Temprament

411 23 0
                                    

Sejak saat itu, aku berubah agak dingin. Aku lebih sering pulang ke hostel. Tapi tetap aku memasakkan Fian setiap hari. Itu sudah kewajiban atas Nafkah yang kuterima. Sepertinya Fian menyadari sesuatu. Tapi dia tidak menanyakannya.

Beberapa hari ini aku chat dengan Rasyid. Dia bekerja satu bagian denganku. Dari dulu memang aku sudah dekat dengan dia. Tapi sebatas teman kerja. Setiap hari kita bercanda, apalagi shift malam. Tidak ada bayanganku untuk pacaran dengannya. Tapi sepertinya dia suka.

Minggu ini, aku juga tidak pulang. Ada teman kerjaku merayakan ulang tahun di karaoke. Rencananya Rasyid akan menjempuntku sore ini. Kita akan berangkat bersama-sama. Bukan sebuah kencan, hanya kita berangkat bersama di acara teman kerja kita.

Sesampai disana. Jantungku terus mau copot. Aku lupa. Fian itu cowok beken di kilang. Jadi, setiap acara pasti dia datang. Apalagi dia datang dengan Della. Beruntung juga aku bersama Rasyid. Setidaknya aku tidak terlihat bodoh.

Rasyid memang sangat akrab denganku. Dia mengambilkanku minum, kita bernyanyi bersama, bercanda. Aku tak tau apa yang ada dipikiran Fian. Dia terlihat diam saja. Tapi aku pikir, dia tak akan peduli. Dia kan sudah datang dengan Della. Lagipun Fian tidak ada perasaan denganku.

Ada WA masuk ketika aku membuka hapeku. Baru saja Fian dan Della berpamitan untuk pulang dulu. WA itu dari Fian.

"Lepas aku hantar Della, kau tunggu aku dibawah! Kita balik sama-sama!"

"Tak payah! Aku balik hostel dengan Rasyid!" Balasku.

Apa-apaan, dia kan sudah datang dengan Della. Ya sudahlah. Lagi pula tidak enak juga, menyuruh Rasyid pulang duluan. Tapi aku mengajak Rasyid pulang lebih awal juga. Perasaanku tiba-tiba tidak enak.

Berkali-kali Fian menelponku ketika Rasyid mengantarku pulang. Tentu saja aku tidak mengagkatnya. Setelah Rasyid pergi, aku mengangkat telepon Fian.

"Apa bang... Aku baru sampai rumah!" Jawabku tanpa salam.

"Aku sudah cakap kan, tunggu aku dibawah! Kita balik sama-sama!!" Teriak Fian diseberang telpon.

Aku menelan ludah. Sepertinya Fian benar-benar marah.

"Rissa balik hostel saja! Sudah malam juga kan, esok kerja pagi.. Rissa tak ada uniform juga dirumah!"Kilahku.

"Aku cakap tunggu dibawah!! Tunggu disitu, jap lagi aku sampai!"

Aku mematikan telpon. Aku menunggu Fian di guardhouse. Aku gemetaran sendiri. Fian betul-betul marah. Tak lama kemudian aku melihat Fian datang.

"Ambil bajumu!!" Katanya begitu berhenti.

"Sudah malam bang!" Kilahku.

"Taupun! Ambil cepat!!" Bentaknya.

Akupun sampai berlari-lari kecil. Aku mengambil uniformku asal-asalan. Sebetulnya ada juga uniform dirumah. Itu tadi hanya alasan.

Begitu sampai dibawah aku langsung naik ke motornya dengan diam. Fian membawa motornya seperti setan. Dia betul-betul marah. Dan sekarang aku takut. Untung rumahnya dekat dengan hostelku.

Fian membanting pintu begitu memasuki rumah. Sumpah aku sudah gemetaran sekali. Aku tidak pernah dimarahi orang selama ini.

"Siapa tadi tu?!!" Tanyanya langsung.

Fian mengusap-usap mukanya dengan kasar.

"Rasyid.. abang kan tau juga! Kadang abang main futsal dengannya!" Jawabku.

"Siapa dia?! Pacar mu?!!" Teriaknya.

Aku sampai memejamkan mata.

"Kita kawan satu bagian je bang!" Jawabku.

JIRAN ✔Where stories live. Discover now