Twenty Third

99 19 5
                                    

J.hs

---

"I’ll cry for you and you will laugh for both of us, okay?"

---

Aku selalu bingung bagaimana cara Jung Hoseok mempertahankan senyum sumringahnya selama 24/7.

Ia tak segan melempar senyum pada siapapun. Siapapun.

Pernah suatu hari aku mendapati pria itu dipukuli oleh sekumpulan genk sok sokan di SMA ku dulu, namun dengan tampang bodohnya, ia malah tersenyum secerah mentari.

Rasa rasanya aku ingin memukul wajahnya saat itu juga.

Sungguh menyebalkan.

Dan dia lebih menyebalkan karena telah memenjarakan namanya dalam hatiku.

Ya, aku menyayanginya. Dan kami sudah menjalin hubungan setahun belakangan.

Awalnya, semua terasa indah. Persis seperti saat pertama kau merasakan mabuk kepayang karena cinta.

Pria itu selalu melempar senyumnya ketika kami bertemu, melakukan lelucon garing yang bahkan membuatku tersenyum geli.

Namun, saat satu fakta terkuak di antara kami, tentang bagaimana seorang Jung Hoseok, pemuda secerah mentari yang ternyata merupakan pengidap self-harm, aku dirundung getir.

Kilas balik tiap senyumnya menyadarkanku bahwa itu... palsu.

Tak ada kerut di matanya ketika tersenyum lebar, tak ada kerlip elok di netranya ketika kurva itu muncul.

Semua hanya topeng.

Bahkan, senyum yang selalu ia berikan padaku.

Rasa sesak menghantam dada kala itu.

Kami bertemu, dengan aku yang meminta. Segera ku ceritakan bagaimana aku bisa tahu ia adalah penderita self-harm.

Pria itu tampak biasa saja.

Dan tanpa sadar, aku menamparnya begitu keras.

Ia hanya diam. Memandangku dengan sorot mata datar.

"Aku tak masalah jika selama ini kau hanya berpura pura bahagia, Jung."

"Tapi, fakta bahwa kau juga berpura pura bahagia di depanku, di dalam hubungan kita, membuatku geram."

"Pernahkah kau mencintaiku?"

Aku memandang iris itu dalam. Sedikit, sedikit saja, berharap bahwa pemuda dengan julukan J-hope itu akan menjawab iya.

"Tidak."

"Tidak pernah sehari dalam hidupku aku mencintaimu."

Aku tertegun, tertawa getir sambil melempar tatapan yang kurasa benar benar menyedihkan ke arah Hoseok.

"Hei, Jung. I'll cry for you and you will laugh for both of us, okay?"

Tetes bening itu perlahan mengalir melewati pipi.

Aku tergugu dalam tangis, memandang sendu ke arah entitas itu.

Dia, Jung Hoseok, hanya berdiri di depanku sambil memandangku kosong.

Tak ada senyuman secerah mentari lagi.

Tak ada kata kata manis dari bibir yang pucat itu.

Kami telah usai pada detik itu.

Dan aku berharap bahwa aku tak mengetahui fakta menyakitkan ini.

Karena sejujurnya aku tak berharap untuk pergi.[]

25 รtѳʀiɛร iɳ ɗiԲԲɛʀɛɳt wɑyร. [ ɓtร ]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang