Part 12

11 3 1
                                    

"Bunda?"

Bunda dan tante Mira saling bertatapan. Entah apa yang mereka pikirkan, namun tante Mira langsung bangun dari duduknya. Melangkah ke arahku dan memelukku dengan erat.

"Reynanya tante Miraa. Rindu." Ucap tante Mira memelukku erat.

Aku yang berada di dalam dekapan tante Mira mengatur nafasku yang terasa sesak. Entah karen apa, sesak dengan permainannya para orangtua, atau sesak karena dekapan tante Mira yang terbilang sangat erat.

Tak sengaja, air mataku menetes membasahi baju tante Mira. Sedikit isakan kecil yang membuat tante Mira melepaskan pelukannya.

"Reyna, kok nangis? Kenapa sayang?" Tanya tante Mira dengan suara yang terdengar khawatir. Tangannya bergerak mengusap air mataku yang mengalir di pipi.

"Siapa suruh gak bilang-bilang ke Reyna tentang beasiswa aku ke Inggris?" Tiba-tiba Sean datang dari balik pintu dan menghampiri tante Mira.

Tante Mira yang mendengar ucapan Sean langsung tersenyum. Begitu juga Bunda yang kini sudah di dekatku.

"Kejutan buat Reyna." Ucap Bunda santai sambil merangkul tubuhku.

Aku yang mendengar ucapan Bunda, langsung mengarahkan pandangannku pada Bunda. Menatapnya penuh kekecewaan. Sungguh, aku tidak suka kejutan seperti ini. Kejuatan apa yang bisa terjadi selama lima tahun lamanya? Alasan yang gak logis bagiku.

Bunda tersenyum ke arahku, memelukku erat seperti tante Mira memelukku tadi. Tangannya mengelus lembut rambut-rambut ku.

"Maafin Ayah, Bunda, tante Mira sama om Yudi, ya, Reyna. Gak bermaksud jahat ke kamu sampe kamu nangis berminggu-minggu, kok. Setiap Bunda mau kasih tau kamu, Bunda selalu ngerasa gak pas waktunya. Dan Bunda malah gak jadi ngasih tau tentang Sean sampe akhirnya dia udah pulang lagi deh. Maafin Bunda ya, Reyna, sayang." Bunda menjelaskan padaku dengan suara yang lembut.

Aku tak ingin memperbesar masalah ini. Aku memeluk tubuh Bunda. "Tapi jangan diulang lagi, Bun. Reyna capek nangis, tau." Ucapku dalam dekapan Bunda.

"Iya, sayang." Jawab Bunda sambil mengelus puncak kepalaku.

"Ya udah, ayuk, Rey. Temenin gw beli martabak. Mama dah ngidam banget, nih." Ajak Sean setelah mengambil kunci motornya.

"G ah. Cpk." Ujarku sambil berjalan ke arah sofa dan duduk disana.

"Apaan sih, Rey. Lo kira kita lagi chatan?"

"Bd."

Sean tak menghiraukan ucapanku. Ia mendekatiku dan langsung menarik pergelangan tanganku. Membawaku keluar rumah dan menyuruhku naik ke atas motor.

"Capek, Sean." Ucapku dimanja-manjakan. Berharap dengan begitu dia akan membiarkanku tetap di rumah.

"Abis ini gw pijitin." Ia tetap kekeuh dan menarikku mendekati motor. Hingga aku pasrah mengikuti kemauannya.

Selesai membeli martabak di tempat Pak Lukas, aku, Sean, Bunda, Kak Reno, dan tante Mira berkumpul di rumah Sean. Hingga ayah dan om Yudi pulang ke rumah dan ikut berkumpul bersama kami. Tanpa sadar, malam sudah semakin larut, dan aku serta keluargaku kembali ke rumah.

***

Untuk pagi ini, sejak bangun tidur hingga sekarang. Senyumku tak henti-hentinya merekah. Tahu karena apa? Karena pagi ini, hari ini, Sean akan mengantarku ke sekolah. Sudah sangat lama aku tak pergi ke sekolah bersamanya. Walau Sean hanya mengantarku sekolah, bukan untuk bersekolah di sekolah yang sama denganku, setidaknya itu bisa disebut ke sekolah bareng, kan?

"Iya apa iya, yang seneng, mah." Kak Reno menyendok nasi untuknya.

Senyumku terus merekah. Tak memperdulikan ucapan kak Reno barusan.

Sincero ✓Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ