Enambelas

3.9K 505 4
                                    

Chilla menyendokkan buburnya dengan pelan. Sudah beberapa hari ini dia tidak enak badan. Selain karena morning sickness yang dia derita, tetapi karena pikirannya masih saja terus beralih ke bunganya yang sudah dipotong itu.

Sedih, tentu saja. Raka menganggap itu hanya bunga biasa di saat Chilla begitu menyayangi bunganya. Bagaimana Chilla tidak stres, rasa bersalahnya begitu besar ketika mengetahui Raka sangat bahagia dirinya hamil. Dan ketika melihat bunganya kembali, mengingatkan dirinya bahwa dia sudah membunuh anak pertama mereka hanya karena pikiran kekanak-kanakkannya dulu.

Dia ingin mengatakannya, alasan kenapa dirinya begitu menyayangi bunga anyelirnya. Tapi dia takut, Raka akan marah dan membencinya. Dan melihat bunganya dipotong begitu saja oleh ibu mertuanya, membuat Chilla sakit. Konyol memang, tapi entah kenapa dia begitu sensitif untuk urusan itu.

"Makan, sayang..." Mamanya membelai puncak kepala Chilla dengan lembut, "Kamu ngidam? Apa mau makan yang lain?"

Chilla menggelengkan kepalanya dengan lemah. Memilih memeluk ibunya dan membenamkan wajahnya disana.

Mama tahu, putrinya itu menangis karena terasa dingin juga basah begitu saja. Sejak kejadian di rumah putrinya beberapa hari yang lalu, menantunya memutuskan untuk mengirim Chilla ke rumahnya. Raka meminta dirinya untuk merawat Chilla karena laki-laki itu takut kalau Chilla terlalu larut dengan bunganya itu.

Mama melepaskan pelukan Chilla dan kemudian menatap putrinya, "Mama... Maafin Chilla..."

Wanita itu mengangguk dan tersenyum, "Iya, kak. Tapi kamu gak boleh gitu lagi, ya? Gimana pun kamu gak boleh sehisteris itu lagi soal bunga kamu, oke?"

Chilla membuka mulutnya, ingin mengatakan kalau di sana ada anaknya tapi diam kembali. Dia takut Mamanya kecewa dengan kenyataan itu, dan memilih menunduk. "Aku gak bisa, Ma..."

"Chill..." Mamanya merubah nada suara menjadi lebih dalam dan menatap tajam. "Mama gak suka ya, kamu berlebihan soal itu. Okelah bunga itu sudah kamu rawat dari dia bijih sampe sekarang, tapi itu cuma bunga Chilla..."

"Buat, kalian itu cuma bunga. Gak buat aku..." Chilla mendesah pelan kemudian bangkit dari duduknya, "Aku mau tidur..."

"Makan kamu belum habis, Chilla. Inget sekarang kamu sedang hamil. Gak usah kayak anak kecil begini. Ngerti?!"

Chilla kembali duduk di kursinya. Menyendokkan dengan terpaksa bubur ayam itu ke dalam mulutnya. Mengusap perutnya yang masih datar dengan pelan sambil menahan marahnya. "Maaf, Ma..."

"Inget kamu lagi hamil. Jangan mikirin diri sendiri, pikir ada anak kamu di sana... Ngerti?!" Mama mendesah kemudian. Wanita itu berdecak kecil, "Umur kamu gak muda lagi, kalau kesehatan kamu gak dijaga, bisa bahaya buat kamu sama bayi kamu, Chilla. Maaf kalo Mama marah-marah"

"Iya, Ma..." kembali Chilla menyuapi dirinya sendiri dibawah pandangan tajam sang Mama

...

Raka bingung. Tentu saja sebagai seorang suami dia bingung menghadapi Chilla. Hanya karena bunga yang dipetik mamanya, Chilla bisa drop seperti itu. Ditambah lagi istrinya sedang hamil dan sepertinya overstressed hanya karena masalah bunga peliharaannya.

Dalam pikirannya, Raka teringat mengenai ucapan Chilla mengatakan kalau bunga itu adalah anaknya. Dia memang mengetahui Chilla pernah hamil dulu, secara diam-diam. Membuatnya curiga mengenai janin yang digugurkan itu Chilla kuburkan sendiri di dalam pot bunganya.

Raka memutuskan menemui salah satu sahabat Chilla yang dia kenal. Sehingga siang itu dia memesan tempat makan siang secara private untuk membicarakan hal sehubungan masa lalu Chilla.

Karena sejujurnya, Raka merasa terganggu perihal istrinya yang begitu menyayangi bunga itu. Terlebih, Raka ingin mengetahui anak siapa yang Chilla gugurkan dulu. Sehingga nantinya dia bisa mengerti harus bersikap seperti apa ke istrinya.

"Sorry, tadi gue ijin dulu sama suami..." seorang wanita duduk dihadapannya dengan santai dan kemudian kembali berkata, "Chilla gimana? Masih sama kondisinya?"

Raka menganggukkan kepalanya, pria itu menghela nafas dan menyandarkan tubuhnya namun masih sedikit tegang, "Hm, yah. Suami lo udah kasih ijin beneran, kan?"

"Gak usah basa-basi. Gue cuma mau tau kondisi Chilla aja"

Raka menghela nafas dengan kasar. Perempuan ini dan istrinya sama saja. Dingin dan juga kasar, kalau mereka tidak membutuhkan apapun, dua perempuan ini cenderung tidak mempedulikan keadaan orang lain.

"Lo mau tanya apa ke gue. Intinya lo mau penjelasan soal Chilla, kan?" Perempuan itu berdecih, "Bukannya dibikin seneng malah makin stres. Cerai aja lo berdua..."

"Kalo Chilla lagi gak hamil nih, udah keluar sumpah serapah gue ke lo..." mereka sama-sama mendengus akhirnya, Raka kemudian menghela nafas dengan kasar dan mengajukan pertanyaan, "Chilla pernah hamil anak siapa dulu?"

"Habis lo tau siapa orangnya, apa lo bakal ninggalin Chilla?"

IFMVIYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang