ENAM

31 15 4
                                    


Hari ini Peppermint kembali menemukan Bubble Gum mengintip ke dalam pintu kamarnya sebelum bergegas untuk masuk. Pemuda itu baru saja selesai sarapan. Gadis itu masuk diikuti suster Bella di belakangnya. Peppermint tersenyum tipis pada Bubble Gum, ia melakukan gestur 'hai' mengahasilkan wajah terkejut Bubble Gum yang lucu.

"Iya, Pepper belajar bahasa isyarat kemarin, demi kau." Suster Bella menjelaskan sambil berbahasa isyarat, Peppermint sedikit aneh dengan kata 'demi kau', tetapi ia tak begitu keberatan. Sayangnya pemuda itu melewatkan semburat merah di pipi Bubble Gum.

Gadis itu menyodorkan sebuah origami bangau—yang tidak seperti bangau sebenarnya—pada Peppermint ketika ia sampai di pinggir tempat tidur.

"Gummy bilang dia mau mengajakmu berkeliling rumah sakit hari ini. Kau mau, 'kan?"

Peppermint menerima bangau itu. Ia bergumam, "Terima kasih." lalu menatap Bubble Gum dan gigi kelincinya yang tersenyum sambil mengangguk dengan semangat. Keliling rumah sakit? Tidak buruk juga. Lagipula seminggu yang lalu Peppermint hanya mengurung diri di kamarnya, jadi dia tak begitu mengenal tempat ini.

"A-yo!"

Peppermint mengerutkan dahinya saat mendengar suara melengking itu. Ia pun menoleh pada Bubble Gum, ternyata yang tadi suaranya. Terdengar lucu dan patah-patah, tetapi memberikan kesan menggelitik yang menyenangkan di perut Peppermint.

"Gummy, kelilingnya di gedung ini saja, ya," saran suster Bella mengingat rumah sakit ini memiliki beberapa gedung, tak mungkin mereka akan mengunjungi semuanya. Bubble Gum mengangguk patuh.

Setelah Peppermint duduk di kursi roda, keduanya pun keluar dari kamar. Bubble Gum mendorong kursi Peppermint dan kali ini tanpa penolakan sama sekali. "Kalau kau capek, biarkan aku saja," ujar Peppermint merasa tidak enak. Bagaimanapun juga, dia pasti lebih berat dari Bubble Gum yang kurus dan kecil.

Bubble Gum seolah tak mendengarnya. Peppermint akhirnya pasrah saja, ia memilih duduk tenang sambil sesekali memainkan bangau hijau yang tadi diberikan oleh gadis itu. Bubble Gum sepertinya suka sekali pada origami, tapi sekali lagi Peppermint harus jujur mengatakan bahwa lipatannya sangat buruk.

Berbagai tempat sudah mereka kunjungi, dari ruang bermain, ruang suster, kantin, ruang tunggu, hingga kamar mandi. Sepanjang perjalanan, Bubble Gum pasti akan disapa maupun menyapa siapa saja yang lewat. Gadis itu tampak benar-benar mengenal tempat ini. Peppermint diam-diam kagum, ia jadi penasaran sudah berapa tahun Bubble Gum berada di sini? Apa lebih dari sepuluh tahun?

Omong-omong, di sini banyak sekali anak kecil. Peppermint rasa mereka berdualah yang paling tua.

Kini mereka sedang berada di depan pintu yang terletak di ujung lorong lantai satu. Pintunya besar, dan seperti yang selalu Peppermint lakukan, ia akan mendongak untuk membaca papan nama.

"Ruang Operasi?"

Peppermint rasa ia salah lihat saat menyadari senyum Bubble Gum sempat menghilang. Tapi sudut bibir itu kembali naik saat menoleh padanya, membuat Peppermint yakin bahwa Bubble Gum sudah cukup lelah. Sepertinya sudah jam makan siang.

Bubble Gum membuat gerakan seperti orang yang sedang makan menggunakan sendok dan garpu. Peppermint mengangguk. "Iya, aku lapar. Biar aku saja, kau pasti lelah." Kali ini Peppermint dengan tegas menolak Bubble Gum untuk mendorong kursi rodanya.

Di perjalanan kembali ke kamar, mereka bertemu dengan seorang suster yang sedang membawa makanan untuk setiap pasien. Bubble Gum dengan semangat mengatakan bahwa mereka ingin makan di luar, bukan di kamar masing-masing. Jadilah sekarang keduanya sedang duduk di ruang bermain yang sepi. Tentu saja, pasien lain sedang berada di kamar, makan siang atau tidur.

Di tengah makannya, Peppermint mengembuskan napas. "Enak sekali ya, mereka yang masih punya kaki." Barusan seorang anak—mungkin keluarga pasien baru saja lewat sambil berlari. Disusul oleh dua orang dewasa yang pasti orang tuanya. "Aku yang sekarang tak lagi berguna, hanya bisa merepotan orang."

Bubble Gum menghentikan makannya, menatap Peppermint dengan wajah marah. Dia menggeleng-geleng keras, menggoyang-goyangkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri seolah menasihatinya untuk tidak berkata seperti itu.

"Tapi ini berat sekali, Bubble Gum. Aku merasa tak ada gunanya lagi aku hidup."

Perkataan itu membuat Bubble Gum menggebrak meja, menatapnya tajam sambil menggeleng keras.

'Jangan bilang begitu!'

"Memang kau tahu apa? Kau hanya tuli, kau masih bisa mendengar dengan bantuan alat, berjalan, berlari, kau masih punya keluarga! Kau tak akan mengerti perasaanku yang kehilangan semuanya dalam sekejab. Aku berharap mati saja, tapi apa?! Aku masih hidup dan menderita!" Peppermint terengah-engah, dia menatap tajam Bubble Gum yang kini bungkam. "Aku pergi." Peppermint menggerakkan kursi rodanya ke luar ruangan. Meninggalkan Bubble Gum yang kini menunduk.

Bahkan saat Suster Bella muncul dan menatapnya penuh tanya, Peppermint hanya mengatakan bahwa ia ingin sendiri.

***

Bangau Hijau [COMPLETED]Where stories live. Discover now