Sembilan

6K 602 15
                                    

"Mantan gue yang kasih tau, lo sama akhirnya dilamar sama si Raka anak baru itu. Katanya mereka deket gara-gara nanyain hubungan lu ama gue..." Adnan menjelaskan dengan sedikit merapat kemudian berbisik pelan, "Mana calon laki lu?"

Chilla menyikutnya dengan cukup keras. "Diem atau gue gaplok pake sepatu gue"

"Gue Cuma---" Adnan membungkam mulutnya seketika saat melihat Raka datang dan menyela dirinya juga Chilla. "Tunangannya dateng..."

Chilla mendesis seketika, "Belom, ah!"

"Secepatnyalah..." Raka tersenyum kemudian menghela nafas dan beralih menatap Chilla, "Gosipnya udah nyebar, yang doain kita banyak dong?"

"Gue gak ngerti sama cara pikir lo, Ka. Jangan ngomong aneh-aneh, ya" Chilla mengancam dengan mengangkat sebelah tangannya dan memandang tajam

Raka melirik ke sekitarnya dan mencoba tersenyum. Pandangannya kembali lagi kepada Chilla dan selanjutnya mencari tangan Chilla untuk digenggam lagi. "Itu kenapa orang susah buat bangun komitmen, Chill. Kebanyakan mikir. Iya kan, Nan?"

"Jangan seret gue ke masalah rumah tangga kalian..." Adnan melambaikan tangannya.

Pintu lift terbuka dan kemudian Raka memutuskan untuk mengantarkan Chilla ke ruangannya. Sepanjang perjalanan, laki-laki itu tersenyum sumringah. Yah siapa sih yang tidak bahagia berhasil mendapatkan gadis pujaannya.

Chilla menatap dengan takut sekaligus sedih dan juga bahagia. Dia tidak yakin Raka akan terus bahagia begitu kalau misalnya pria itu mengetahui rahasianya. Jadi ketika melewati lorong menuju ruangannya. Chilla menarik pria itu untuk ke teras di dekat ruang istirahat kantornya.

"Gue mau nanya sama lo..."

Raka mempersilahkan Chilla untuk bicara terlebih dulu. Mencoba menghormati Chilla dengan memberikan waktu kepada perempuan itu dan tidak membantah ucapan si gadis.

Wanitanya terlihat gugup dan juga takut di saat bersamaan. Seperti ada ketakutan yang begitu kuat juga trauma di mata Chilla. Tapi dari sorot matanya, Raka yakin Chilla ingin dia maafkan.

"Tarik nafas dulu, aku tungguin..."

Chilla mencelos. Okelah, dia kenal Raka. Sejak dulu, sejak kecil, sejak mereka bertemu pertama kalinya, Raka sudah berhasil mengambil sedikit perhatiannya. Dia kenal betul siapa Raka dan bagaimana anak itu tumbuh besar. Begitu pula Raka, mengenal Chilla.

Pada dasarnya, mereka sama saja. Kalau boleh jujur, Chilla selama ini menunggu Raka dan ternyata pria itu datang ke hadapannya. Tidak menyangka Raka akan kembali kepadanya dengan cara seperti ini. Dulu Chilla pernah mengubur perasaannya sangat dalam demi Raka. Tapi Tuhan berkata lain. Disinilah Raka, pria yang sudah bertanya kepada orang tuanya untuk menjadikan Chilla sebagai pendamping hidupnya.

"Lo tau, kan? Gue bukan cwek yang suci kayak yang orang tua gue pikirin..."

Raka melirik ke sekitarnya, mengerutkan keningnya sesaat kemudian kembali menatap Chilla. "Bukannya gue udah tau dari dulu?"

"Ya,,," Chilla mengangguk beberapa kali, "Terus kenapa lo masih mau sama gue?"

"Because it's you, bukan orang lain..."

Bahu Chilla melemas. "Kenapa gue?" tanyanya dengan lirih

Raka menghela nafas dan kemudian menarik perempuan itu ke dalam pelukannya, membenamkan wajah Chilla ke dadanya yang sedang berdegub kencang, "Ampun, deh. Kenapa juga sama lo, ya?" kemudian mengeratkan pelukannya ketika Chilla berusaha berontak, "Gak romantis amat ngomong ginian di tempat kerja. Tapi kalo emang mendesak banget buat jawabannya, Chill. Asal kamu tau, aku pikir ngelepasin, relain kamu dulu pas aku nikah buat pertama kalinya, itu yang terbaik buat kita...

... Padahal, aku gak bisa. Toh, endingnya nama yang aku pengen dan aku sebut di doa aku itu cuma nama kamu, Chill. Gak ada yang bisa ngejelasin kenapa aku masih berharap sama kamu. Soalnya aku tau, deg-degannya juga karena kamu..."

Chilla melepaskan dirinya dari pelukan Raka dan menatap mata pria itu, "Gue pernah tidur sama banyak cowok, Ka"

"Sama gue juga, kan? Salah satunya?" Raka mencoba mencairkan suasana dan tersenyum kepada Chilla tapi perempuan itu malah menatapnya kesal, "Masa lalu kamu itu punya kamu, sepaket sama kamu, kenapa harus kamu khawatirin?"

"Because, i think you deserve more..."

"Kamu juga berhak dapet yang lebih baik dari aku, Chill..."

Mereka terdiam kemudian. Raka mencoba memahami arti pandangan Chilla yang menatap sedih kepada dirinya, sementara Chilla merasa semakin bersalah kepada Raka karena laki-laki itu ternyata bisa bersikap jauh lebih dewasa dari dirinya.

"Sekarang apa kamu mau terima aku yang apa adanya ini? Kamu tau gimana aku, Chill. Kalo kamu ngerasa aku kurang, dan bukan yang kamu cari, aku belajar relain kamu supaya kamu bisa bahagia sama pilihan kamu. Yang terbaik buat kamu..." kata Raka sambil membawa tangan Chilla menuju dadanya dan tersenyum

Raka sebenarnya sudah pasrah jika Chilla akan menolaknya dan lari dengan pria lain. Toh kalau Chilla bukan untuknya, dia masih bisa melihat Chilla bahagia dengan pria lain. Apapun itu kalau Chilla tersenyum, sepertinya cukup.

Chilla yang melihat ketulusan dalam tatapan Raka lantas mencoba menahan tangisnya tapi selalu gagal karena pada akhirnya dia malah memeluk Raka dan menangis dalam pelukan pria itu. "Aku mau pulang, aja..."

Raka mencium puncak kepala Chila dan mengusapnya lalu berkata, "Iya, sayang..."

IFMVIYDove le storie prendono vita. Scoprilo ora