Tujuhbelas

3.8K 502 10
                                    

"Gue?" Raka menunjuk dirinya sendiri, lima detik berikutnya laki-laki itu terkekeh dan merubah raut wajahnya menjadi serius, "Emang gue keliatan kayak cowok yang bakalan ninggalin cewek yang gue kejer dari gue masih SD sampe sekarang begitu aja apalagi dia hamil anak gue sekarang?"

April hanya mengedikkan bahunya. "Mungkin, kalo udah tau masa lalu Chilla yang banyak mainin laki, lo bakalan ngerasa puas udah naklukin Chilla terus ninggalin dia begitu aja. Dude, gue orang pertama yang bunuh lo sampe lo ngelakuin hal itu..."

"Santai aja, gue tau segimana liarnya masa lalu Chilla. Gue cuma perlu tau, apa yang Chilla lakuin ke kandungannya dulu. Oke?"

Perempuan itu mendesah dan kemudian mengangguk mengerti. Malas juga berlama-lama berdebat dengan Raka, pria muda di depannya ini sangat-sangat pintar membolak-balikkan kata-kata.

Raka memilih untuk menenangkan dirinya dengan meneguk minuman pesanannya, tidak mempedulikan April memesan minum atau tidak. Karena baginya, April adalah salah satu musuh yang akan mengancam hubungannya dengan Chilla.

Saking marahnya perempuan ini pada Chilla karena menikah dengan Raka, April sampai tidak datang di hari pernikahan mereka. Mungkin sampai sekarang juga istrinya belum berbaikan dengan April.

"Oke, Chilla hamil. 10 tahun yang lalu..." April melipat kedua tangannya dan memberikan tatapan remeh kepada Raka. "Yang gue tau, udah pasti anak itu cowok. Karena Chilla gak bakal ML sampe dia make sure dia gak hamil..."

Raka hanya menganggukkan kepalanya, membiarkan April melanjutkan penjelasannya karena tahu bahwa April tidak akan mau memberikannya jawaban kalau tiba-tiba Raka menodong dengan pertanyaan lain

"Dia nelfon gue, dari suaranya sih bahagia banget. Dan ya, over excitednya itu milih pindah ke apartement. Nodong temen kita yang lain buat checkup tiap minggu padahal sebesar toge doang..." April berusaha mengingat kembali betapa bahagianya Chilla saat awal kehamilannya dulu, "Tapi terus dia nanya gue, nelfon gue malem-malem. Gue gak gitu inget sih itu kapan. Dia tanya menurut gue dia harus gimana sama anak di kandungannya..."

Mereka terdiam cukup lama. April menghela nafas cukup berat karena sejujurnya dia sendiri merasa memiliki beban yang berat karena sudah mengatakan sesuatu kepada sahabatnya.

Raka bisa melihat dari raut wajah April, kalau perempuan itu adalah salah satu penyebab Chilla memilih untuk menggugurkan anaknya.

"Gue bilang kalo anak itu cuma bakalan bawa masalah buat dia. Kita masih muda, baru aja mulai cari kerja. Chilla yang lo tau sendiri kelewatan childish dan biatchnya gak mungkin bisa besarin anak sendirian. Apalagi soal keluarganya yang udah pasti bakalan marah besar sama Chilla dan detik itu juga bakalan nyuruh dia nikah paksa sama orang lain yang Chilla bahkan gak kenal siapa..."

Laki-laki itu memberikan pandangan seolah menanyakan apakah akhirnya Chilla memilih untuk aborsi dan anggukan pelan April akhirnya memberikannya jawaban

"Ya. Chilla milih aborsi..." April semakin dingin dan juga menelan ludah. Dia menghela nafas kemudian kembali mencoba menjelaskan, "Gue harap lo ngerti kenapa dia ngelakuin hal itu. Posisi Chilla emang gak bagus. Setelah itu yang gue tau, Chilla beli bunga Anyelir terus dia nguburin janinnya di sana. Gila, kan? Istri, lo..."

Raka tidak tahu harus berkata apa. Dia menatap kosong kepada meja dihadapannya begitu saja setelah mendengar penjelasan April. Dugaannya benar mengenai istrinya sendiri. Tapi siapa pria yang sudah membuat Chilla menjadi seperti itu?

"Jangan tanya gue..." April seolah menjawab pertanyaannya, "Gue gak tau siapa. Tapi yang jelas gue tahu dari penjelasan Chilla kalo itu cowok gak mungkin tanggung jawab ke Chilla. Gak mungkin mereka bakal kawin. Jadi Chilla milih gugurin anaknya. Makanya gue agak kaget sih pas gue tau dia stres gitu soal tanemannya"

"Mantan pacarnya?" Tanya Raka dengan tidak semangat. Cemburu, marah, kecewa dan takut adalah pencampuran emosi yang tiba-tiba saja menghantuinya. Chilla calon ibu yang jahat dan egois tapi juga wanita yang mampu membuat Raka bertekuk lutut untuk mendapatkannya.

"Bukan..."

Ah, jawaban itu menenangkan sekaligus membuatnya ketakutan. Raka menelan ludah sembari menatap kembali pada April.

"Gue gak tau 10 tahun yang lalu Chilla dimana, ngapain, sama siapa. Timingnya itu pas banget sama gue berangkat buat S2 terus Chilla gue gak tau deh dia kayaknya lagi muas-muasin diri baru bebas dari kuliah..."

Raka menganggukkan kepalanya

"Gue tau lo bukan orang yang sabar. Temen gue juga bukan orang yang bakalan ngejelasin semuanya. Dia tipe orang yang bakalan diem aja walaupun lo tinggalin dia. Chilla gak bakalan nahan terus minta lo bertahan..." April menghela nafasnya, "Kalo emang Chilla sayang banget sama bunganya, lo harus belajar nerima itu sama pelan-pelan jelasin ke dia kalo itu gak baik. Apalagi sekarang udah ada anak kalian dalem kandungannya. Lo bilang aja apa Chilla mau terus-terusan nangisin janinnya itu atau anak kalian yang ada karena kalian sama-sama pengen anak itu lahir ke dunia..."

IFMVIYWhere stories live. Discover now