SATU

86 21 7
                                    


            Sore ini terasa agak dingin. Daun-daun maple kecokelatan berguguran diterbangkan embusan angin. Sebuah daun tampak tergiling oleh sebuah roda membuat suara pecah seperti kerupuk terdengar cukup nyaring.

Kursi roda.

Ternyata benda itulah yang melindas si daun malang. Di atasnya duduk seorang pemuda berwajah dingin dengan perban yang membalut kepalanya. Pergelangan tangannya juga dibalut benda putih yang sama, dan jangan lupakan sudut bibirnya yang sedikit membengkak.

Peppermint Lenheim namanya.

Matanya tampak kosong menatap langit kelabu, aroma rumah sakit yang menyengat ia abaikan begitu saja. Tatapannya jauh, pikirannya menerawang, bola matanya masih tak lepas dari langit yang mulai menggelap.

Pluk

Mata Peppermint membesar kala sebuah pesawat origami jatuh ke pangkuannya, segera saja ia menoleh ke sekitar. Ia memegangi telinganya, berusaha menajamkan pendengaran. Dia hanya berharap ini bukan dari orang iseng yang berniat menganggu. Sungguh, Peppermint sedang tak ingin menemui siapa pun sekarang.

"Siapa?" sahutnya ragu.

Apa suaranya benar-benar keluar? Karena ia hanya mendapati keheningan yang membuat dadanya sesak.

Peppermint nyaris terlonjak tatkala seorang gadis yang mungkin seumuran dengannya muncul dari arah kanan, wajahnya tampak sangat ceria, mendekat pada Peppermint dengan senyum yang terkembang.

Pemuda itu memalingkan wajah, suasana hatinya yang sedang tak baik tidak cocok dengan gadis ini. Apalagi nanti dia akan berbicara. Peppermint tidak mau berbicara, tidak ketika ia bahkan tak yakin suaranya terdengar.

Tetapi wajah gadis berkulit putih pucat itu tetap muncul di depan matanya. Menatapnya kesal, Peppermint menjauhkan wajah dan ia baru sadar gadis itu mempunyai gigi kelinci yang cukup lucu.

Kalau saja keadaan tidak seperti ini, mungkin Peppermint sudah tertawa.

Gadis itu tersenyum, tangannya terangkat menuju dahi kanan lalu bergerak ke depan, kemudian disusul oleh gerakan lain, cepat, dan tampaknya memiliki maksud tertentu.

Hasilnya kening Peppermint mengerut.

Sadar tak mendapat tanggapan, gadis itu membulatkan mulutnya. Menunjukkan jari telunjuk bagai mendapat ide, ia pun pergi meninggalkan Peppermint.

Dia sedang apa? Menyuruhku menunggu?

Angin musim gugur bertiup lagi, membuat Peppermint merapatkan jaket yang ia kenakan. Sekarang ia kembali sendiri, dalam keheningan yang janggal. Pemuda itu mengambil pesawat kertas origami berwarna hijau di pangkuannya. Lipatannya sangat buruk.

Kepalanya terangkat, ia masih sendiri. Untuk apa lagi dia berada di sini?

Mengepalkan tangan, Peppermint baru saja akan beranjak pergi saat matanya menangkap bayangan gadis tadi yang sedang berlari dengan susah payah. Dan yang menarik perhatian Peppermint adalah, sebuah notes yang dipegangnya.

Setelah sampai di hadapan Peppermint yang menatapnya aneh, gadis itu segera mengeluarkan pena dan menulis sesuatu, kemudian menunjukkannya pada pemuda yang duduk di atas kursi roda.

'Halo!'

Peppermint hanya diam, bahkan ketika senyum si gadis mulai luntur. Ia tampak belum menyerah, kembali menulis dan menunjukkannya lagi.

'Namaku Bubble Gum. Namamu siapa?'

"Kau mengejekku?" Peppermint tak yakin apa kata-kata itu benar terucap dari bibirnya, namun jawaban selanjutnya dari Bubble Gum sungguh mengejutkan.

'Aku tidak bisa berbicara.'

Senyum getir Bubble Gum hanya bertahan satu detik sebelum kembali menjadi senyum ceria yang jujur membuat Peppermint kehilangan kata-kata.

***

Bangau Hijau [COMPLETED]Where stories live. Discover now