delapan

4K 592 372
                                    

Anindya

Waktu kecil, papaku pernah bercerita tentang bagaimana rasanya mendapatkan apa yang sudah lama kita mimpikan. Kalau kepengin tahu kenapa aku bisa sekeras ini dalam mengejar karir dan mempertahankannya sampai mati-matian. Itu karena aku mencontoh papaku sendiri. Dia lah orang sukses pertama yang membuatku merasa harus seperti papa. Sukses, mapan dan tidak bergantung ke orang lain itu ajaran yang aku petik dari beliau.

"Nanti kalau Anindya sudah besar. Anindya harus pintar dan kuat, papa percaya pasti kamu bisa jauh lebih sukses dari papa. Kamu bisa dapetin apa yang kamu mau lebih dari apa yang papa kasih ke kamu sekarang. Janji sama papa ya dek. Harus bikin papa, mama, sama abang bangga."

Sekarang ini, aku entah sudah bikin papa dan keluargaku bangga atau belum. Yang aku tahu saat ini cuma aku sudah mendapatkan apa yang aku impikan sejak dulu, waktu masih jadi Anindya si cilik yang sangat keras kepala dan nggak gampang menyerah. Aku sudah jadi seorang konsultan desain interior yang hasilnya–menurut para klienku– sudah bisa disejajarkan sama mereka yang berkecimpung di dunia desain lebih dulu. Maaf kalau pernyataanku yang selanjutnya akan terlihat sombong, but I need to give myself enough credits anyway? Dan sekalian untuk memberi tahu kalau di dunia ini nggak ada yang nggak mungkin untuk didapatkan. Sekalipun kamu seorang perempuan. Well duh, Anindya lo ini dapat pengakuan sebagai designer termuda dari Asia yang berhasil menaklukan tantangan pembangunan sebuah kantor majalah ternama di London satu tahun yang lalu.

"Come on babe, lo harus banget terima tawaran ini. Lo tau nggak sih, udah berapa lama lo nggak turun langsung ke project gede begini? Sayang dong sama prestasi lo yang cemerlang itu. Masa mau lama istirahat terus keenakan ngambil kerja domestik terus?"

Satrio ini bawel. Nggak ada satu hari pun dia nggak menganggu waktu santaiku menikmati kudapan manis di coffe shop atau bahkan dengan brutalnya datang ke ruangan untuk memaksa aku terima proyek berharga yang akhirnya dia dapat dari bursa beberapa waktu yang lalu. Memang sih, proyek ini bukan sembarang proyek ecek-ecek pembangunan hotel di Bali, atau di Lombok. Ini lebih dari itu. Yang membuat jauh lebih berharga untuk seorang Satrio dan bahkan kantorku adalah si perusahaan yang punya proyek ini sudah nggak perlu diragukan lagi namanya di dunia desain. Banyak arsitek ternama yang bekerja dibawah nama perusahaan tersebut. Fakta inilah yang menggiurkan untuk kantor desain di Indonesia. Sekalinya dapat kerjasama, maka nama perusahaan akan naik ke derajat yang lebih tinggi dan sudah pasti nggak akan diragukan lagi.

And here comes Satrio dengan cerita keringat bercucurannya sampai rela melewatkan waktu tidur dan makan hanya untuk sebuah presentasi yang dia bilang sangat edan, dan persaingan yang cukup ketat dengan perusahaan jasa yang lain, untuk sebuah kerjasama bergengsi sama perusahaan bule New York ini.

"Lo kenapa sih, Yo, harus gue gitu yang ambil project ini? Masih ada yang lain tuh yang kerjaannya lagi dikit. Gue kan lagi nanganin proyek di Bandung, lo lupa?"

"Nggak, gue inget. Tapi proyek itu bisa lo switch ke orang. Gue deh yang tanggung jawab. Sekalian gue yang bilang sama pak Kris kalo lo setuju."

Aku berkali-kali mengurut keningku. Pusing berlama-lama mendengarkan rentetan penjelasan Satrio tentang proyek yang tidak sama sekali membuatku tertarik itu. Iya, kalau harus menuruti dan mendengarkan kata hati, ada sesuatu tentang 'New York' yang sebisa apapun aku hindari.

Aku tahu ini bodoh dan terkesan kekanak-kanakan, tapi aku takut segala kemungkinan yang bisa saja terjadi dari situ. Aku juga tahu kalau New York itu nggak kecil dan perusahaan berbidangkan arsitektur pun nggak cuma satu. Tapi semua itu nggak menutup kemungkinan kalau tempat Arsen bernaunglah yang datang dan menggagas megaproyek di Indonesia, kan?

wonderwallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang