E . P . I . L . O . G

773 82 28
                                    




Hari-hari Kara setelah dia melepaskan Suho, lebih banyak dihabiskan dengan menyendiri di beranda belakang atau meringkuk di kamar tidurnya. Mata kosong Kara terpekur pada foto yang ada di antara kertas buku diari atau di wallpaper iPhone birunya. Kondisi tubuh Kara kian hari kian buruk, Kara demam hampir sepanjang hari. Kara nyaris seperti mayat hidup setelah Bibi Minryung memberi kabar, kalau keluarga Hemelsky sudah bertolak ke Amerika dan tidak akan pernah kembali lagi ke Korea.

Hubungan Kara dengan Chanyeol juga tidak banyak berubah. Bahkan kini tampak mulai berjarak, membeku, nyaris tanpa celah untuk bisa kembali mengait erat seperti dulu. Seharusnya Kara dan Chanyeol bahagia, seharusnya mereka berdua mulai menyusun cerita masa depan seperti apa yang diharapkan keduanya.

Sama halnya seperti Eunbin yang bersuka cita, setelah Jongdae melamarnya di depan kedai dengan cincin putih kecil sambil berlutut dengan satu kaki. Mereka akan menikah di awal musim panas nanti dan siap memulai cerita baru di kehidupan mereka.

Sementara Kara kian terperosok dalam lara yang membuat raganya serasa kehilangan nyawa. Kara tahu, tidak seharusnya dia bersikap begitu pada Chanyeol, seharusnya dia bertanggung jawab pada apa yang menjadi pilihannya. Tapi mau bagaimana lagi, kehilangan Suho ternyata jauh lebih sakit dari apa yang sudah dia perkirakan sebelumnya.

Mau jalan-jalan?

Kara memandangi pesan singkat yang dikirimkan Chanyeol kemarin, dia belum membalasnya.

Baiklah.

Lalu tepat di penghujung senja pergantian musim, Chanyeol datang dan membawa Kara jalan-jalan. Mereka naik sepeda, menelusuri jalan panjang yang berkelok, di bawah deretan pohon maple yang hampir terbebas dari sisa salju, lalu berhenti di depan kolam angsa yang kosong di ujung taman kota yang sepi.

Chanyeol dan Kara duduk di bangku kayu depan kolam. Chanyeol memandangi Kara yang mematung di sampingnya. Tidak ada rasa yang lebih menyakitkan bagi Chanyeol, daripada melihat sosok belahan jiwa yang hidup seperti manusia setengah mati.

"Kemarin aku menelepon Suho," Chanyeol mulai bicara, dia menanti reaksi Kara tapi gadis itu tetap bungkam. "Besok—dia akan datang ke Korea untuk menyelesaikan pekerjannya yang tertunda." Chanyeol memandangi Kara yang masih bungkam.

"Dia hanya tinggal untuk satu hari, setelah itu aku tidak bisa memastikan apakah Suho datang lagi ke Korea atau tidak."

Kara masih bisu, butiran bening yang memenuhi pelupuk, perlahan jatuh di kedua pipinya yang pucat.

"Kau menyukai Suho dan tidak ingin dia pergi, benar kan?"

Kara tetap diam, menunduk kian dalam. Lamat-lamat Kara memeluk lengan Chanyeol seerat yang dia bisa, dia memejam ketika Chanyeol merangkul bahu lalu membawanya untuk tenggelam di balik kedua lengan.

Chanyeol mengeratkan rangkulan, dia tahu kalau cinta Ji Kara hanya untuk Kim Suho dan sekali lagi, cinta memilihkan Ji Kara untuk Suho bukan untuk dirinya.

"Aku sangat menyayangimu, Ji Kara. Aku ingin kau bahagia dengan..."

"Aku ingin di sini ... bersamamu, Chanyeol Oppa."

Tetesan bening berjatuhan di kedua pipi Kara ketika beranjak dari dekapan Chanyeol, dia memandangi pria itu dalam rasa sayang dan sesal yang tak terkatakan. Kenyataan paling benar dari sosok Chanyeol dengan semua kesalahan di belakangnya, Park Chanyeol menyayangi Kara di sepanjang dia hidup. Seluruh dunia tahu, kalau cinta yang Chanyeol punya hanya untuk Ji Kara.

"Menikahlah denganku."

Tangis Kara pecah, dia tersedu sedan, menarik bahu Chanyeol dan memeluknya seerat mungkin. Kemudian, tanpa Kara sadari, dia mengangguk setuju.





Secret of The SwainWhere stories live. Discover now