berhenti di tepian jalan. Buru-buru aku keluar dari mobilnya.

"Seneng banget sih."

Aku memilih satu kotak es krim lalu membalas perkataanya. "Seneng dong, kan dibeliin," ucapku sambil menjulurkan lidah.

Telingaku dapat menangkap Kak Suha tertawa saat melewatinya. Langkahku berjalan mendekati kasir.

"Totalnya 28 ribu."

Aku menatap Kak Suha lalu menaikkan satu alis sebagai kode agar dia cepat membayar. Kak Suha hanya menggeleng lalu mengeluarkan dompet dan uangnya.

"Kembaliannya 22 ribu. Terima kasih. Jangan lupa balik ke sini lagi ya."

Aku langsung tertarik dengan perkataan mbak-mbak kasir itu. "Iya, Mbak. Tenang, aku bakal sering ke sini buat morotin dia."

Langsung saja Kak Suha mencubit pipiku. "Porotin aja terus. Gue ikhlas!"

"Waduh, pacarnya penyayang banget ya."

Aku terdiam sambil berpikir. Pacar? Tak lama kemudian, aku tertawa lebar.

"Dia kakakku kali, Mbak," ralatku cepat.

"Oh, kirain pacarnya."

Aku terkekeh pelan. "Duluan ya, Mbak," ucapku sebelum keluar dari minimarket itu.

Kami berjalan bersama menuju arah mobil. Aku sudah tidak sabar ingin memakan es krim ini.

"Makasih banyak ya, Kak," ujarku ketika kami sudah berada di dekat mobil.

Kali ini aku benar-benar senang. Cowok ini bisa saja membuat mood-ku sedikit membaik.

"Sama-sama. Jangan murung terus makanya. Nanti kakak beliin es krim tiap hari deh."

Aku tersenyum tipis. Percuma berpura-pura bahagia di depannya, dia selalu tahu apapun tentangku.

Iseng, aku mendekatkan wajahku ke arahnya. "Beneran ya?"

"Iya."

"Janji?"

"Janji. Tapi juga kamu harus janji buat jangan murung lagi."

"Oke siap, Bos!" seruku lalu memberi hormat kepadanya.

Dia tertawa renyah. Kemudian kami masuk ke dalam mobil.

Aku membuka es krim yang berada di kantong kresek. Namun entah kenapa aku masih saja teringat soal gosip-gosip dan caci maki mereka di sekolah.

"Kak."

"Kenapa lagi? Es krimnya kurang?"

Aku menggeleng cepat. "Nggak, bukan itu."

"Lalu?" Dia memandangku bingung.

"Sebenernya, Manda susah nggak mikirin soal gosip di sekolah itu."

Yang tadinya sudah bersiap ingin menyalakan mesin, jadinya malah mengurungkannya. Dia menatapku lamat-lamat.

"Kakak ada solusi."

Mataku mendadak berbinar sumringah memandangnya. "Apa, Kak?"

"Tapi—"

"Tapi apa?" tanyaku tak sabaran.

"Takutnya, kamu mikir aneh-aneh lagi," balasnya terdengar ragu.

"Udah ih, kasih tahu aja. Manda udah capek, Kak. Kakak tahu itu, kan?"

Kak Suha mengangguk pelan seraya menatapku dalam. Aku menunggunya untuk lanjut berbicara. Saat ini, aku memang sangat membutuhkan solusi.

"Gimana caranya?" tanyaku lagi ketika dia tak kunjung berbicara.

"Kita... pacaran."

🌾🌾🌾

Makin-makin deket konflik aja nichh

Keep reading yaaa

Instagram:
[@]diaryranika
[@]ranikastory
[@]amandamhdr
[@]almermilenio

Introvert Secret [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang