MIMPI APA INI? DAN KENAPA HARUS DIA

953 90 4
                                    

"Hah?"

"Iya Ra! Gue aja nggak tau kenapa mama sama papa jodoh-jodohin gue, dan katanya rencana ini udah dari lama. Bayangkan!"

Aku menggeleng tak percaya, apakah ini betulan? Nara akan bertunangan akhir pekan ini. Rasanya terlalu cepat dan aku sedikit tidak percaya, "Terus kamu gimana?"

"Yang jelas gue belum siap nikah, bantu cari cara dong Ra."

"Hmm, kamu beneran belum tau siapa calonmu itu?" Nara menggeleng putus asa, sedangkan aku Kembali menghembuskan nafas kasar.

"Sumpah demi tuhan Ra, gue malah berfikiran kalo calon gue cowok yang pasrah-pasrah aja sama hidup."

"Maksudnya gimana tuh? Pasrah-pasrah aja sama hidup?"

"Ya, lo tau kan ini kita gue sama cowok yang nggak tau Namanya itu di jodohkan. Dan dia nggak ada penolakan sama sekali, lo liat deh kalo emang dia menolak kan otomatis dia minimal ngajak gue ketemu? Kalo gini kan kesannya dia pasrah aja gitu di jodohin sama orang tuanya."

"Logis sih," aku mengangguk, "Menurutku kok cowok calonmu itu, udah kenal sama kamu dan menganggap kamu baik plus berpotensi jadi istrinya ya?"

"Nah, bener banget. Gue berfikiran kalo cowok ini tuh ada gitu di sekitaran kita, ntah dia beneran kenal gue atau emang dia stalking kehidupan gue."

Aku Kembali mengangguk, "Kita jebak aja gimana?"

"Hah? Yang bener aja lo!"

"Ya beneran, kita masih ada waktu seminggu dari sekarang. Mulai dari pagi sampai kita tidur lagi, jadi besok pagi kita lihat siapa orang yang sering muncul nyamperin kamu. Terus besok aku bakalan jaga jarak sama kamu, biar bisa ngawasin aja gitu."

"Wah boleh tuh Ra, thank you Ra."

"Kek sama siapa aja, pake makasih segala."

***

Paginya kami, maksudku Nara dan aku melancarkan aksi. Yups aksi dari rencanaku semalam itu. Bahkan aku mengajak Rura ikut bergabung. Aku masih mengamati Nara yang masih asik mengunyah mendoan di meja yang terletak di tengah-tengah kantin ini.

"Ra, lihat tuh." Aku yang duduk berjejer dengan Rura dapat melihat dengan jelas kalau di belakang Nara ada cowok.

"Yakin dia Ru?"

"Gue belum yakin, tapi kita lihat aja."

"Anjir. Aku kenal Ru sama cowok itu, tapi masa sih?" tanyaku lebih ke diri sendiri.

"Kenxe, Kenxe Waisya Broto Kusumo."

"Sumpah Ru, kalo beneran dia sedih banget aku."

Rura tersenyum, "Yakin nggak yakin, soalnya di belakangnya masih ada cowok lagi."

"Laris banget temenku itu," Rura melihat ke arahku dan tertawa.

"Itu, jurusan Hubungan Internasional Ra. Marlette Diosy."

"Tajir tuh keliatannya Ru," ucapku.

"Iya, keluarganya punya perusahaan tambang di Kalimantan." Aku melihat ke arah Rura.

"Kok kamu tau banget Ru?"

"Ya buat gue yang rajin ikut kegiatan kampus, kenapa nggak?" ucapnya sombong, aku tertawa menimpali.

"Anjir, Nara di samperin sama Marle,"

"Lo coba lihat ekspresi Kenxe, kaya nggak terima gitukan?"

"Hooh, fix ini sih cinta segitiga. Eh kemarin Ru, masa Kenxe nembak aku dan sekarang dia ngejar-ngejar Nara."

"Buaya tuh hati-hati, tapi kok gue yakin calonnya Nara Marle ya?"

"Bisa aja sih, Kamu ikut ke Café aja yuk?" tiba-tiba suasana hatiku buruk, dasar buaya darat. Masa habis nembak sekarang ngejar-ngejar Nara.

"Boleh, chat Nara dulu sana."

***

Ketika perjalanan menuju café orang itu, maksudku Marle dan Kenxe tetap mengikuti mobil Rura. Nara yang sedikit panik, ya sedikit panik dan geer tentunya karena dia merasa Marle adalah cowok dengan kriteria yang ia inginkan. Namun aku masih tak habis fikir dengan Kenxe, cowok buaya itu apa sih? Kenapa harus deketin aku kalo emang tujuan dia Nara.

"Kenapa lo?" Rura memecah lamunanku.

"Nggak, nggak kenapa-kenapa."

"Mobil belakang itu mobil Marle kan?"

"Iya yang itu mobil Marle, tapi satunya mirip mobil Ken," jawab Nara.

"Nggak Cuma mirip tapi emang iya," ujarku sewot. Aku ini kenapa sih?

"Kok lo sewot gitu Ra? Kan Nara Cuma tanya?"

"Yaa kan aku Cuma jawab," ucapku. Rura geleng-geleng kepala.

Seminggu setelah mengintai orang yang di duga calon, Cinara alias Nara akhirnya kami menyimpulkan bahwa calon Nara kalo nggak Marle ya Kenxe. Hari ini adalah hari pertemuan keluarga sekaligus pertunangan Nara. Acara ini di buat secara tertutup dan di hadiri keluarga serta kerabat terdekat.

Nara sangat bahagia, dan berharap kalau calonnya benar-benar Marle. Tapi aku tak ambil pusing, aku hanya berdoa semoga Nara setelah ini semakin Bahagia. Rura datang menjemputku untuk menghadiri acara ini, aku sengaja memintanya menemaniku. Aku benar-benar tak sanggup mengetahui kenyataan jika Kenxe benar-benar calon Nara dan selama ini aku di dekati, karena ia ingin lebih dekat dengan Nara.

Acara akan di langsungkan lima belas menit lagi, keluarga Nara mulai berdatangan. Aku dan Rura duduk di kursi paling ujung.

"Menurut lo, Nara deg degan nggak?" tanyanya memecah kesunyian.

"Wajarnya sih iya."

"Kok lo nggak semangat dan terlihat Bahagia?"

"Perasaanmu aja kali, Ru."

"Gue kenal lo, udah lama. Jadi tanpa lo ngomong, gue udah tau jawabannya."

Keluarga calon tunangan Nara sudah mulai duduk di kursi yang telah di sediakan, begitu juga dengan keluarga Nara. MC memulai acara, dengan sambutan-sambutan yang cukup meriah. Aku masih terduduk lesu. Hingga, Kenxe masuk di dampingi Ayang. Aku ingin segera pergi dari sini. 

INDECISIVE (Revisi)Where stories live. Discover now