39. Willmort

489 43 47
                                    

"Mom?!"

Suara Justin itu, membuat semua yang ada di meja makan mengalihkan perhatian dari ibu Bryce kepada Justin.

"Justin? Apa maksudmu?" bisik Kayreen bertanya pada Justin yang berada di sampingnya.

Tak memedulikan pertanyaan Kayreen, Justin bangkit berdiri. "Kau, kau ibuku bukan? Kau Patricia Bieber bukan? Kau ibuku." Justin melangkah mendekati Mrs. Richter. Namun Bryce terlebih dahulu menghalangi langkah Justin.

"Apa maksudmu, Justin? Dia ibuku. Dia Patricia Richter. Kau tak bisa seenaknya mengaku-aku. Kami tahu kau sudah tidak me--"

"Aku masih memiliki ibu. Dan dia adalah ibuku. Ibu kandungku. Mom, kau percaya padaku? Ini aku, Justin. Kau adalah ibuku, bukan?"

Semua pandangan mengarah pada Mrs. Richter, menanti sebuah jawaban. Entah itu ya atau tidak, namun semuanya butuh jawaban. Menanti beberapa saat, Justin mendengus lantaran tak mendapat jawaban apapun dari bibir seseorang yang ia kira ibunya.

Justin terkekeh pelan, "Atau kau tak mau mengakui kalau kau adalah Patricia Bieber?" Sekarang semua pandangan terarah pada Justin, "Aku tahu aku bahkan tak tahu pasti bagaimana wajah ibuku, namun aku yakin kalau kau adalah ibuku."

Justin melangkah ke depan sekali, "Apa ini tak cukup?" tanya Justin sereya menyodorkan sebuah foto yang baru saja diambilnya dari dompetnya. Foto yang selama ini selalu menemaninya kemanapun ia pergi.

Bryce meraih foto itu, mencermati orang yang ada dalam foto itu dengan serius. Dalam hatinya, Bryce membenarkan apa yang Justin katakan. Sebab dalam foto itu, terpampang wajah Patricia meski terlihat lebih muda. Namun itu tak membuat Bryce kesulitan mengetahui bahwa wajah dalam foto itu adalah ibunya.

Bryce menoleh, menatap ibunya yang tetap bergeming.

"Mom?" tanyanya lirih.

Lelah menunggu, Justin akhirnya bersuara. "Ternyata benar apa kata Dad. Kau tak lagi menyayangiku. Dan tunggu, untuk apa kau menyayangiku bila kau saja tak mengakui bahwa aku ini putramu?" Justin terkekeh pelan, memasang senyum kecut.

"Pernah kau sekali saja memikirkanku ... Mom? Sekali saja? Atau mengingatku, mungkin?" Justin terdiam sebentar, menatap ibunya. Namun karena ibunya masih saja terdiam, Justin lantas melanjutkan.

"Bertahun-tahun aku mencarimu. Setiap jam, menit, detik, aku selalu merindukanmu. Merindukan bagaimana rasanya mempunyai ibu yang menyayangiku, membimbingku, merawatku. Selama ini aku selalu menahan, untuk tidak merasa iri pada orang lain yang memiliki sosok ibu dalam hidupnya.

"Namun terkadang aku merasa lelah. Merasa semua perjuanganku selama ini sia-sia. Merasa aku bukan siapa-siapa tanpamu ... Mom."

Justin mengusap kasar air matanya yang entah sejak kapan mengalir.

"Mungkin aku yang terlalu berharap atau apapun itu, tapi setidaknya sekarang aku sudah menemukan ibuku. Menemukan malaikatku?" kata Justin yang terdengar seperti sebuah pertanyaan.

"I'm so sorry, Mrs. Richter. Good night."

Justin berbalik dan melangkah, tak lupa menarik pergelangan tangan Kayreen untuk mengikutinya.

"Justin Drew Bieber."

Suara itu, suara lembut yang seakan menusuk tepat pada jantung Justin. Langkah Justin dan Kayreen terhenti, menyisakan keheningan yang semakin mencekam.

Justin berbalik, "Sesulit itukah? Sesulit itukah mengatakan ya? Sesulit itukah mengatakan kalau aku memang putramu? Kau bahkan tahu namaku,"

"Mommy so sorry, Justin. Tapi kau harus tahu, bahwa semua ini bukan tanpa alasan."

Complicated (JB)Where stories live. Discover now