Chapter 11

13.6K 874 9
                                    

Adya tampil cantik di hari pertunangannya dengan Damar, pria yang dekat dengannya setahun belakangan ini. Acara pertunangan diadakan di rumah Papi dan mengundang hanya kerabat dekat saja.

Suasana pertunangannya pun terasa begitu santai dan akrab. Bunda Ai benar-benar sibuk mempersiapkan acara sejak dua minggu lalu, dan aku baru melihat dengan mata kepalaku bahwa Bunda sangat detil dalam mempersiapkan sesuatu. Hasilnya? Luar biasa, semua berjalan seperti yang Adya mau.

Mami, Angga, Vita datang bersama tiga puluh menit sebelum acara dimulai. Sedangkan Hadi sudah menginap dari semalam. Vita tak pernah mau berjauhan dengan Angga, mungkin karena sebagian keluarga besar tahu tentang ceritaku dan Angga sehingga tak seorang Budhe atau Bulik pun yang mengajak dia bicara, dia hanya berpindah dari mendekati Mami, lalu Angga, begitu seterusnya.

"Nadiaaaa... Main sama Kakak Alma dulu ya sebentar, Mama ambil makanan dulu, oke?" Ujarku pada Nadia yang asyik berlarian ke sana kemari dengan anak lainnya. Alma adalah cucu dari Budhe Kartini, Kakak Mami, yang sudah kelas lima SD.

"Kokeeh Mamaaa"

Aku pun berjalan menghampiri meja bufet, hingga sebuah tepukan kecil mengagetkanku.

"Eh, Bulik Tari" aku mencium tangannya "Maaf tadi pas Bulik datang Rani sedang di belakang, masih siapin kue. Pas mau ketemu Bulik eh, acara sudah mulai."

"Gak apa-apa, Cah Ayu.. Kamu apa kabar? Lepas dari Angga tambah cantik ya kamu, hehehe. Maaf lho, Bulik baru dengar cerita ternyata kamu sudah pisah sama Angga setelah Maminya Angga cerita sekarang punya mantu dokter."

Aku hanya tersenyum, pahit. Mami begitu bangga pada Vita, sehingga dia langsung menceritakan soal Vita pada keluarga. Sedang aku? Dulu tak pernah sekalipun dianggap.

"Dia memang menyalahkan kamu tentang perceraian kalian, katanya kamu begini lah...begitu lah.. Tapi ya banyak yang gak percaya sih, wong kamunya juga gak kelihatan seperti itu."tambah Bulik Tari.

"Terimakasih, Bulik. Terimakasih karena percaya sama Rani."

"Ya percaya lah Nduuuk.. Lha wong kita semua ngerti sifat Maminya Angga kayak apa, lagian ya, Hadi cerita kok tentang semuanya, ya sebagai perempuan ya kami bela kamu lah!"ujar seorang wanita berkebaya merah, Budhe Kartini.

"Terimakasih, Budhe."

"Tapi salut lho Budhe, itu si Nadia tumbuh cepat besar, pinter lagi, tadi main sama Alma aduuuh lucunyaaa"

"Kayak Angga ya Budhe" celetuk pemilik suara yang tak mau lagi sebenarnya aku dengar, Angga.

"Ealaaah.. Ndak, lah!! Mirip Mamanya, jangan sampai kayak Papanya." Kata Budhe.

"Lho, emang kenapa kalau mirip Angga? Angga kan cakep Budhe, hehehe."

"Cakep tapi kalau tega sama keluarga, ninggalin anak, pisah, ya gak cakep lagi, Ngga!!!" Sambar Bulik.

"Lho, kan Angga gak mau cerai, Nadia pisah sama Angga karena Rani minta cerai, Bulik. Angga sih gak mau pisah."

"Heh, bocah gendheng!!! Mbo' ya mikir, kamu sudah menyakiti Rani, ya wajar Rani minta pisah, lho! Untung cuma minta pisah, kalau Budhe jadi Rani, haduuuh wes modhar koe, Nggaaa!!!"ujar Budhe sambil memukul lengan Angga.

"Iya, lagipula, pisah sama Rani kok ya malah sama perempuan kayak gitu, aduuuh kamu tuh ya Ngga," tambah Bulik.

"Tapi Vita dokter Budhe...Bulik.. Rani kan cuma Ibu rumah tangga" ujarku

"Raurus!! Itu kan cuma gelar aja, yang penting kan bisa ngurus anak bener, lagian sekarang juga usaha bakery mu lancar jaya, tho Ran? Ya enak gitu, kerja punya usaha sendiri.. Dadi bos! Bisa buka lapangan kerja!"

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh teriakan Alma..

"TANTE RANIIIIII.... NADIAAAA TANTEEEE....TANTEEEE....NADIA SESAK NAFAS TANTEEEEEE...."

Aku bergegas berlari mendekati Nadia yang terkulai lemas dan kesulitan bernafas, digenggamannya kulihat ada, kacang tanah. Oh, tidak!!!!

ForgivenWhere stories live. Discover now