SEMBILAN

33 14 9
                                    

Malam yang dingin. Itulah satu hal yang dapat Peppermint katakan jika diminta mendeskripsikan cuaca saat ini. Mereka berdua sedang berada di atas atap gedung, menggunakan jaket dan syal masing-masing, berdiri di dekat pagar pembatas.

"Apa kau selalu menonton dari sini?"

Bubble Gum menggeleng. 'Ini pertama kalinya aku di sini,' jawabnya sambil tersenyum lebar. 'Biasanya aku hanya menonton sendirian di kamar,' lanjutnya lagi.

Peppermint mengerjab, sedikit kesulitan menangkap gerakan Bubble Gum, tapi ia dapat menangkap maksudnya. Dia melihat ke bawah, beberapa suster tampak mempersiapkan kembang api dengan pasien lain. Uh, semua yang ada di sana adalah anak-anak. Bubble Gum pasti merasa sedikit canggung karena dialah yang paling tua.

"Malam ini kau tak lagi sendirian." Peppermint berucap sambil tersenyum lembut, membuat Bubble Gum terpana dan memalingkan muka. Namun di detik berikutnya, gadis itu menunjukkan senyum bahagia yang sangat lebar.

"Teri-ma ka-sih, Pe-pper!"

Duar!

Bertepatan dengan ucapan Bubble Gum, meluncurlah sebuah kembang api.

Keduanya pun sontak mendongak, menyaksikan bunga api yang terlihat sangat indah di langit. Bahkan Peppermint tak bisa melepas tatapannya hingga kembang api kedua dan ketiga.

"Indah seka--!"

Peppermint seolah kehilangan kata-kata saat ia menoleh pada Bubble Gum, dia melihat air mata sudah mengalir di pipi gadis itu. Baru saja ia ingin bertanya, Bubble Gum sudah menoleh padanya, masih tersenyum. 'Indah, ya?' Kemudian Bubble Gum kembali melihat langit, ia tertawa senang. Gigi kelincinya terlihat jelas, matanya menyipit dengan tulang pipi yang naik, jangan lupakan sudut bibir yang terangkat tinggi. Bubble Gum tampak sangat bahagia.

Peppermint mengangguk, lalu mengikuti arah pandang Bubble Gum. Ikut tersenyum mendengar tawa gadis itu. Masih ada sekitar lima kembang api lagi sampai akhirnya langit kembali gelap, hanya diterangi oleh cahaya bulan.

Suasana hening. Peppermint memperhatikan Bubble Gum yang sedang mengusap air matanya. Ia hanya tak menyangka, melihat kembang api akan sebegini menyenangkannya bagi Bubble Gum hingga ia menangis.

"Pe-pper!"

"Ya?"

"Te-rima ka-sih!" Bubble Gum berseru terbata, tetapi bibirnya yang tersenyum membuktikan bahwa ia bahagia dapat menyampaikannya.

Peppermint mengangguk. "Terima kasih kembali, Bubble Gum." Ia tersenyum, entah kenapa Peppermint merasa bebannya sedikit terangkat. Ia bahkan tak menyangka dapat tersenyum lagi.

Peppermint mengerutkan kening saat melihat Bubble Gum membuat gerakan yang tak ia ketahui. "Aku tak mengerti, bisakah kau menuliskannya?"

Buru-buru Bubble Gum mengeluarkan notesnya.

'Besok aku akan dioperasi.'

Mata Peppermint melebar, menatap tulisan itu kemudian wajah Bubble Gum yang tersenyum getir.

'Jantung koroner.'

Kali ini Peppermint terdiam, pertanyaannya sudah dijawab. Agaknya ia mulai mengerti sekarang. Kenapa Bubble Gum bisa menjadi pasien veteran, dan apa yang terjadi padanya sore tadi. Tapi jika ia operasi besok, bukankah seharusnya Bubble Gum tak ke mana-mana malam ini?

Peppermint kembali menatap Bubble Gum yang menunduk. Ini tak seperti dia yang biasanya.

"Semangat!"

Suara itu seolah menegakkan kepala Bubble Gum. "Kau pasti bisa, Bubble Gum! Aku yakin itu." Peppermint mengepalkan tangannya ke atas, kemudian menggerakkan kursi rodanya agar lebih mendekat pada Bubble Gum. Ia meraih tangan kurus Bubble Gum yang tak memegang buku. Menggenggam tangan itu pelan, Perppermint mendongak. Ia menatap lembut Bubble Gum tepat di mata, kemudian kembali berkata, "Aku mendukungmu."

"Uhm!" Bubble Gum tersenyum lagi, air mata kembali mengalir di pipinya. Ia membalas genggaman Peppermint pada tangannya. Erat namun lembut.

***

Bangau Hijau [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang