13. Kartu Ajaib Suho

1.4K 278 9
                                    

Kara menatap pantulan bayangan dirinya dan Suho dari kaca tube yang gelap. Sejak tadi Suho belum mengeluarkan sepatah kata, dia hanya menggenggam erat jemari Kara yang dingin. Kara menoleh, melihat wajah Suho yang masih tampak pucat, sisa kepanikan bahkan masih tergurat di rahangnya yang tegas. Mereka naik tube menuju stasiun Tower Hill, di dalam tube tidak begitu ramai, hampir semua penumpang mendapat tempat duduk. Pria tinggi membawa biola besar berdiri di dekat pintu keluar, anak perempuan berambut nilon, duduk di seberang, memandangi Kara dari balik mata turquoise-nya yang bening. Dia duduk di samping ibunya, lalu tersenyum pada Kara yang melambaikan tangan kepadanya. Kara kembali melihat Suho, memberanikan diri untuk bertanya sebelum rasa khawatir yang bersemayam di rongga dada semakin menyiksanya.

"Suho."

Tanpa diduga Suho langsung menoleh, menatap lekat-lekat sosok Kara yang terperanjat. Kara mengerjab, Suho sangat dekat, dia bahkan bisa merasakan deru napas Suho yang menyentuh hangat permukaan wajahnya.

"Sebenarnya ada apa? Apa terjadi sesuatu yang buruk di pekerjaanmu?"

Suho tidak menjawab, dia hanya menatap Kara nyaris tanpa kedipan, tanpa jemu dan berlama-lama. Kara hampir tidak bisa bernapas karena hal itu.

"A-apa perusahaanmu bangkrut karena kita liburan ke London? Atau karena aku terlalu boros menggunakan kartu ajaibmu itu?"

"Kartu ajaib?" Suho mengernyit.

"Maksudku, kartu kredit yang kau berikan padaku waktu itu."

Suho tertawa tanpa bisa ditahan, dia mengacak rambut panjang Kara yang tergerai, menyisakan rona merah jambu di pipi gadis itu. Sepuluh menit kemudian tube yang mereka tumpangi berhenti. Suho mengeratkan genggamannya, mereka beriringan turun dari tube, berbaur bersama penumpang yang lain.

"Sehun dan Jongin langsung pergi setelah mendapat telepon dari ibu kalian, mereka bilang akan ada seseorang yang datang untuk menjemputku." Kara merapatkan tubuhnya pada Suho, mereka menyusuri lorong-lorong stasiun, lalu menaiki anak tangga untuk keluar dari underground station.

"Ternyata kau yang datang." Suho menghentikan langkahnya, tangan kirinya bergerak membelai pipi Kara yang dingin. Tangan kanannya masih menggenggam jemari Kara.

"Penampilanmu sangat tidak biasa, kau pucat dan tampak cemas. Sebenanrnya ada apa, Suho? Kau membuatku khawatir."

"Kau mengkhawatirkanku?" Suara Suho terdengar lembut, halus seperti beludru. Kara mengangguk kaku, membiarkan telapak tangan Suho menghangatkan pipi kanannya.

"Aku sangat cemas saat tahu kau sendirian di stasiun. Aku takut terjadi hal buruk padamu, aku benar-benar takut tidak bisa menemukanmu. Aku takut kau kembali tidak melihatku."

Kara membatu, kelu, semua tatanan kata tertahan di ujung tenggorok. Kara ingin sekali memeluk Suho, mengatakan kepadanya; Kau tidak akan pernah kehilanganku, Kau pasti bisa menemukanku. Kara mengepalkan sebelah tangannya, tanpa pernah diminta lapisan bening kini telah menutupi bola matanya, mengaburkan pandangannya. Kara tidak bisa lagi menahan diri, tanpa sadar dia menarik bahu Suho, memeluknya, sangat erat.

"Maaf—maafkan aku, Suho." Kara gemetar, tenggorokannya terasa tersumbat. "Maaf sudah membuatmu khawatir." Kara menahan air matanya agar tidak tumpah, dia mengeratkan pelukannya.

"Kau pasti bisa menemukanku, aku—aku—tidak akan pergi ke mana pun sampai kau datang." Kara semakin mengeratkan pelukannya, air mata jatuh dari kedua sudut matanya.

Suho tersenyum, dia melepaskan pelukan Kara, menghapus sisa air mata Kara dengan jari-jarinya. Suho kembali menyembunyikan jemari Kara di balik genggamannya, lalu menarik Kara untuk menaiki sisa anak tangga. Semilir angin menyambut mereka, mata Kara membesar, samar-samar dia bisa melihat bangunan panjang nan megah menggantung di atas sungai Thames. Kara menoleh, menatap Suho yang sudah tersenyum lebar.

Secret of The SwainWhere stories live. Discover now