Chapter 4

10.9K 779 27
                                    

Aku terbangun dari tidurku saat telepon genggamku bergetar. Ya, aku takut Nadia terbangun jika dia mendengar nada dering teleponku.

"Buka pintu, Ran."

Lalu sambungan telepon dimatikan tanpa aku sempat berkata apa-apa. Aku melirik jam dinding sepintas, sudah jam setengah dua belas rupanya, pantas saja aku ketiduran. Aku bergegas membuka pintu rumahku, sebenarnya heran juga mengapa Mas Angga sampai minta dibukakan pintu padahal dia kan punya kunci duplikat rumah kami.

"Lama banget sih buka pintunya!" Semprotnya ketika pintu aku buka.

"Mas sudah lama di luar? Maaf Mas aku ketiduran" ujarku sambil mencium punggung tangannya.

"Aku udah lima menit di luar aku ketok-ketok kamu gak bukain juga".

Ya ampun, Maaaaasss. Lima menit kamu bilang lama, ujarku membatin.

"Iya maaf ya Mas, aku benar-benar ketiduran bukan sengaja mau bikin Mas nunggu lama. Lagian biasanya juga Mas pakai kunci duplikat."

"Jangan dibiasain tidur kalau suami belum pulang! Suami pulang tuh maunya disambut, ini malah dibiarin nunggu!"

Ini Mas Angga kenapa sih? Kok ketus banget? Biasanya juga gak segininya kalau aku ada salah. Lagipula aku kan cuma ketiduran karena sudah hampir tengah malam.

"Iya, Mas. Aku kira Mas gak pulang semalam ini. Aku tadi ngantuk banget, Mas."

"Aku tadi nganterin Mami seharian muter-muter belanja. Banyak banget toko yang didatengin. Jam sepuluh baru sampai rumah Vita karena Vita sama Mamanya gak bawa mobil jadi aku nganterin dulu, gak tega kalau mereka naik taksi. Untung jalanan gak macet jadi jam sebelas udah sampai rumah Mami."

"Kamu pasti bosen banget ya nemenin Ibu-Ibu belanja. Hehehe"

"Gak kok. Kan ada Vita, jadi ngobrol aja sama dia, malah ikutan milih-milih akunya. Dia masih seru kalau diajak ngobrol, gak ngebosenin. Dan dia gak protes walaupun Mami sama Mama belanja kayak orang kalap."

"Mungkin karena selera mereka sama, jadi dia juga senang."

"Maksud kamu selera Vita selera Ibu-Ibu? Raaan.. Ran... Dia stylish  banget begitu, ya gak mungkin lah seleranya sama kayak Mami. Emang dia anak yang nurut aja makanya dia gak pernah protes, pantas aja Mami masih ngarepin dia jadi menantunya."

Dheeeggg. Rasanya jantungku mencelos mendengar suamiku memuji wanita lain dihadapanku. Sungguh perasaan aku tak karuan rasanya. Dadaku terasa sesak menahan rasa cemburu yang serasa ingin menyeruak keluar dari tubuhku.

"Menantu? Mami mau jodohin Vita sama adikmu?"

"Ya enggak. Sama aku."

"Tapi kan...."

"Iya aku udah nikah. Makanya aku bilang ke Mami, jangan terlalu dipaksakan, kalau kamu gak setuju kan aku juga gak bisa apa-apa karena KUA gak mungkin mau menikahkan kami." Potongnya cepat.

"Ma..Maksudnya?? Kamu sebenarnya mau menikah dengan Vita??"

"Masih aku pikirin, Ran. Belum final kalau aku mau. Lagian kan aku suami, kepala keluarga, istri harus nurut kalau aku ada keinginan. Tapi gak perlu dibahas sekarang."

"Tapi, Maaas..."

"Cukup, Ran!! Aku mau tidur sekarang, besok pagi aku harus jemput Vita dulu, dia ada dinas pagi tapi mobilnya mau dipakai sama Mamanya, jadi aku mau antar dia. Oh, iya, aku tidur di kamar tamu aja deh.. Aku gak mau keganggu kalau nanti Nadia bangun. I really need a good sleep after having a really good day! Sampai ketemu nanti pagi ya!"

Angga melangkah begitu saja meninggalkanku yang masih terduduk lemas di sofa ruang tamu kami. Asing. Rasanya begitu asing. Rasanya seperti bukan Mas Angga yang aku nikahi. Pertemuan dengan Vita hari ini benar-benar membuat Mas Angga seperti orang lain. Apakah benar ini awal dari kehancuran keluarga kami? Tuhan.. Tolong aku.

ForgivenWhere stories live. Discover now