Sieben

3.9K 472 65
                                    


.

Sudah jam 2 siang, Mingyu meneguk latte yang Ia pesan sambil melihat grafik keuangan di laptopnya. Dasinya Ia longgarkan, lalu mengambil ponsel yang terletak di samping laptopnya.

Ada notifikasi pesan dari Jun.

'Sepulang dari kantor, kau bisa mampir ke rumah sakit? Ada hal penting yang harus kita dibicarakan'

Perasaannya mulai tak enak.

Mingyu melihat ke jam tangannya dan sticky notes yang terpampang di layar desktop laptopnya. Dan jadwalnya kosong dari jam 3 sampai jam biasa Ia pulang dari kantor. Lalu dicarinya kontak Jun dan mendiall nomernya.

"Hallo, Jun Hyung? Ya, bagaimana kalau jam 3? Kebetulan aku kosong, ya baiklah"

Setelah memutus sambungan, Mingyu meletakkan kembali ponselnya asal lalu memegang dadanya erat. Nafasnya terhela berat. Dan tak usah berfirasat, apa yang Ia duga pasti akan terjadi. Hanya tinggal Ia yang mencari cara bagaimana untuk memberitahukannya ke Wonwoo.

.

Sepi.

Di rumah sederhana bernuansa vintage itu, tepatnya di kamar mandi lantai bawah, hanya ada suara keran wastafel yang mengucur mengisi keheningan. Darah merah pekat berceceran di sekitar wastafel, bahkan sampai ke pinggirnya.

Wonwoo tak menduga ini sebelumnya, bahkan menurutnya Ia tak memaksakan diri. Ia memang biasa mengerjakan semua pekerjaan rumah sendirian, meski seminggu sekali bergantian dengan Mingyu. Mencuci, menyapu dan mengepel bukanlah sama sekali pekerjaan yang amat berat. Wonwoo juga belum memakan apa-apa pagi ini, tapi Ia tetap mengerjakan semuanya tanpa hambatan.

Meski kenyataannya setelah semua selesai Ia merasa lelah, tapi Ia juga tak menyangka kalau tubuhnya akan merespon seperti ini. Lelah yang Ia rasakan masih tergolong biasa saja. Tapi entah kenapa mimisan yang Ia alami bisa sehebat ini.

"Kenapa begitu banyak?" Lirihnya sambil terus menahan aliran darah dari hidungnya.

Sudah sejam lebih Wonwoo mimisan, dan belum berhenti sampai sekarang. Tapi ini belum seberapa kalau Ia juga muntah darah. Itu lebih fatal. Tapi begini saja Wonwoo sudah mau menangis karna takut.

Tangan kurusnya masih setia bertahan di tepi wastafel, dan bergetar hebat. Setiap tetes darah yang keluar dari hidungnya, ada dentuman yang menusuk secara bersamaan di kepalanya. Wonwoo bisa merasakan, betapa kotor tubuhnya juga wastafel karna ulahnya. Ditambah Ia memakai kaos putih panjang, dan sudah bersimbah darah di bagian lehernya.

"Jebal..."

Dan 10 menit kemudian, akhirnya penderitaan Wonwoo berakhir. Darah sudah berhenti mengalir dari hidungnya, dan sakit di kepalanya berangsur berkurang. Perlahan Wonwoo mengangkat kepalanya, lalu menatap pantulan dirinya yang berantakan di cermin.

Sangat berantakan dan menjijikkan. Tapi tiba-tiba Wonwoo tersenyum dan terkekeh senang.

"A-akhirnya aku bisa bertahan sendiri, hehe... Gyu-ya, kau lihat 'kan? Aku kenapa-kenapa tapi aku tak menelpon. Aku kambuh, dan aku tetap tak menelpon. Hh.. A-aku tak apa, sungguh"

Masih tersenyum manis dan menatap pantulan dirinya di cermin, bersamaan dengan air mata yang muncul dari sudut mata sayunya.

.

"Huh..."

Ragu, padahal Mingyu sudah 10 menit berdiri didepan pintu ruangan Jun. Hatinya cemas dengan hal yang akan dibicarakan didalam nanti. Meski otaknya bilang siap, tetap saja hatinya bilang belum siap.

schwierig |meanie ✔Where stories live. Discover now