33

41K 3.4K 112
                                    

Adakah yang nunggu? 🤭

---------------------------

Tubuh Xavier mendadak kaku setelah ia mendapat telepon dari tim keamanannya. Dia hendak memberi instruksi pada anak buahnya namun harus menahan diri saat menyadari sang istri masih di sampingnya. Dan tidak jauh dari mereka ada mertua serta iparnya yang asyik berbincang.

"Halo? Ah, sebentar. Aku tidak bisa mendengar karena suara sangat bising." Xavier menjauhkan ponsel dari telinga lalu menoleh pada Sintha yang menatapnya penasaran. "Aku keluar sebentar untuk menerima telepon."

Sintha hanya mengangguk karena sepertinya telepon itu sangat penting.

Begitu mendapat persetujuan sang istri, dia menoleh pada orang-orang yang tadi berbincang dengannya lalu pamit. Segera ia keluar dari ruang pesta yang berada di lantai dua lalu kembali mendekatkan ponsel ke telinga.

"Kau masih di sana, John?"

"Iya, Pak."

"Apa kau sudah menelepon ambulan?" tanya Xavier sambil menuruni tangga. Kini tongkatnya hanya ia pegang karena itu menghambat langkahnya. Dia sudah tidak memperhatikan kakinya yang sedikit kram.

Memang Xavier sudah bisa berjalan normal lagi. Tapi terkadang kram dan kaku itu datang. Terutama saat ia kelelahan. Dan beberapa hari terakhir cukup melelahkan karena Xavier harus mengurus banyak hal demi kelancaran pesta.

"Tidak, Pak. Kami menggunakan mobil untuk segera membawa korban ke rumah sakit."

"Kerja bagus. Bagaimana keadaan Dennis?" Xavier tidak perlu menjelaskan secara detail karena anak buahnya tahu siapa Dennis.

"Dia tampak syok. Tapi kami sudah mengamankannya."

"Ah, sepertinya dia menyesali perbuatannya." Setidaknya Dennis masih cukup punya hati hingga bisa merasa menyesal.

"Bukan, Pak. Dia terlihat syok menyaksikan wanita yang bersamanya muntah darah lalu jatuh pingsan bersamaan dengan pemuda yang tertembak."

DEG.

Gerakan Xavier terhenti selama satu detik lalu kembali melangkah dengan lebih cepat. "Apa Aira juga tertembak?"

"Saya yakin tidak. Kami juga tidak mengerti."

"Lalu di mana Aira sekarang?"

"Sudah dalam perjalanan ke rumah sakit bersama korban."

Xavier mengucap syukur karena anak buahnya sangat sigap. "Kalau begitu segera hubungi kantor polisi. Aku tutup teleponnya sekarang." Xavier segera memutuskan sambungan telepon karena ia sudah mencapai lobby.

Dalam sekejap dia sudah berada di halaman di mana insiden terjadi. John, kepala tim keamanan Xavier segera mendekat.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Xavier sambil melihat Dennis yang terduduk dengan kedua tangan diborgol.

"Sudah seperti ini sejak tadi."

Xavier berjongkok di depan Dennis yang sedang tertunduk. "Apa yang sebenarnya kau pikirkan, Dennis? Kenapa kau melakukan ini? Apa kau tidak memikirkan perasaan keluargamu?"

Tidak ada sahutan dari Dennis. Lelaki itu bahkan tidak bergerak hingga Xavier berpikir dia tertidur.

"Dennis, kau dengar aku atau tidak?" tanya Xavier masih dengan nada tenangnya.

Perlahan kepala Dennis terangkat. Matanya merah saat membalas tatapan tajam Xavier. "Memangnya apa yang kau harapkan? Jawaban atas pertanyaanmu?"

"Aku saja kecewa padamu, Dennis. Entah bagaimana hancurnya hati keluargamu jika insiden ini sampai ke telinga mereka."

In His Arm (TAMAT)Where stories live. Discover now