12. Underground Station

1.4K 281 29
                                    

Pagi harinya Kara bangun dengan perasaan was-was, ingat kalau tadi malam dia tidur di kamar Suho. Takut-takut Kara melihat ke samping, lalu langsung menarik napas lega setelah tidak menemukan Suho di sampingnya. Untung saja Suho tidak ada, kalau sampai ada, Kara yakin dia pasti cegukan. Sejujurnya, selama ini Kara tidak tahu, apakah dia dan Suho benar-benar tidur di ranjang yang sama atau tidak. Kara pasti sudah tidur sebelum Suho dan Suho selalu sudah bangun sebelum Kara kembali ke alam sadar. Terserahlah, pikirnya. Kara yakin Suho tidak melakukan hal-hal yang melanggar norma kesopanan.

Udara sejuk dan segar di awal musim gugur, sinar matahari pagi tumpah ruah dari jendela kamar yang terbuka lebar. Hangat dan menenangkan. Sayangnya belum ada tanda-tanda Kara berniat untuk turun dari ranjang, menyambut London yang selalu styles, cantik, nan memesona. Namun niat Kara untuk kembali terlelap di bawah selimut, terhalang oleh bunyi dari dalam lambung. Dia lapar. Kara mengacak rambutnya yang sudah acak-acakkan, keluar dari kamar sambil menguap sesekali.

Kara menelusuri rumah Suho, luas dan mewah—selalu mewah—yang belum sempat dikaguminya karena salah paham di antara mereka. Mengingat itu, Kara benar-benar malu. Bagaimana mungkin dia ketahuan? Untung saja Suho tidak berpikir yang macam-macam, gumam Kara. Rumah Suho kali ini tidak ada dinding kaca, serba putih, dari cat sampai furniture. Kara berpikir, mungkin Suho suka warna putih. Kara celingak celinguk, bingung, rumah besar itu begitu lengang. Ke mana mereka semua, pikir Kara. Dia memutuskan menuruni anak tangga, menyeberangi ruang tengah yang luas, belok kanan ke arah pintu putih yang terbuka. Samar-samar Kara mendengar suara Jongin dan Sehun.

"Selamat pagi, Nona Kara." Seorang pelayan wanita yang melihat Kara di ambang pintu menyapa ramah, membuat Jongin yang tengah sibuk membujuk Sehun untuk membagi gelas bubble tea-nya menoleh.

"Selamat pagi, Gallora."

"Noona, kau sudah bangun?

Kara hanya mengangguk, dia ikut duduk di meja makan, menikmati sarapannya (ubi panggang diisi ayam, alpukat, dan dioles madu). Sehun yang tengah menikmati macarons strawberry tiba-tiba berteriak, Jongin baru saja mencuri bubble tea-nya sampai habis. Sehun sangat tidak bisa diajak kompromi, kalau sudah menyangkut tentang minuman kesukaannya itu. Sehun menarik rambut Jongin sambil menyebut sederet jurus ninja Naruto yang dihafalnya, sementara Jongin terkekeh penuh kemenangan sambil mencuri (lagi) macarons strawberry Sehun yang tinggal setengah. Kara tidak peduli, dia sudah terlalu bosan dengan perdebatan tidak penting antara Jongin dan Sehun.

"Ke mana yang lain, kenapa hanya ada kalian berdua? Terima kasih," tambah Kara pada Gallora yang baru saja menyuguhkan segelas jus jeruk untuknya, Jongin dan Sehun sudah tidak meributkan tentang bubble tea. Sekarang Sehun sibuk merapikan rambut Jongin yang berantakan.

"Baekhyun ke New York, ada pertemuan penting dengan Dad." Sehun menjelaskan.

"Biasa, Noona, Daddy calling." Jongin ikut-ikutan menjelaskan. "Kasian sekali kakakku, liburan pun terasa sulit untuknya," tambahnya sambil terkekeh, menyebalkan.

"Kyungsoo?"

"Menyusul Jina ke Mesir." Sehun menjawab lagi.

"Dia bilang pacarnya sedang sakit," lagi-lagi Jongin ikut bicara tanpa diminta, "tapi aku yakin mereka cuma mau pacaran. Menjijikkan."

"Suho? Apa dia juga kerja di hari minggu?"

"Yeah, katanya dia harus ketemu rekan bisnisnya di The Ritz." Kali ini Jongin yang bicara duluan sebelum Sehun, dia meraih gelas jus Kara, meminumnya tanpa izin. "Calon suamimu itu benar-benar membosankan, tidak keren sama sekali."

Kara melirik gelas yang ada di tangan Jongin, lalu memasang wajah angker. Jongin mengangkat gelas—sekarang sudah kosong—tepat di depan wajahnya. Senyum Jongin lebar, nyaris berlebihan.

Secret of The SwainWhere stories live. Discover now