{10} Ayo Menikah

279 29 2
                                    

CIKA POV
Hari ini adalah hari minggu, jadwalku mengunjungi makam Mama. Aku selalu senang dan bahagia saat akan mengunjungi makam Mama, aku akan menceritakan apapun dengan Mama, aku yakin Mama akan mendengarkanku. Aku sudah tidak sabar untuk itu, apalagi semalam setelah yang aku lalui bersama kak Anan. Sungguh aku jadi bingung dan takut. Aku tidak mampu mengartikan perasaan macam apa ini, selalu ada rasa canggung sekarang bila dekat dengan Kak Anan, ini sungguh aneh karena sebelumnya tidak pernah begitu kami sudah hidup setidaknya selama 21 tahun bersama, aku takut perasaan aneh ini akan merusak semuanya.

Aku mendekati makam Mama, aku melihat seorang pria sedang berjongkok di dekat Makan mama sedang berbicara. Aku tidak dapat mendengarnya kemudian aku lebih mendekatinya.

"Ma, apa yang harus Anan lakukan? Permintaan Papa sungguh membuat Anan bingung. Cika pasti tidak akan setuju bukan?" Dia menyebut namaku, Kak Anan disana. Aku kembali memasang telingaku dengan baik akar lebih mendengar dengan jelas

"Anan tidak tau apakah bisa mencintainya kelak, yang Anan tau, dia adalah wanita terpenting di hidup Anan Ma. Seperti janji Anan ke Mama saat Cika lahir, Anan akan menjaganya dan sangat menyayanginya"

Aku benar-benar tersentuh oleh kata-kata Kak Anan, aku yakin ini pasti tentang pernikahan. Dia pasti juga bingung harus bagaimana sama seperti aku.

"Ma, Anan pergi dulu, doakan kami agar selalu dalam lindunganNya ya Ma, Love you Mom"

Kemudian Aku mendekati Makan Mama setelah Kak Anan sudah jauh dari sana. Aku bercerita banyak hal tentang Kak Anan kemudian perasaanku yang aneh lalu permintaan Papa. Hampir satu jam disana. Dan aku pun kembali bangkit pergi dari sana. Aku kira Papa yang selalu meletakkan mawar putih di makan Mama, ternyata itu adalah kak Anan.

Sebelum pergi dari sana, aku melihat penjaga makan keluarga ini, aku bertanya apakah kak Anan sering datang?

"Lumayan sering Non, seminggu bisa 4 kali, kalau gak lama palingan juga cuma kasi setangkai bunga mawar putih"

Wah mencengangkan sekali, aku mengucapkan terimakasih kemudian masuk ke dalam mobilku. Kak Anan sungguh menyayangi Mama juga.

Kalian harus tau, Kak Anan sudah lebih dulu memanggil orang tuaku Mama dan Papa juga. Itu karena Mama dan Papa setelah menikah 5 tahun baru memilikiku. Jadi mereka sangat menyayangi Kak Anan selayaknya putra mereka, Kak Anan adalah putra dari sahabat mereka dan kebetulan kami bertetangga. Banyak hal yang aku tidak tau saat Kak Anan masih kecil sebelum aku lahir karena aku tidak mendapatkan cerita utuh tentang itu hanya sepenggal cerita saja dari tiap kejadian yang sudah Mama Papa lewatkan bersama Kak Anan.

"Ma, apa Cika harus menikah dengan Kak Anan? Apa hubungan kami akan baik-baik saja kelak?" Gumamku dalam hati sebelum aku melajukan mobil kesayanganku ini.

Dikampus ...
"Hei Cika, kamu tolong bawain ini ke ruang pak Slamet ya, gue buru-buru banget nih" Rara teman sekelasku memberikan setumpuk tugas teman-teman sekelas

"Oh ok, ini di taruh diatas mejanya aja kan Ra?" Tanyaku

"Iya, tolong ya Cik" kemudian Rara bergegas keluar kelas.

Aku sendiri ke ruangan dosen itu, Nia? Gak ada dia langsung pergi sama pacar kesayangannya Ando, ya Ando mantan pacarku. Udahlah ya, jodoh gak akan ada yang tau.

Aku berjalan menuju Ruang dosen yang ada di lantai 3 sementara kelasku ada di Lantai 2. Pintu ruangan sedikit terbuka kemudian aku membukanya sedikit. Tidak ada orang, jadi aku masuk. Mengucapkan "permisi" dengan berbisik dan aku gak tau apa fungsi dari aku berbisik tadi.

Betapa kagetnya aku melihat Kak Anan sedang berjongkok kemudian seorang wanita yang aku kira adalah seorang dosen juga yang sedang berbaring di atas sofa. Tangannya menyentuh perut wanita itu, sementara tangan sebelah kanan wanita itu ikut menyentuh perutnya yang sesekali meremas tangan Kak Anan yang sedang menekannya atau itu sedang memeriksa sesuatu. Dan tangan satunya justru dengan lincah meremas-remas lengan tangan kak Anan yang satunya.

Sungguh, aku seperti akan meledak. Aku marah sekali, hatiku perih. Entah kenapa aku justru sangat emosi, entah bagaimana air mataku sudah berjatuhan tanpa bisa aku cegah, aku meletakkan kertas-kertas tugas itu diatas meja Pak Slamet dan sengaja mengeluarkan suara, sehingga mereka kaget dan berbalik menatapku.

Aku berlari meninggalkan mereka yang masih kaget melihatku, entahlah aku tidak melihat dengan detail ekspresi mereka. Aku tidak perduli.
Sepanjang aku berlari aku berfikir pada diriku. Apa yang aku lakukan? Apa yang terjadi padaku sekarang? Kenapa aku harus marah? Lalu kenapa sampai menangis? Hei Cika! Dia bahkan bukan milikmu walau kau melabelinya sebagai milikmu, kamu sendiri yang bilang kalau kalian hanya sebatas kakak adik yang saling menyayangi. Kepalaku dipenuhi dengan semua pertanyaan itu. Aku bahkan merutuki diriku kenapa aku harus menangis?!

Aku mengendarai mobilku dengan cepat, entah kemana. Aku tidak tau. Yang pasti aku mau jauh dari Kak Anan dulu. Dan air mataku tidak mau berhenti keluar.

Setelah puas dan merasa tenang, aku pulang ke rumah. Aku langsung masuk kamarku dan aku melihat Kak Anan sudah duduk di kursi meja belajarku.

Aku ingin sekali menghindarinya, tapi tidak sempat pergi dari sana Kak Anan sudah mencegatku. Dia mencekal tanganku. Menarikku dan memelukku.

"Darimana aja? Kakak khawatir" katanya dengan nada gemetar. Aku berusaha melepaskan diri dari pelukannya. Akhirnya Kak Anan melepas pelukannya
"Cika, kakak tanya darimana saja? HP kok mati? Kakak Khawatir" katanya lagi dengan suara yang lembut. Aku kembali terisak, ah bodoh. Entahlah kenapa harus menangis segala.
"Hei, hei, Cika please jangan nangis. Maaf kakak nyakitin kamu. Apa yang kamu lihat bukan seperti yang kamu bayangkan Cika. Percayalah" jelasnya padaku dengan nada yang cukup tenang.

"Ci... Cika gak perlu dijelasin. Udah sana Cika mau tidur" aku mendorongnya ke dekat pintu agar Kak Anan dapat keluar sendiri. Kak Anan tidak melawan seperti biasanya dia tersenyum.
"Kamu istirahat ya" dia mengacak rambutku pelan. Aku berbalik setelah dia berbalik untuk pergi.
"Sejak awal aku sudah jadi milikmu dan akan selalu begitu"
Itu adalah kata-kata yang dia ucapkan saat dia akan meninggalkan kamarku. Aku diam menelaah setiap ucapannya tadi. Semakin dekat dengan pintu semakin aku tidak rela dia pergi, saat kak Anan memegang gagang pintu sungguh aku tidak mau dia pergi aku tidak bisa menahan diri lagi. Aku berlari kemudian memeluknya dari belakang.
"Jangan pergi, ayo menikah"

ANAN POV
Betapa kagetnya aku saat Cika memelukku dari belakang dan mengatakan kalimat ajaib itu. Sungguh aku tidak tau harus seperti apa mengungkapkannya, aku senang sekali. Seoalah aku memiliki seisi dunia.

Kemudian aku berbalik. Menahan bahunya yang sudah bergetar karena tangisan atau entah apa. Aku kembali memeluknya. Bukan, bukan pelukan seorang kakak, aku memeluknya sebagai seorang pria, aku membawanya dalam pelukanku dan Cika memelukku lebih erat.

"Aku akan menjagamu seumur hidupku"

•••

WE GOT MARRIEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang