(18)

1.6K 62 5
                                    

"Cewek hanya bisa memendam perasaannya, dan cowok yang seharusnya lebih peka terhadap perasaan cewek."
.
.
.
****

Dorrr.

Tiba- tiba terdengar suara tembakan dari belakang. Mereka terkejut ketika melihat polisi di sana.

"Jangan bergerak, atau saya akan tembak anda." ancam Polisi menodongkan pistol ke arah Diko.

Saking terkejutnya karena ada polisi, Diko langsung menggores pelan tangan Verrel dengan benda tajam itu.

"Argh," ringis Verrel.

Diko segera melarikan diri. Namun nihil, polisi sudah menembak kakinya. Hingga Diko tidak bisa berdiri tegak.

"Argh," teriak Diko kesakitan.

"Ikut saya ke kantor," ucap Polisi langsung memborgolnya.

Sherly tidak terima, dia mengambil alih serpihan kaca yang berada di tangan Laura. Ia pun menggoreskannya pada tangan Laura.

"Aw,"

Sherly ingin melarikan diri, namun nihil. Polisi sudah menangkapnya duluan.

"Cepat bawa dua orang ini ke kantor,"

"Baik," ucap polisi tersebut dan langsung membawanya keluar.

Laura hanya bisa menahan rasa sakitnya, lalu berusaha menghampiri Verrel, dengan membantu melepaskan ikatan tali yang ada di tubuh Verrel.

"Lo gak papa?" tanya Laura khawatir setelah talinya sudah terlepas dari tubuh Verrel.

"Cuma luka dikit kok, untung aja ada lo. Makasih ya Ra, lo udah nyelametin gue." ucap Verrel langsung menarik tubuh Laura ke pelukannya.

Deg.

"I-iya Ver," gugup Laura dengan membalas pelukannya.

"Terima kasih ya, berkat kamu Verrel gak kenapa- napa." ucap Sanjaya.

Mereka pun melepaskan pelukannya.

"Iya om, sama- sama."

"Kalian gak papa kan?" ucap Maya yang tiba-tiba muncul dengan nada khawatir.

"Jadi kamu yang telepon polisi untuk kesini?" tanya Sanjaya.

"Iya, habisnya mamah kan gak bisa diam aja pah. Jadi mamah panggil polisi kesini," ucap Maya dengan cengirannya.

"Pintar juga ya istriku." goda Sanjaya.

"Kamu nih yah. Mending kita tinggalin mereka aja yuk pah, biar bisa berduaan." bisik Maya pelan di telinga Sanjaya.

Sanjaya mengangguk paham.

"Ya udah, papah sama mamah keluar dulu ya."

Mereka berdua hanya mengangguk.

Hening.

Mereka berdua sama-sama canggung.

"Tangan lo berdarah Ver," ucap Laura khawatir.

Laura segera mengambil obat yang tadi dia beli di Apotik.

"Sini gue obatin," ucap Laura dengan mengoleskan kapas yang sudah dikasih rivanol ke tangan Verrel.

Tiba-tiba Verrel memegang tangannya.Disaat itu lah mata mereka bertemu satu sama lain.

'Kenapa jantung gue deg- degan gini? Apa gue suka sama Ara?' batin Verrel.

"Dah selesai," ucap Laura mengalihkan pemandangannya dari mata Verrel.

"Makasih Ra," ucap Verrel tersenyum tulus.

Menunggu Bintang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang