25th

6.6K 243 1
                                    

Fernandes POV

Aku melepas dasi yang mencekik leherku ini dengan paksa, lalu melemparnya asal-asalan. Aku juga melepaskan sepatu beserta kaus kaki dan menendangnya ke sembarangan arah. Tiba-tiba saja rasa panas menjalar ke seluruh tubuhku, padahal pendingin ruangan telah dinyalakan. Dengan tergesa-gesa, aku melepaskan kemeja putih yang ku pakai dan melemparnya ke atas sofa. Tak ku pedulikan lagi bahwa kamar dan diriku sama kacaunya. Pikiran tentang kepergian Amara dan juga pengkhianatan Flothea benar-benar membuat emosiku terkuras. Entah apa salahku pada mereka hingga mereka berani kabur dari rumah ini.

Segala upaya telah kulakukan untuk menemukan mereka. Namun, hingga kini belum ada petunjuk apapun. Aku curiga bahwa ada yang membantu mereka. Tak lama ponselku berbunyi dan menampilkan nama 'Catherine' di sana. Aku baru teringat bahwa tadi Cath sempat menawarkan diri untuk mencari Amara.

"Halo," sapaku.

"Halo, tampan... By the way, aku tidak mau basa-basi jadi langsung saja, ya. Aku berhasil menemukan Flothea."

Sedikit harapan muncul dalam diriku. Dengan antusias aku bertanya. "Di mana mereka sekarang?"

"Aku tidak bisa membuat Flo membuka mulutnya. Dia bertekad untuk menutup mulut soal keberadaan Amara."

"Shit! Beritahu aku di mana kalian sekarang. Biar aku yang berbicara pada anak nakal itu," desakku. Kali ini kesabaranku telah habis. Flothea benar-benar menantang kakaknya ternyata.

"Aku bisa mengurusnya. Kau cukup menunggu kabar dariku."

"Aku tidak bisa diam saja, Cath. Aku tidak mau didahului oleh Romeo."

Terdengar suara decakan di sana dan aku bisa membayangkan ekspresi kesal Catherine sekarang.

"Memangnya Romeo itu siapanya Amara? Sainganmu untuk mendapatkan amara? Kupikir Amara tidak cocok untukmu."

Rasa dongkol menghinggapi diriku saat mendengar komentar dari Catherine. Cocok tidaknya Amara untukku tentu saja aku yang tahu dan aku yang menentukan. "Bukan. Romeo adalah saudara tiri Amara, sekaligus musuh bebuyutanku."

"Oh..."

"Jadi, bisakah kau memberitahuku di mana Flo sekarang?" tanyaku dengan lembut.

Terdengar suara helaan napas di sana. "Fine! Akan kukirim lokasinya nanti."

Aku tersenyum miring lalu mengakhiri panggilan itu. Pandanganku menerawang ke luar jendela. Melihat danau buatan yang terdapat di mansion ini. "Aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa kau akan menjadi milikku seutuhnya."

***

Author POV

Flo berusaha melepaskan ikatan tangannya tanpa mempedulikan rasa sakit pada pergelangan tangannya ataupun mungkin lecet di sana. Saat ini Flo dikurung di sebuah ruangan serba putih dan dia terduduk di tengah ruangan. Kedua matanya ditutup dengan kain hitam sehingga membuatnya sulit melihat dan hanya mengandalkan pendengarannya saja.

Tadi setelah mengantar Amara, dia berniat untuk bersembunyi sementara waktu tapi nasib sial menimpanya. Beberapa mobil hitam mengikutinya dari belakang dan dengan sengaja menembak ban mobilnya, lalu menarik paksa dia untuk ikut dengan mereka semua. Flothea sudah berusaha melepaskan diri, tapi dirinya yang hanya gadis biasa tidak mungkin mampu melawan semua pria itu dengan total sepuluh orang. Baru beberapa menit lalu seorang pria dengan wajah datar mengintrogasi dirinya mengenai ke mana Amara pergi. Tentu saja Flo menutup mulut rapat-rapat karena dia sudah berjanji untuk melindungi Amara. Flo yakin pasti mereka semua adalah orang suruhan yang bisa saja dikirimkan oleh Romeo ataupun Fernandes.

Terdengar suara pintu terbuka dan Flo mulai bersikap waspada. Terdengar suara langkah kaki menggema setelah terdengar suara pintu tertutup. Flo semakin berusaha melepaskan tangannya dan mungkin kini dia terlihat seperti cacing kepanasan, tapi dia tidak peduli. Yang jelas harus bisa bebas dari tempat terkutuk ini. Menurut instingnya, seseorang telah berdiri tepat di depannya dan menatapnya dengan tajam atau mungkin membunuh. Seketika aura disekitanya berubah mencekam dan membuatnya gugup sekaligus takut.

Tiba-tiba saja kain yang menutupi matanya terbuka. Flo mengerjap-ngerjapkan matanya berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya di ruangan itu. Saat pandangannya mulai jelas, Flo menahan napasnya saat melihat sosok itu. Pria jangkung yang berdiri di depannya dengan tatapan permusuhan.

"Bernapaslah..." Suara serak tapi seksi yang sangat dikenalnya.

Flo menarik napas sepanjang mungkin lalu menghembuskannya perlahan dan begitu seterusnya hingga pria itu menggerutu kesal. Well, Flo sengaja melakukannya untuk membuat pria itu kesal hingga tidak akan bertanya apapun padanya.

"Flothea Hugo..."

Flo menghela napas kala mendengar nama lengkapnya. Dia paham betul situasi saat ini. Jika kakaknya sudah menyebutkan nama lengkapnya, maka tamatlah sudah riwayatnya.

"Aku tidak akan berbasa-basi ataupun luluh padamu. Jadi, sebaiknya katakan di mana Amara berada sekarang."

Flo menggeleng. "Aku tidak akan mengatakannya."

Fernandes menggertakkan giginya dan kedua tangannya mengepal. Andai Flo adalah pria, mungkin Fernandes sudah melayangkan satu pukulan telak padanya tanpa mempedulikan bahwa saat ini yang ada di hadapannya adalah adiknya sendiri.

"Jadi, kau tetap keras kepala?!"

Flo mengangguk lalu menaikkan dagunya bermaksud menantang seorang Fernandes Hugo.

Fernandes berdecih kesal lalu membalikkan badannya. "Baiklah, jika itu maumu. Kalau begitu kau akan terus menginap di sini sampai kau mau menjawabnya."

Kedua mata Flo terbelalak saat mendengar kalimat sinis dari kakaknya itu. "Kau tidak bisa melakukan ini semua!!!"

"Nyatanya aku bisa," ucap Fernandes sebelum menutup pintu dengan rapat.

Flo mengumpat kesal lalu menendang-nendang kakinya di udara. "Shit! Dasar kakak durhaka! Aku tidak akan sudi terus berada di tempat ini."

***

Catherine memeluk mesra lengan Fernandes saat pria itu baru keluar dari ruangan di mana adiknya dikurung. "Nampaknya gagal," ucap Catherine menebak.

"Menurutmu bagaimana?" tanya Fernandes dengan sinis.

Catherine terkekeh lalu sebelah tangannya yang bebas mengelus dada bidang Fernandes.

"Dia tidak akan betah dan paling sebentar lagi dia akan buka mulut."

Fernandes menggeleng. "Dia gadis yang keras kepala."

Catherine terkekeh lagi. "Tidak ada bedanya denganmu. Lagipula untuk apa kau bersusah payah mencari wanita itu? Dia sama sekali tidak penting."

Fernandes menarik tangannya lalu menatap Catherine tajam. "Dia penting bagiku."

Catherine berdecih lalu segera berjalan meninggalkan Fernandes yang masih berdiri di tempatnya.

***

Catherine terkejut saat melihat siapa yang tengah bersandar di mobilnya. "Kau yang waktu itu, bukan?"

Romeo tersenyum miring. Matanya menatap Catherine dengan menusuk. "Jadi, kamu majikan dari orang-orang yang membawa Flothea?"

Catherine tersenyum kecut. "Dan kau yang selalu mengejar Amara, bukan?"

Romeo melihat kedua tangannya. "Aku hanya ingin membawa saudariku pulang."

Catherine menaikkan sebelah alisnya. "Kalau begitu, kamu juga akan membawa Amara pergi menjauh dari Fernandes, bukan?"

Romeo menganggukkan kepalanya. "Memangnya kenapa?"

Catherine menjentikkan jarinya. "Aku ingin Amara pergi jauh dari hidup Fernandes."

Romeo lagi-lagi tersenyum miring. "Bagus! Kalau begitu kita kerjasama."

Tanpa mereka sadari, jika Fernandes telah mendengar semuanya. "Shit! Kamu pengkhianat, Cath."




To Be Continue....

My Sexy Lady | ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang