3. Tetangga Baru

13.4K 821 26
                                    

Sabtu pagi

"Al, kamu kapan mau kawin? " tanya Umi, ketika kami sarapan sekeluarga.

"Iya, Abi juga mau nimang cucu. Kayak tetangga depan rumah itu, " sambung Abi. Begini lah nasib anak sulung, selalu dituntut.

"Istighfar Bi, jodoh itu di tangan Tuhan." jawabku, alakadarnya. "Dibawah umur tiga puluh itu, jodoh ditangan Tuhan. Diatas umur tiga puluh baru Tuhan lepas tangan." lanjutku, mencairkan suasana.

"Mungkin Kakak minta dicariin jodoh sama Abi," celetuk Gilang, adikku.

"..." Aku melotot kearah bocah sableng yang duduk di depanku itu.

"Abi kenalin kamu sama anak temen Abi, mau? " tawar Abi.

"Ya, kalo dia ganteng, tinggi, pinter, kaya and soleh, Alia mau." jawabku.

"No body perfect Al, no body perfect. Kamu harus belajar menerima kekurang seseorang. Adakalanya seseorang yang kita kira buruk belum tentu sejelek itu. Kita itu memiliki kekurangan dan kelebihan masing masing, untuk saling melengkapi dan membuat dunia ini terasa hidup. " nasehat Abi yang membuatku de javu, itu kan kalimat Hendi kemarin.

"Becanda Bi, Alia juga tidak se-perfect itu. Alia tuh belum ketemu yang cocok aja," jelasku, santai.

"Kamu itu terlalu santai, awas nanti jadi perawan tua," ancam Umi, sadis.

"khe khe khe," Gilang terkekeh, meledekku.

"Awas kamu!" ancamku pelan, menginjak kaki Gilang yang ada dibawah meja.

Tok tok tok

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam!" jawab Umi, walau gak mungkin kedengaran sama orang yang ada di pintu sana.

"Temuin gih!." perintahku pada Gilang.

"Ck, siapa sih pagi-pagi sudah bertamu," kesal Gilang.

"Gak boleh ngomong gitu ahh,," tegur Abi, meski begitu Abi enggan beranjak.

Tak lama kemudian...

"Ada om-om telolet om nyari pak RT." lapor Gilang, ia kembali menyantap sarapan paginya. Dan pak RT yang dimaksud itu, ya bapak kita. Udah lima tahun belakangan Abi terpilih menjadi Pak RT. Abi pun bergegas beranjak menuju ruang tamu.

"Bawain minum gih!" perintah Umi, sudah menyiapkan teh keatas nampan.

"Gilang aja Mi, diakan lagi libur sekolah." usul ku. Enak yah anak jaman sekarang sabtu minggu libur sekolah, dulu aku gak gitu *iri*.

"Gak bisa, nanti tumpah," belanya, langsung kabur.

"...." Aku pun mengalah dan membawa nampan berisi dua cangkir teh plus setoples biskuit itu, malas.

"Ya biar gak dikira teroris gitu, makanya saya mau lapor." samar-samar aku mendengar percakapan mereka, sepertinya aku kenal suara ini.

"Bagus itu, harusnya semua orang seperti kamu," puji Abi.

"Haha,, " tamu Abi itu tertawa, familiar. Aku fokus pada nampan jadi tidak fokus dengan wajah tamu yang di sebut Gilang Om-om telolet om.

"Ah, anak Abi emang baik banget," puji Abi, sambil membantuku memindahkan cangkir teh ke meja.

"Loh, Alia. " panggil orang itu, agak kaget. Aku pun tau siapa tamu Abi.

Layaknya di sinetron opera sabun, secara kebetulan tamu Abi adalah duren yang aku temui kemarin sore, Papah Dimas. Dan lagi ngapain dari kemaren aku menggunaka kata 'Papah Dimas'.

Antara Duren dan Durjana©[TAMAT]Where stories live. Discover now