Sweet Companion

120K 14.5K 812
                                    

Gadis mulai bosan. Pembicaraan di meja itu masih berlangsung seru. Seperti biasa, Jingga menjadi ratu di panggung yang dibuatnya sendiri. Nyata-nyata, orangtua Rangga jatuh hati dengan mudah kepadanya. Gadis geleng-geleng kepala. Seharusnya Jingga tak butuh dirinya maupun Elang di sini.

"Kalau Gadis? Kerja di mana?" tanya Tante Marie, ibunda Rangga. "Lulusan Melbourne kayak Jingga dan Elang juga?"

Gadis meringis. "Enggak, Tante. Saya lulusan UI. Sekarang kerja di media."

"Wah, kok beda sendiri?"

Lagi-lagi Gadis meringis. Kalimat itu terasa seperti film lama yang terlalu sering diputar-putar. Bosan.

"Gadis tadinya mau lanjut ke Columbia, Ma. Fakultasnya sama kayak aku." Terang Rangga. "Ya kan, Dis?"

"Lho, terus kenapa nggak jadi?"

Gadis menelan ludah. Sungguh dia benci sekali pertanyaan ini. Terutama ketika kakaknya menatapnya dengan rasa ingin tahu yang sama. Ya, Jingga memang tidak pernah tahu kenapa dirinya membatalkan keberangkatan ke Columbia selain karena, kata Mama, Gadis dibutuhkan di Mahogany.

Setiap kali ada orang yang bertanya di hadapan Jingga, hati Gadis seperti tercabik dua. Satu sisi dia ingin mengatakan yang sebenarnya supaya Jingga sedikit mengerti dan bersikap lebih dewasa. Namun sisi hatinya yang lain merasa kasihan jika Jingga sampai tahu. Bisa dipastikan kakaknya itu pasti akan down lagi.

"Eh bang, waktu itu gue ikut conference UN di Columbia." Kata Elang tiba-tiba. "Banyak juga ya mahasiswa Indonesianya."

"Wah iya tuh..."

Seketika pembicaraan berubah. Rangga dengan semangat menceritakan kehidupan mahasiswa Indonesia di Columbia University. Diam-diam Gadis bertukar pandang dengan Elang. Adiknya mengedipkan sebelah mata dengan senyum tipis tersungging. Gadis tersenyum lega. Elang selalu mengerti isi hatinya.

Ponselnya berdenting satu kali, tanda ada pesan Whatsapp masuk.

Bhagavad Narendra: Bosan? ;p

Gadis Paragita: huhu :(

Bhagavad Narendra: aku punya kejutan buat kamu ;p

Bhagavad Narendra: Di Amuz kan?

Refleks Gadis celingukan ketika Bhaga menyebut nama restoran tempat lunch bareng ini diadakan. Mendadak hatinya berdebar, memikirkan hal gila apa yang akan dilakukan oleh Bhaga di sini. Di depan kakak, adik, dan calon mertua kakaknya.

Kekhawatirannya menjadi kenyataan. Tak sampai sepuluh menit, Bhaga muncul dari balik pintu Amuz, berbicara sebentar kepada doorman. Lalu masuk diikuti seorang pria berparas kaukasian yang sedang menunduk memandang ponselnya. Gadis membelalakan mata, tapi Bhaga yang segera menemukan keberadaannya, melempar senyum dan kedipan mata. Jantung Gadis melesat ke titik deg-degan maksimal. Kalau sampai pria itu menghampirinya, bisa dipastikan tamat riwayatnya hari ini.

Tapi Bhaga tidak menghampirinya. Pria itu, diantar oleh seorang waitress dan diikuti oleh pria bule, menuju satu meja di sudut ruangan. Keduanya membuka buku menu yang dibawakan waitress, lalu memesan. Sekali lagi Bhaga menatapnya dan melempar senyum. Namun Gadis terlalu gugup untuk membalas. Jadi dia justru memalingkan muka, pura-pura tidak melihat.

Tak lama ponselnya bergetar lagi.

Bhagavad Narendra: Surprise!

Gadis Paragita: Surprise apaan -___- kamu bikin aku jantungan!

Bhagavad Narendra: Hahahaha

Bhagavad Narendra: Kalo aku di sini kan kamu jadi gak bete2 amat

AFTER WE MEET AGAIN - REPOSTWhere stories live. Discover now