31-Panic!

4.2K 677 16
                                    

Vivi
Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Aku memutuskan untuk menyudahi pertemuan ini walau sesungguhnya tak ingin.

Oh, bisakah waktu berhenti barang sebentar?

Jungkook dan Jhope memutuskan untuk mengantarku kembali kerumah. Mereka sangat rendah hati.

Tapi ditengah perjalanan, aku merasa sesuatu yang mengganjal didalam sana. Entah mengapa hatiku berdesir. Bukan, ini bukan karena aku sedang bersama Jhope. Dan yang paling penting, aku ingin cepat sampai rumah.

"Jungkook, bisa kau percepat laju mobilnya? Perasaanku tidak enak."

"Noona kenapa?" alis Jungkook bertaut, namun tetap menuruti permintaanku.

"Aku tidak tahu. Hanya tidak enak hati saja. Maksudkuㅡaku merasa khawatir. Sialnya ponselku habis baterai."

"Hey, tenanglah Vivi-ssi. Mungkin kau kelelahan." Jhope mencoba menenangkanku. Manisnya.

Aku mengangguk. Mencoba melupakan dengan memikirkan hal lain, tapi perasaan itu masih ada. Mencuri pandang pada Jhope pun, sudah tidak mempan lagi.

Aku tidak bisa lagi duduk dengan tenang. Berulang kali mengubah posisi duduk, melihat keluar jendela sebelah kanan, kemudian aku bergeser ke kiri untuk melihat lagi keadaan diluar.

Yang aku tahu, Jungkook dan Jhope seringkali saling melempar pandangan bingung karena perubahan sikapku yang mendadak.

Sesampainya di rumah ternyata benar. Dari kejauhan aku bisa melihat presensi seorang gadis disana. Ia tampak gelisah karena terus berjalan mondar mandir.

Saat Jungkook menginjak rem mobilnya, aku bergegas turun. Bodohnya, aku tidak mengucap satu kata pun. Bahkan aku lupa berterimakasih.

Aku sedikit berlari, dan kembali terkejut karena aku mendapati Hyoyeon disana.

"Hyoyeon-ah ada apa kemari?" tanyaku dengan cepat.

Hyoyeon berhenti, melangkah mendekat dengan cepat kemudian meraih tanganku. Telapak tangannya terasa dingin. Buruknya, ada semburat khawatir pada maniknya, "Phiphi-ya,"

"Jaehwanㅡ" lanjutnya.

Mendengar salah satu nama sahabatku disebut lantas membuat jantungku semakin terpacu, "Kenapa Jaehwan?"

"Ia kecelakaan dan sekarang berada dirumah sakit." Hyoyeon panik.

"Apa?! B-Baiklah tunggu sebentar aku akan mengeluarkan mobilku."

Aku tidak bisa lagi berfikir. Panik itu menular. Entah, mendengar kata kecelakaan itu membuat segalanya berantakan. Fikiran berhambur bebas dari tempatnya. Karena aku selalu berfikir jika kecelakaan merupakan hal yang sangat buruk.

Dengan sigap aku mengambil kunci pagar didalam tas. Setelah itu aku mengeluarkan mobil dari garasi. Hyoyeon membantu menutup gerbang dan menguncinya kembali.

Saat mulai melajukan mobil, aku bisa melihat dengan jelas presensi mobil Jungkook disana. Tapi aku membiarkannya begitu saja.

Maafkan aku, Jungkook. Tapi kali ini Jaehwan lebih penting.

Aku melajukan mobil dengan kecepatan cukup tinggi. Tidak peduli dengan riuhnya jalanan. Yang terpenting aku harus segera sampai di rumah sakit. Kasihan Jaehwan.

Dalam perjalanan Hyoyeon menceritakan urutan kejadiannya pula.

"Jaehwan kenapa kau begitu ceroboh." Aku bahkan masih sempat merutuki kebodohan Jaehwan. Padahal aku tahu pasti ia sedang terbaring lemah saat ini.

Sesampainya dirumah sakit, Jaehwan hanya seorang diri terbaring lemah dalam ruangan. Ini buruk sekali.

Perban membalut kepala dan lengan kanannya. Pipinya muncul lebam hingga sedikit membengkak.

Jaehwan memang masih memiliki orang tua. Tapi aku yakin mereka tidak mungkin menjaga Jaehwan untuk saat ini. Ayahnya terlalu sibuk bekerja. Sedang sang Ibu sudah meningalkannya  sejak ia berumur 6 tahun.

Sebenarnya ia memiliki seorang kakak. Sayangnya, sifatnya tidak berbeda dengan sang Ayah. Fikirannya hanya melulu soal pekerjaan. Jadi tidak mungkin juga kakaknya akan hadir saat ini.

Aku duduk di kursi samping ranjang rawat. Menyedihkan melihat Jaehwan terbaring lemah seperti saat ini.

Yah, mungkin karena aku terbiasa melihat Jaehwan yang tidak bisa diam. Terutama tingkah konyol mengesalkan dan sifat seenaknya.

"Kenapa kau ceroboh sekali, Jaehwan." aku menggumam. Memusatkan atensi pada lebam di pipi.

"Phi-ya, maaf mengatakan ini. Tapi aku harus kembali ke rumah." Hyeoyon memecah keheningan yang ada.

Akibatnya aku sedikit tersentak, "A-ah baiklah, Yeon. Aku akan mengantarmu." aku bangkit namun segera ditahan olehnya.

"Tidak Phiphi-ya. Kau temani Jaehwan saja. Aku bisa sendiri." Hyoyeon tersenyum. Ya, aku tahu kalau sahabatku yang satu ini sangatlah mandiri. Ia tidak mau merepotkan teman nya jika tidak benar-benar mendesak.

"Tapi ini sudah malam," kilahku. Aku tidak bisa membiarkan Hyoyeon pulang seorang diri. Apalagi ia seorang gadis, sama sepertiku.

"Jika kau mengantar, kau akan kembali kesini seorang diri. Itu akan lebih berbahaya." Hyoyeon menolak dengan begitu halus.

"Kalau begitu bawa saja mobilku." tawarku.

"Apa kau sedang mengejekku?" Hyoyeon mencebik, memandangku sebal.

"Oh, maafkan aku, Yeon-ah. Aku lupa kalau kau dan Yoojin belum mempunyai SIM." aku meringis tidak enak.

"Kalau begitu jaga Jaehwan baik-baik. Aku akan kembali esok pagi." Hyoyeon menepuk bahuku dua kali sebelum melangkah keluar ruangan.

"Baiklah. Selalu hati-hati. Beritahu aku jika sudah sampai." jujur saja aku khawatir pada sahabatku saat ini.

"Ey, tenang saja. Aku ini gadis yang kuat." Hyoyeon tersenyum kemudian berlalu.

Sesaat setelah Hyoyeon pergi, aku teringat sesuatu. Aku menyuruhnya untuk memberi kabar jika sudah sampai nanti. Namun dimana ponselku?

Aku membongkar seluruh isi tas namun tak kutemukan. Merogoh semua kantong celana yang kukenakan namun tak kunjung ketemu.

Ku putuskan untuk kembali ke parkir basement untuk memeriksa dalam mobil. Ternyata nihil. Aku tidak menemukan apapun disana.

Lantas dimana aku meninggalkan ponsel itu? Kenapa aku begitu bodoh. Bagaimana aku hidup tanpa ponsel? Dan bagaimana jika Jungkook mengirim pesan nanti?

-My Hijab Noona, 2018-



Holla! Spesial update di malam sabtu😘

My Hijab NoonaWhere stories live. Discover now