"Hik hik hik" Hendi meremas dadanya,  seolah sedang bengek.

"Terus yang terakhir kenapa kok bisa putus? " tanya Dina.

"...." aku hanya diam.

"Kenapa kamu putus dari Dion? " tanya Hendi, menyebut teman semasa SD-nya itu si Dion.

"Aku cuma mau putus aja." jawabku ngambang. Aku gak mungkin bilang kalo Dion bakal nikah sama seorang wanita yang aku liat sedang hamil, kalian tahulah.

"Kamu ini Al,  kamu itu terlalu pemilih!"

"Wajarkan, Alia itu cantik dan manis." bela Dina, memujiku.

"Ahh,  aku jadi malu..."

"Ya,  kamu benar. Serius Al, sama aku aja. Akan aku berusaha berhenti jadi playboy." ujar Hendi sambil menatapku serius, walau ucapannya tidak meyakinkan.

Pletak. Aku memukul dahi Hendi dengan sendok makan, lumayan keras.

"Ugh.. sakit." rengek Hendi sok imut.

"Memangnya kamu itu ingin cowok yang seperti apa? Kita ini  udah memasuki umur seperempat abad,  harus serius" jelas Dina, yang paling dewasa diantara kita.

"Ralat, aku masih dua puluh empat. Kalian yang dua lima." ujarku, "Aku tidak tau harus bagaimana, hiks hiks," pura-pura nangis.

"No body perfect Al,  no body perfect ... Kamu harus belajar menerima kekurang seseorang. Adakalanya seseorang yang kita kira buruk belum tentu sejelek itu. Kita itu memiliki kekurangan dan kelebihan masing masing, untuk saling melengkapi dan membuat dunia ini terasa hidup. " jelas Hendi panjang lebar, basi banget.

"...." Aku dan Dina memasang tampang pokerface,  menatap Hendi.

"Apa?" tanya Hendi, innocent.

"Aku bukannya pemilih, hanya saja ... aku ...  gak tau. Aku merasa gak cocok aja, seperti salah gitu." jelasku,  tambah bingung.

"Memangnya cinta pertamamu itu se-tamvan apa sih, sampai kamu gak mau berpaling ke Aku!" tanya Hendi minta di getok lagi.

"Iya,  coba aku ingin lihat fotonya!"

"Hehe, aku tidak nyimpan fotonya,"

"Dasar pembohong! " tuduh Hendi.

"Udah jadi suami orang Hen, " ingatku,  galau lagi.

Sampai sekarang aku tidak mengerti kenapa Dia tega menghianati aku. Menghianati!. Setelah kebersaman kita selama dua tahun yang sweet banget ituh. Memang sih dia nikah setelah kita udah seminggu putus,  aku pikir itu cuma 'break',  bukan begini akhirnya. Aku putus waktu itu juga iseng, biar kita gak bosen karena keseringan bersama. Hubungan kami saat itu sungguh tak memiliki masalah serius.

Jahat, jahat, kamu Aris. Kamu selama itu nganggep aku apa? Jadi kebaikan dan ke sweet-an mu itu palsu?? Hiks hiks. rengekku dalam hati, menyesalkan keputusan Aris si cinta pertama. Dan lagi dia sudah lima bulan jadi 'suami' orang,  parahnya mereka udah mau punya baby. Ugh, hatiku makin kecut.

"Haruskah aku menikahi duda beranak lima, agar aku tuh sibuk dan bisa melupakan dia.. DUDA BERANAK LIMA!? " teriakku pada langit-langit rumah makan,  lebay nan melancolis.

"Bukan,  dia bukan teman saya." ujar Hendi pada orang-orang yang memperhatikan meja kami seketika.

"...." Dina memijat pelipisnya,  pusing bercampur malu.

"Awalnya kenapa kamu bisa putus dari si Cinta Pertama itu? " tanya Dina lagi,  dia memang tidak tahu tentang Aris. Kami baru bertemu tiga bulan belakangan ini,  sejak dia diterima kerja di tempat kami nyari uang sekarang. Sedangkan aku dan Hendi sudah satu setengah tahun berkerja disana.

"Hari gini mikirin cinta pertama, orang bilang cinta pertama itu tidak akan pernah berhasil. TIDAK AKAN PERNAH BERHASIL!" teriak Hendi di telingaku.

"...."

"Kenapa kalian bisa putus? " tanya Dina penasaran.

"Saat itu kami—"

"Pah, itu Mamah! MAMAAAA..!"

"Eh?"
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung

🔰🔰🔰🔰🔰🔰🔰🔰🔰🔰🔰🔰🔰

Menerima vote dan comment bagi yang berminat. 😊

Jika suka, silahkan follow Author karena ada yang di private. 😅
(dasar author jahat!!)

Terimakasih sudah membaca ...

Antara Duren dan Durjana©[TAMAT]On viuen les histories. Descobreix ara