Part 13

18 2 0
                                    

Bel sekolah sudah lima menit yang lalu berbunyi. Tapi, aku masih tetap berada di dalam kelas. Bukan menunggu Sean, tapi menunggu Angga. Sedari tadi, ponselku bergetar mendapat notif dari Sean. Tak berniat membuka pesannya, karena aku tahu pasti Sean saat ini sudah menungguku di pintu gerbang.

Aku merebahkan kepalaku di atas tas yang kutaruh di atas meja. Sungguh menjengkelkan menunggu Angga yang datang sangat lama. Dan entah sejak kapan, aku mulai memejamkan mataku.

Namun baru beberapa saat, terdengar langkah kaki berlari mengarah ke kelasku. Sontak, aku mengangkat wajahku dan melihat ke arah pintu.

BUK!!

Seseorang menabrak pintu kelasku. Ku lihat lamat-lamat orang itu, dan dia mulai menegakkan badannya.

"Reyna, maaf telat." Suara Angga membuatku tersadar.

Aku hanya tersenyum tipis. Entah apa maksudnya, aku tak merasakan sakit lagi ketika melihat wajah Angga. Perasaan sayang atau bahkan cinta pun, rasanya sudah benar-benar hilang dari hatiku.

"Rey, gw pengen ngomong sesuatu sama lo."

Angga melangkah mendekat ke arah kursiku. Berjongkok di samping kursiku menghadap ke arahku. Aku mengerutkan keningku ke arah Angga. Dan firasatku, Angga akan minta putus denganku.

"Gw minta maaf, Rey. Gw..." Suara Angga tertahan.

"Kenapa?" Tanyaku mengarahkan tubuh ke arah Angga yang berjongkok.

"Gw..." Suara Angga kembali terhenti. Namun kini, suaranya terdengar sedikit serak.

Satu detik. Dia masih diam.

Dua detik, masih sama.

Tiga detik, Angga masih tetap menunduk sambil menggenggam tanganku.

Dan ketika detik ke empat, aku tersadar. Ucapan Angga. Bukan lagi dengan sebutan aku-kamu, tapi sekarang?

Senyumku merekah. Sudah tahu dengan tanda-tanda yang seperti ini. Aku pun memegang tangan Angga balik.

"Gw tahu kok, Nga. Gw terima semua yang lo mau." Ucapku dengan perlahan.

Wajah Angga yang sebelumnya tertunduk, mulai terangkat melihat wajahku. Keningnya berkerut. Menatapku dengan tatapan herannya.

Aku melepaskan genggaman tanganku pada tangan Angga. Mulai mengambil tasku dan menyampirkannya di pundak kanan. Tersenyum kecut ke arah Angga, dan mulai beranjak dari tempat dudukku menuju pintu kelas.

Sebelum tubuhku benar-benar keluar dari kelas, aku memutar tubuhku ke arah Angga. Tersenyum dengan penuh makna yang aku yakin Angga tak mengerti apa itu.

"Selamat berbahagia dengan selingkuhanmu, Ngga."

Untuk terakhir kalinya aku tersenyum simpul ke arah Angga. Sungguh, sakit rasanya. Dan aku tidak mengerti, kenapa rasa sakitnya baru terasa sekarang. Hatiku terasa tertusuk dengan bilah bambu. Rasanya, hatiku sekarang sudah hancur, benar-benar hancur. Tak tahu bagaimana darahnya yang sekarang sudah habis terserap apapun.

Mataku perih. Dadaku sesak. Entah sejak kapan, pandanganku mulai memburam. Tertutup dengan genangan air mata yang masih tertampung di kelopak mata. Dan setetes air mata mulai mengalir melewati pipiku. Sebelum air mataku semakin banyak, secepatnya aku berlari menjauhi ruang kelas. Meninggalkan Angga yang kurasa masih terdiam di dalam sana.

Aku terus berlari menuruni anak tangga. Dan berbelok menuju parkiran. Namun belum sempat aku sampai di parkiran, tubuhku menabrak sesuatu. Terasa seperti tubuh kekar.

Aku yakin, ini pasti tubuh Sean. Karena tak mungkin masih ada orang di sekolah. Aku pun langsung memeluk tubuhnya. Dan tangisku semakin kencang.

"Kenap dia khianatin gw, Sean? Kenapa gw harus ngerasa sakit begini? Kenapa dia jahat sama gw? Gw masih mau cinta sama dia. Masih mau sayang sama dia. Tapi kenapa dia harus khianatin gw, Sean?"

Sincero ✓Where stories live. Discover now