10. Cegukan

1.4K 274 38
                                    

CEGUKAN. Kara hampir selalu cegukan, tiap dia merasa sangat terkejut dan lupa untuk menarik napas. Ketika dia ingat untuk menarik napas, dia justru tersedak dan berakhir cegukan. Kara tidak ingat sejak kapan dia sering cegukan, tapi yang pasti akhir-akhir ini kebiasan cegukan itu semakin sering menghampirinya. Penyebabnya tak lain adalah Kim Suho, pria itu kerap kali mengucapkan kalimat mengejutkan sampai Kara cegukan. Kara masih sangat ingat dengan apa yang Suho katakan ketika mereka mengunjungi Jungkook, Kara berpikir Suho akan menjelaskan sesuatu tapi nyatanya tidak ada penjelasan apapun tentang itu. Kara tahu dan sadar betul posisinya, dia tidak pernah berpikir Suho benar-benar menyukainya (seperti di drama TV yang diam-diam masih dia tonton, selagi Suho pergi ke luar negeri). Kenyataan, kadang-kadang hatinya tidak mau sejalan dengan pikiran, Kara tetap saja senang, berdebar, dan melayang bersama kupu-kupu semu yang terbang rendah di sekitarnya.

Pertunangan, cincin safir biru, dan rangkaian kalimat cinta Suho, membuat Kara jadi gamang. Suho selalu memperlakukannya istimewa, penuh perhatian, seolah-olah Kara adalah gadis yang sangat dicintainya. Kara benci dirinya yang seperti ini, tapi dia lebih benci lagi pada Suho. Kara ingin meluruskan semua hal memusingkan itu pada Suho. Dia ingin sekali bilang pada Suho, kalau dia hanya menyukai Chanyeol saja di sepanjang hidupnya. Sayangnya itu tidak mudah, Kara selalu kehilangan semua rangkaian kalimat, ketika Suho memusatkan semua perhatian kepadanya. Tatapan Suho selalu terasa begitu hangat, lembut, seakan-akan Kara adalah poros kehidupannya. Seperti malam ini, Suho tiba-tiba datang ke kamarnya, memintanya bersiap, sebentar lagi mereka akan pergi ke tempat yang jauh. Begitu yang Suho katakan pada Kara lima menit lalu.

"Ini sudah tengah malam," jawab Kara sambil melirik jam dinding.

"Ayolah, mereka semua sudah menunggumu." Suho meraih jemari Kara, namun gadis itu menepisnya.

"Aku tidak mau. Kau selalu saja bertindak sesukamu, kenapa kau tidak bertanya sekali saja apa mauku. Aku muak dengan semua perhatianmu, aku ini bukan tunanganmu yang sesungguhnya. Jadi berhenti memperlakukan aku seperti—aku ini—adalah—" Kara kehilangan kata-katanya, lagi-lagi Suho melihatnya sangat lembut.

Suho melepaskan mantel yang dikenakannya, lalu berkata: "Maafkan aku, tapi bisakah kemarahanmu dilanjutkan setelah kita berangkat? Kau boleh memarahiku sepuasnya nanti, sekarang kita harus berangkat."

Kara mengerjab, tahu-tahu Suho sudah mengeratkan mantel yang kini melapisi piyama magenta yang dikenakannya. Kara tidak sadar kapan Suho memakaikan mantel itu ke tubuhnya. Seperti terhipnotis Kara mengikuti Suho yang menariknya keluar dari kamar, menelusuri ruangan-ruangan kaca hingga tiba di beranda belakang. Cadilac ATS Coupe warna biru menyambut mereka, membawa keduanya melewati jalan panjang yang terang benderang, lampu pijar dari tiang-tiang penyangga di kiri dan kanan jalan berjejer rapi, menerangi jalan aspal yang dilewati mereka.

Suho merangkul bahu Kara ketika mereka turun dari mobil, Kara buru-buru melihat Suho, matanya membesar, mulutnya menganga lebar. Kara terkejut bukan kepalang, dia bahkan hampir cegukan. Bukan. Bukan karena Suho merangkulnya, tapi karena penampakan burung besi yang mengkilat-kilat di bawah lampu yang menyorotinya. Kara melihat Suho sekali lagi, mencoba minta penjelasan tanpa suara.

"Jongin mau melihat pertandingan penting klub sepak bola favoritnya," Suho mulai menjelaskan.

"Klub sepak bola? Di mana?"

"Anfield. Besok sore ada Merseyside Derby, Liverpool akan menjamu rival sekotanya Everton." Suho mengeratkan rangkulannya, udara tengah malam semakin dingin, menusuk ke dalam tulang.

"Ja-jadi, maksudmu, kita—ke...."

"Inggris."

"APA?!"

"Noona!"

Kara terperangah, dia tersedak dan selanjutnya cegukan. Suho tertawa melihat Kara yang cegukan, sementara Jongin yang berdiri di depan pintu kabin terus berteriak, meminta Kara dan Suho untuk berjalan lebih cepat. Cegukan Kara semakin menjadi, saat hendak memasuki pesawat. Ternyata pesawat itu jauh lebih mewah dari yang pernah Kara bayangkan sebelumnya. Pintu kaca otomatis menyambutnya, dia merasa seperti memasuki ruang utama rumah, alih-alih masuk ke dalam sebuah pesawat.

Secret of The SwainWhere stories live. Discover now