War Zone (Section W)

1.1K 111 62
                                    

Warn! Jihoon(gs)

🔰🔰🔰

Daniel merasa cukup dengan memeluk tubuh Jihoon di depan senja seperti ini. Duduk di sebuah bangku taman yang sedikit terpisah dari bangku lain di bawah sebuah pohon rindang. Tangannya melingkari pinggang Jihoon.

Menikmati waktu bersama di antara kesibukan mereka masing-masing.

"Maafkan aku." ucap Daniel. Menghujani kepala Jihoon dengan ciumannya kecil bertubi.

Jihoon mendongak untuk bertemu pandang dengan kedua mata Daniel. "Untuk apa? Kita tidak sedang bertengkar." sahut Jihoon, menarik kedua sudut bibirnya secerah mentari.

Daniel selalu menyukai senyuman Jihoon yang lembut. Ia tak pernah bosan memandanginya sepanjang hari. "Aku jarang mengajakmu berkencan seperti Woojin dan kekasihnya itu. Atau datang ke rumahmu sesering Samuel mengunjungi pacarnya." Daniel yakin ia mendengar Jihoon terkikik kecil sebelum meraih satu tangannya yang bermain di helai rambut miliknya.

Jihoon membiarkan jemarinya tenggelam dalam sela jemari Daniel yang lebih besar.

"Seperti ini sudah cukup bagiku. Asalkan bersamamu, itu terasa menyenangkan untukku." Jihoon tidak bohong dan tidak sedang berusaha membual.

Dirinya tak begitu menggebu untuk memaksa Daniel berubah menjadi sosok pacar yang sesuai keinginannya lalu merengek ketika Daniel lebih memilih gila bekerja.

Bentuk artian berkencan baginya tidak harus makan malam di tempat mewah atau pergi ke bioskop setiap akhir pekan dan mungkin juga menelepon hampir sepanjang hari. Duduk di depan senja hangat dengan saling menggenggam seperti ini pun terasa bahagia.

Daniel tak pernah lupa memberi kabar dan mengingatkan hal kecil, terkadang mengirim pesan konyol yang membuat Jihoon menggeleng heran.

Apapun, asal bersama Daniel di sampingnya Jihoon tak akan peduli perkataan orang lain.

"Aku pernah mendengar Samuel mengejekmu. Dia bilang seorang Park Jihoon seolah tidak punya kekasih karena pacarnya yang tampan lebih suka menghabiskan waktu dengan pekerjaannya." Daniel belum berhenti membawa topik itu. Terdengar menggelikan ketika ia merajuk kecil seperti ini.

Dalam dirinya ada perasaan bersalah pada Jihoon, sebagian lain membenarkan perkataan Samuel. Daniel hampir selalu disibukkan dengan pekerjaan tapi ia sungguh beruntung memiliki Jihoon di sisinya.

"Poin pentingnya adalah Samuel mengakui bahwa pacarku sangat tampan." jawab Jihoon, terkekeh lucu. Daniel gemas dan semakin mengeratkan pelukannya. Ia tertawa lebar sore itu, bersama Jihoon dan tawanya yang manis.

Ia sangat mencintai Jihoon. Tidak peduli sebosan apa orang mendengar penuturannya. "Jangan dengarkan Samuel. Dia hanya kurang kerjaan saja." balas Jihoon. Daniel tersenyum lagi dan mencuri sebuah kecupan di pipi gembil kekasihnya.

Daniel berjanji dalam hati untuk menyisakan satu celah di antara kepadatan jam kerjanya dan menikmati waktu bersama Jihoon, seperti saat ini.

Jihoon bisa saja bosan karena selalu dinomor duakan pekerjaan dan Daniel tak pernah siap jika ia putus dengan Jihoon karena sibuk bekerja.

Tak akan pernah. Jihoon adalah hidupnya dan nafasnya.

"Aku takut kau akan pergi meninggalkanku." lagi, Jihoon mengangkat kepalanya dari bahu Daniel setelah mendengar kalimat itu meluncur.

Tangannya mengelus pipi Daniel dan pemuda itu memandangnya begitu lembut dan penuh kasih. "Aku tak akan pernah meninggalkanmu." sahutnya.

"Sampai kapan pun?"

MANEUVER (DANIEL, JIHOON)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang