20a

40.7K 3.6K 93
                                    

Karena Dariel mengganggunya, Aira tidak sempat menyelesaikan pekerjaan dapur. Kini pemuda itu tetap tidak membiarkannya pergi. Padahal seharian ini mereka sudah menghabiskan waktu berdua. Dari menonton film sambil menikmati kue buatan Aira, bermain catur-yang langsung membuat Dariel bosan karena Aira selalu kalah hanya kurang dari lima langkah-dan bermain play station.

Setelah itu Dariel berkata bahwa dirinya lelah dan ingin istirahat. Aira pikir hanya akan menemani Dariel sampai pemuda itu terlelap. Tapi ternyata dia tetap tidak bisa meninggalkan Dariel karena pemuda itu memeluknya seperti guling.

Aira sudah nyaris terlelap juga saat ia mendengar suara ketukan. Suaranya samar tapi Aira yakin bahwa itu memang ketukan di pintu depan. Mungkin karena rumah ini lebih seperti studio sekaligus galeri bagi Dariel. Jadi pemuda itu sengaja tidak memasang bel agar tidak ada yang mengganggunya ketika sedang melukis.

Perlahan Aira melepaskan diri dari belitan lengan dan kaki Dariel. Cukup sulit karena saat lengan atau kakinya dipindah, Dariel akan memeluk Aira lebih erat dalam keadaan masih terlelap.

Setelah beberapa saat dan suara ketukan semakin keras dengan tempo yang kian cepat, akhirnya Aira berhasil membebaskan diri. Aira sudah melangkah ke pintu depan dan hendak membuka pintu, tapi mendadak ada sesuatu yang mengganggu hatinya. Entah apa itu. Semacam perasaan bahwa Aira tidak bisa lagi berjumpa Dariel jika ia keluar dari kamar Dariel sekarang.

Aira berbalik menatap Dariel yang masih terlelap dengan posisi miring. Ingin rasanya ia kembali ke dalam rengkuhan lengan pemuda itu. Tapi tidak, cepat atau lambat Aira memang harus pergi.

Aira menghela nafas dan menguatkan diri untuk membuka pintu. Kemudian ia bergegas menuju pintu depan untuk melihat siapa kali ini yang datang.

Mata biru cerah yang menatapnya bagai elang di pintu depan membuat Aira kaget. Ya, begitu membuka pintu, hal pertama yang dilihatnya adalah mata milik Dennis Anthony. Mata-yang sejujurnya-terasa familiar.

Baru setelah beberapa saat, perhatian Aira beralih pada gadis di samping Dennis. Aira ingat betul siapa gadis itu. Dia adalah Mona, putri pemilik rumah kontrakan yang juga ikut belajar bersama Dariel.

"Pak Dennis. Kenapa Anda bisa ada di sini?" itu pertanyaan refleks. Buru-buru Aira mengubah kalimatnya. "Maaf, Pak. Saya bersikap tidak sopan. Mari, silakan masuk."

"Tidak perlu." Nada suara Dennis terdengar datar. "Aku datang untuk mengajakmu pergi sekarang."

"Sekarang? Bukankah saya masih memiliki waktu beberapa hari lagi?"

Mata Dennis berkilat marah. Seandainya Aira lelaki, pasti Dennis tidak perlu menahan kemarahan karena dia bisa melampiaskannya dengan menghajar Aira. Tapi sayang orang di hadapannya adalah wanita. Dan kebetulan merupakan wanita yang dicintainya.

"Kau masih berani mempertanyakan hakmu setelah kau menyerahkan diri padaku?" geram Dennis.

Kata 'menyerahkan diri' terdengar seperti pelacur yang menjual diri bagi orang yang tidak tahu permasalahan mereka. Sama seperti Mona yang kini terbelalak kaget. Tapi Aira tidak ambil pusing pendapat orang. Yang ia khawatirkan sekarang jika Dariel bangun dan mendapati Dennis di depan rumahnya. Pasti akan terjadi kehebohan karena Dennis juga terlihat marah.

"Maafkan, saya Pak. Beri saya waktu untuk membereskan barang-barang saya."

"Lima menit." Geram Dennis.

"Tunggu, apa Dariel ada di dalam?" Mona tiba-tiba bertanya.

Pertanyaan Mona membuat darah Dennis makin mendidih. Dia tidak sanggup membayangkan apa yang dilakukan Aira dan bocah bernama Dariel itu berduaan dalam rumah.

In His Arm (TAMAT)Where stories live. Discover now