(19)

1.6K 61 4
                                    

"Karena cinta sesungguhnya akan tiba di saat yang tepat,
walaupun terlambat."
.
.
.
****

"Ngapain lo bawa gue ke sini?" sinis Laura.

"Gue beruntung belum jadi pacarnya dia, untung aja tuhan menunjukkan ke gue mana orang yang benar- benar tulus mencintai gue, dan mana yang tidak tulus." ucap Verrel lembut.

"Terus?" tanya Laura mengernyit bingung.

"Gue mau lo jadi pacar gue," ucap Verrel menatap mata Laura.

"Gak bisa,"

"Kenapa?"

"Karena lo gak cinta sama gue, lo cuma kasihan sama gue!" bentak Laura.

"Gue cinta sama lo Ra,"

"Bohong,"

"Gue serius! Entah kapan perasaan ini mulai muncul, gue juga cinta sama lo. Gue lebih merasa nyaman sama lo dari pada sama dia,"

"Bohong, lo bilang gitu biar gue gak sedih lagi kan? Jangan maksain kalo emang lo gak cinta sama gue."

Verrel langsung memeluk Laura yang membuat Laura bungkam.

"Gue serius cinta sama lo Ra, bukan karena kasihan sama lo. Oke emang gue belum sepenuhnya cinta sama lo, tapi gue mohon kasih kesempatan buat gue buat mencintai lo sepenuhnya."

"Gue janji akan mencintai lo sepenuhnya, gue janji gak bakal ngebiarin lo sedih lagi. Jadi biar kali ini gua yang berjuang," ucap Verrel serius.

Laura hanya diam terpaku.

"Gimana? Lo mau kan?" ucap Verrel melepaskan pelukannya dan menatap Laura.

Laura hanya mengangguk dan Verrel langsung memeluk Laura kembali.

"Makasih,"

Laura hanya mengangguk dalam dekapannya.

"Udah ah, gak usah meluk mulu. Gue sesak nih," gerutu Laura.

"Ngerusak moment aja lo," cibir Verrel memutarkan bola matanya malas.

"Ya udah maaf," ucap Laura cemberut.

Verrel mencubit pipi Laura karena gemas dengan tingkahnya.

"Aw,"

"Eh sakit ya? Lagian pipi lo tambah tembem aja sih," ucap Verrel mengusap lembut pipi Laura.

"Tau ah, gue ngambek." ucap Laura memanyunkan bibirnya.

"Ya udah iya, maaf. Sini deketan," ucap Verrel dengan tangan yang melingkar di pinggang Laura.

"E-eh lo mau ngapain?" gugup Laura.

Cup.

Verrel mencium kedua pipinya bergantian.

Blush.

"Biar sakitnya hilang," ucap Verrel terkekeh pelan.

"Ih dasar modus!" gerutu Laura memukul lengan Verrel.

"Modus?"

"Iyalah, lo mengambil kesempatan dalam kesempitan."

"Enggak lah. Justru aku mau ngobatin pipi kamu, sayang."

"Jijik bego," ucap Laura menoyor kepala Verrel.

"Gak ada romantisnya lo pea,"

"Bodo,"

"Amat,"

"Gak ada amat disini,"

"Suka-suka gue lah,"

"Suka- suka amat lah,"

"Apasih garing,"

Tak lama berdebat, mereka pun saling menatap satu sama lain.

"Apa lihat-lihat?" tanya Laura mengalihkan pandangannya.

"I love you," bisik Verrel pelan.

"HAH?"

"Dasar budeg," ucap Verrel malas.

"I love you too," bisik Laura malu.

Verrel yang gemas dengan tingkah lucu Laura langsung memeluknya kembali. Sesekali Verrel mencium puncak kepalanya.

"Cie..."

Mereka berdua langsung melepaskan pelukannya, dan menoleh.

"Papah, mamah?"

"Om, tante?"

"Cie yang udah jadian," ucap Maya.

Pipi Laura bersemu merah.

"Papah setuju aja kalau kalian berdua pacaran, asal jangan berlebihan oke."

"Siap pah," ucap Verrel hormat.

End?atau engga ya?
Jangan lupa vote and comment ya😙💋

Menunggu Bintang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang