Revishit

120K 17.6K 671
                                    

Ada banyak alasan kenapa frasa "I hate Monday" tercipta. Mulai dari setumpuk pekerjaan yang menunggu di meja kerja, macetnya jalanan yang kian tak masuk akal saja, dan juga jetlag karena suasana selow weekend yang selalu terasa kurang lama. Tapi untuk Gadis, tidak ada istilah I hate Monday.

Sebab setiap Senin tiba, Gadis menyambutnya dengan suka cita. Memutar otak untuk mengepas-ngepaskan kalimat, menghadapi klien yang banyak maunya, juga pritilan-pritilan revisi yang membuat pikiran ngebul dia nikmati sepenuh hati. Orang-orang kantor menyebutnya masokis, karena Gadis menyatakan diri sebagai budak korporat dengan begitu bangga dan bahagia. Bahkan mereka berlomba-lomba mengingatkannya tentang perbedaan antara totalitas dan tololitas. Antara dedikasi dan perbudakan. Tapi Gadis tetap cuek selama dirinya nyaman. Mungkin karena itulah Steve sayang padanya.

Tapi Senin kali ini berbeda. Gadis harusnya sudah feeling ketika tadi pagi taksi online yang dia tumpangi nyaris menabrak kucing hitam yang tiba-tiba melintas. Sang driver minta maaf karena mengerem mendadak. Gadis maklum, dan kembali sibuk membaca email-email yang masuk.

Siang harinya, kesialan itu menjadi kenyataan. Menunggunya di kantor saat dia kembali setelah makan siang di luar dengan Ario dan beberapa anak redaksi.

"Ada yang nyari, Dis." Kata Tika, bagian HRD VOM. "Di ruang meeting."

Gadis mengerutkan dahi. Perasaan dia tidak janjian dengan siapa-siapa. Namun tanpa berpikir lebih lanjut, Gadis masuk ke ruang meeting. Di sana sudah ada Messi dan Bhaga. Keduanya sedang ngobrol seru entah soal apa.

Melihat pria yang memakai sweater cokelat tua itu, Gadis merasakan ada sesuatu yang melonjak di perutnya. Adegan drama korea saat Bhaga mengusap saus di bibirnya dengan ibu jari lalu menjilatnya kembali sliweran di pikiran Gadis. Membuat jantungnya mendadak lebih bersemangat memompa darah. Pun ucapan Rio kemarin terngiang kembali di telinganya. Bhaga suka padanya? Mana mungkin. Kalaupun iya, itu jelas bukan sesuatu yang bisa dibenarkan. Bukti bahwa pria itu brengsek bukan kepalang. Sudah punya pacar masih melirik cewek lain. Please, Gadis tidak mau jadi pelakor dan viral di media sosial.

Oke, you know that kan Gadis? So stop that silly blushing face. Ngapain kamu masih deg-degan kayak orang bego begitu?

Gadis merengut, menyimak obrolan antara hati dan otaknya. Lalu setelah menghela napas panjang, Gadis memasang ekspresi default dan menyapa.

"Halo," sapanya dengan senyum tipis. Gadis mengambil tempat di depan Bhaga.

"Hai, Dis!" Messi berseru cerah. Dengan segera, AE sableng itu mengedipkan mata, melempar kode-kode aneh yang membuat Gadis kelimpungan. Jangan sampai Bhaga menangkap kode-kode absurd itu. "Draft OPERA udah kamu kirim belum, say?"

"Udah kok." Jawab Gadis sedikit heran. "Sudah diterima kan?" Tanya Gadis pada Bhaga.

Pria itu mengangguk. "Sudah saya terima." Jawabnya pendek. Seketika Gadis merasa aneh. Bhaga terlihat lebih dingin dari yang sebelumnya. Padahal tadi terlihat baik-baik saja saat ngobrol dengan Messi. "Dan itu yang terbaik yang bisa kamu berikan?"

Senyuman di wajah Messi pelan-pelan menghilang. Sementara Gadis yang sudah firasat buruk sejak awal, berusaha mengontrol raut wajahnya agar tetap tenang.

"Ada masalah dengan draftnya?" Tanya Gadis.

"Banyak!" Jawab Bhaga jauh lebih galak dari yang seharusnya. Pria itu mengambil setumpuk kertas dari stopmap bening yang dia bawa. "Typo di mana-mana! Kalian sebut ini sebagai artikel content partner. Untuk standar artikel berbayar, dan nggak murah, ekspektasi saya jauh dari ini!"

AFTER WE MEET AGAIN - REPOSTWhere stories live. Discover now