7. Kebenaran Sang Mantan

8K 544 6
                                    


"Kusut amat, Al." sapa Dina yang baru saja datang. Biasanya dia selalu datang lebih dulu, mungkin karena hari ini aku berangkat sangat pagi.

"...." Aku menatap Dina lemah.

"Buset, kenapa mata kamu kayak panda gitu," kejut Dina,  aku memang tidak tidur semalaman.

"Aris, Din,"

"Mantanmu itu. Kenapa? Babynya sudah lahir?! Dia undang kamu selamatan?!"

"Ish,  bukan!"

Flashback: On

"Aku masih cinta sama kamu," ujar Aris pelan.

"Istrimu sedang hamil," balasku, mengigatkan.

"Sebenarnya itu bukan anak aku,"

"...."

"Irma hamil diluar nikah, ia mengandung anak Bisma, temenku yang kabur begitu saja," jelas Aris.

"Atas dasar apa, aku percaya omongan kamu," kataku, walau aku tahu Aris tak pernah membohongiku. Rasa kesal terlalu mendominasi pikiranku.

"Sumpah, Lia aku tidak bohong, Irma datang menangis, mengadu padaku, aku sudah mencari Bisma kemana-mana tapi anak itu hilang seperti ditelan bumi," jelas Aris, merasa jengkel.

"Dan dihari yang sama saat kamu mutusin aku, malamnya saat aku pulang dari rumah kamu. Di jalan aku melihat Irma hendak bunuh diri, melompat dari atas jembatan Kapuas. Dia malu, hamil tidak punya suami," jelas Aris.

"...." Aku hanya menunduk menahan tangis, bahkan kegiatan mencuci piring sudah aku tinggalkan sejak tadi.

"Aku bingung, aku bingung Alia, tidak ada pilihan lain selain menikahinya, aku tidak mungkin membiarkan, kau taulah." Aris tidak melanjutkan kalimatnya.

"Kenapa kamu tidak bilang dari dulu sama aku," aku merasa kesal, jika dia memberi tahu aku terlebih dahulu mungkin aku akan membantunya, dengan mencarikan pria lain contohnya.

"Saat itu ia hanya akan berhenti beruntuk nekat, jika aku bersumpah menikahnya. Aku tidak punya pilihan. Aku percaya kamu pasti mengerti dan tidak senekat Irma." jelasnya.

Aku memang tidak melakukan percobaan bunuh diri, tapi ketidak jujuranmu itu memuntukku galau berkepanjangan. Keluhku dalam hati.

"Setelah anaknya lahir aku akan menceraikannya, aku ingin kembali sama kamu, Lia." sambung Aris, ia meletakkan kedua telapak rangannya dibahuku.

"Hiks," akhirnya air mataku keluar juga. Aku masih mencintai Aris dan ingin kembali bersama seperti dulu, tapi, apa itu pilihan yang tepat?! Apa tidak apa-apa?! Aku ragu.

"Kamu tenang aja, aku akan bantu membiayai anak Irma sampai Bisma kembali," jelas Aris lembut, seperti mengerti kegelisahanku. Aris adalah pria baik karena itulah aku menjadikan dia sebagai Cinta Pertamaku.

"Kamu mau kan nunggu aku??"

"...." Aku tidak berani menjawab sesuatu yang belum pasti.

"Aku tidak enak badan, sebaiknya aku pulang," aku langsung pergi meninggalkan Aris.

Flashback: off

"Baik banget mantan kamu itu, pantas kamu susah move on." ujar Dina.

"...." Aku hanya tersenyum kecut.

"Harusnya kamu bisa tidur nyenyak sekarang,"

"Entah kenapa aku masih ragu,"

"Kamu tidak suka Abang Aris mengeluarkan uang untuk anak orang?!"

"Ck, bukan, hanya saja anak tanpa ortu yang lengkap."

Antara Duren dan Durjana©[TAMAT]Where stories live. Discover now