4th

13.1K 362 7
                                    

Amara menjatuhkan bokongnya di sofa panjang di ruangan manager-nya.

"Ah! Kebetulan banget kamu di sini, Amara." Ucap Anneta Hamli Wijaya—manager sekaligus sepupu Amara dan kakak dari Fabian.

Anneta duduk di sebelah Amara, lalu meletakkan dua kaleng minuman di atas meja.

"Ada apa, Kak? Kamu terlihat sangat senang," tanya Amara sambil meraih satu kaleng minuman itu.

"Kamu dapat job besar, Amara. Yuhuu!!!" ucap Anneta girang.

"Wait! Job dari mana? Model, syuting, atau apa? Terus, honornya? Kakak sudah menyetujuinya?" tanya Amara beruntun, kemudian meneguk minumannya.

"Satu-satu dong, Ra. Kamu diminta menjadi model iklan dalam produk kosmetik. Nah! Honornya itu lumayan banget. Lima kali lipat dari honor kamu sebelumnya," jawab Anneta antusias.

Amara menaikkan sebelah alisnya, lalu meneguk minumannya lagi. "Wow... Sepertinya orang itu kaya raya hingga berani menghabiskan uang sebanyak itu."

"Tentu saja. Orang itu dari Hugo Company dan aku sudah tanda tangan kontrak."

Amara mengetuk-ngetuk dagunya dengan telunjuknya. "Hugo? Terdengar familiar di telingaku."

"Pasti kamu pernah lihat di majalah atau televisi. Tidak mungkin kamu tidak tahu soal Hugo Company."

Amara menggeleng pelan. "Kakak tahu 'kan kalau Amara tidak peduli pada yang namanya popularitas atau semacamnya. Amara itu dari dulu sukanya baca novel atau komik bukan majalah."

Anneta hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Lalu, memperhatikan layar tablet yang sedari tadi dipegangnya.

"Sebaiknya sekarang kita persiapkan pemotretan hari ini," ucap Amara mengalihkan pembicaraan.

"Baiklah," ucap Anneta lalu berdiri dan keluar ruangan.

Amara meletakkan kalengnya di atas meja lalu berpikir sejenak. "Kenapa nama Hugo tidak asing dipikiranku, ya?"

***

"Satu.. Dua.. Tiga.."

Ceklek!

"Ok.. Ganti pose!"

"Satu.. Dua.. Tiga.."

Ceklek!

"Good. Kita break dulu."

Semua anggota mulai mencari tempat duduk masing-masing. Amara sendiri bergegas berjalan ke ruangan Anneta. Dia membuka pintu ruangan Anneta dan langsung duduk di sofa yang ada di sana.

Anneta yang menyadari keberadaan Amara segera meraih air mineral di kulkas dan menyodorkannya kepada Amara. Amara meneguk air mineral yang diberikan Anneta tadi olehnya.

"Ra, besok jam 10 pagi kamu dimintai untuk pergi ke Hugo Company," ucap Neta tiba-tiba yang sudah duduk di sebelah Amara.

"Ck! Kakak sudah menyetujuinya, lalu kenapa mereka menyuruhku ke sana? Pemotretan 'kan seminggu lagi."

"Sejujurnya aku juga memikirkan hal yang sama, akan tetapi kali ini CEO Hugo Company ingin bertemu langsung dengan kamu. Oh, ya! Ku dengar dia masih muda dan tampan, loh."

Amara memutar bola matanya dan kembali meneguk air mineral di tangannya. "Aku tahu akan lari ke mana penjelasan Kakak."

Anneta menggeleng kecil sambil bersedekap. "Mau sampai kapan kamu terkurung dalam masa lalu, Ra? Move on dan kamu akan bahagia."

Amara hanya diam seolah tidak mendengar ucapan Anneta.

"Amara..."

Amara melirik jam dinding di ruangan Anneta, lalu berdiri. "Bilang sama dia bahwa aku tidak mau bertemu. I'm so busy jadi lain waktu saja."

"Sibuk apa sih, Ra?" kesal Neta sambil mengerucutkan bibirnya.

"Besok aku mau menjenguk Nendo," lirih Amara sambil memejamkan matanya.

Anneta tidak berkomentar apa-apa. Amara membuka matanya, lalu berjalan keluar dari ruangan Anneta. Anneta menghembuskan napas kasar, lalu memperhatikan tabletnya.

***

Amara melangkahkan kakinya dengan cepat menuju basement di mana mobilnya berada. Rasanya hari ini sungguh melelahkan. Dia ingin segera pulang dan berendam untuk merilekskan kembali tubuhnya.

Tiba-tiba dari arah berlawanan seseorang berlari kencang hingga menabrak Amara. Dengan terpaksa bokong Amara harus mencium dinginnya lantai keramik. Sialnya lagi! Orang yang menabrak Amara sudah hilang dibalik lift tanpa sedikit pun menolong Amara. Para kru berbondong-bondong ingin membantu Amara, tapi gadis itu langsung melempar tatapan tajam pada mereka. Membuat nyali mereka menciut seketika. Sungguh Amara sangat kesal saat ini.

Amara bangkit berdiri dan segera berjalan menuju mobilnya sembari mengumpat siapapun yang menabraknya tadi.

"Sungguh sial! Sial! Sial! Siapa sih orang kurang ajar itu yang sudah berani membuatku malu?! Parahnya tidak ada sedikitpun kata maaf atau berniat menolong! Apa dia tidak tahu dia berhadapan dengan siapa?! Inilah ciri-ciri orang yang tidak berpendidikan! Tidak punya etika!" maki Amara sembari menendang ban mobil yang tak bersalah.

Drrtt.. drrttt...

"Siapa lagi yang menelepon?" gumamnya seraya mencari ponselnya di dalam tas. Nama Anneta tertera di sana. Amara memutar bola matanya malas lalu mengangkatnya.

"Halo... Ada apa lagi?"

"Kamu lagi di mana? Belum pulang, 'kan? Soalnya CEO Hugo Company ada di sini dan dia mau bertemu kamu," ucap Neta terdengar berbisik.

Amara mendengus kesal. "Aku sudah lelah, Kak. Bukankah janjiannya besok pagi? Suruh pulang saja! Aku mau pulang."

"No! Mana bisa kakak menyuruh orang sepenting dia pulang begitu saja. Bisa-bisa karir kita hancur karena dicap tidak professional."

"Karir hancur bukan berarti masa depan kita suram, Kak. Kita juga berpengaruh di negara ini. Dia tidak bisa seenaknya," sergah Amara cepat.

"Sudah! Jangan banyak cakap! Pokoknya kamu harus kembali ke sini segera. Kakak beri waktu 5 menit." Setelah mengucapkan itu, sambungan telepon punterputus.

Lagi-lagi ban mobil harus menjadi sasaran amukan Amara, dia menendang ban itu tanpa memperdulikan kakinya yang kesakitan. Setelah puas, Amara pun berjalan kembali ke dalam kantornya.


To Be Continue...

My Sexy Lady | ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang