enam

4.6K 568 212
                                    

Anindya

Entah harus aku mulai darimana ceritaku kali ini. Dari tadi siang waktu Satrio dengan mulut embernya itu menceritakan project baru yang akan di gelar di bursa sebentar lagi. Atau dari bagian aku yang lagi-lagi meratapi sedihnya putus cinta padahal hello, Anindya, ini sudah bulan kedelapan. Seharusnya nggak ada lagi nangis-nangisan.

Sebagian orang mungkin bisa lihat aku sebagai perempuan yang angkuh, kuat, dan sejak delapan bulan yang lalu aku jadi sedikit heartless? Atau apa ya istilah yang pas untuk diberikan ke seorang perempuan yang jadi kebas perasaannya dan menutup diri dari segala kemungkinan untuk menjalin cerita cinta lagi. Pokoknya, itu aku sekarang ini.

"Mbak Anin, lo tau nggak sih, ada anak magang disini yang sampe takut sama lo. Gara-gara pembawaan lo yang dingin begini. Tapi untungnya lo nggak ketus ya, cuman ya dingin. Kayak ada batas antara lo sama orang gitu." Rekan kerjaku pernah membuat pernyataan seperti ini beberapa waktu yang lalu. Dan aku sadar mungkin aku memang berubah sejak delapan bulan yang lalu. Mereka yang kenal aku lebih awal, pasti tahu seperti apa Anindya ini sebelum disiksa patah hati dan akhirnya memilih untuk berlagak seperti tidak punya hati.

Kalau bicara tentang yang dulu-dulu, ceritanya pasti sangat manis dan nggak jarang membuat beberapa orang sirik dan ingin punya cerita yang sama. Tsk, iya siapa juga yang nggak mau punya kisah cinta yang nearly perfect and definitely the perfect boyfriend named Arsen Daniswara, sih? Laki-laki yang dengan diamnya saja mampu membuat banyak wanita tiba-tiba jatuh cinta dan parahnya mungkin minta dinikahi.

Aku pernah mengalami hal lucu itu. Dulu pastinya, waktu aku dan dia masih sama-sama. Well, babe, I think it's okay to have some major throwback, besok aku pasti lupa, all thanks to this lovely Bordeaux. You got me controlled under your warmth on me, buddy. Kalau disini ada Arsen, oops, his name again, pasti dia sudah marah-marah.

"Anindya, nggak boleh terlalu banyak minum–" Omelan Arsen ini nggak pernah berhasil dia selesaikan, sampai akhir kami masih bersamapun, hanya sampai situ. Nggak boleh terlalu banyak minum, selesai. Karena kata-kata yang akan muncul setelahnya sudah melebur bersama ciuman yang sengaja aku berikan supaya dia nggak banyak ngomel.

"Dang, girl, will you please just listen to what i need to say?"

"A waste of time." Aku adalah Anindya yang keberaniannya meningkat drastis ketika ada dibawah pengaruh wine. Jadi ya, jangan aneh kalau aku tiba-tiba mengoceh sesuatu yang nggak mungkin diucapkan perempuan waras lain. "Just kiss me already? Or you want me to kiss you?"

"You choose, sayang. But please, please just listen okay? Minum gini nggak baik buat kamu. Oke kamu boleh, tapi jangan terlalu banyak. Deal? Kalo aku nggak ada, sebisa mungkin jangan minum ya?"

Ya, ya Arsen. Anggap saja waktu itu aku penurut dan sekarang aku pembangkang. Dan salah siapa juga sampai aku kembali lagi minum this precious Bordeaux? Obviously you, sayang. Its you. Pertama, karena kamu meninggalkan aku. Kedua, karena kamu meninggalkan kiriman pesanan wine ini. Baby, the sender told me you bought this for us to celebrate the anniversary. Dimana kamu sekarang, Arsen? Sudah bahagia hidup kamu tanpa aku? Semoga begitu, supaya kamu nggak perlu repot-repot merasakan apa yang jadi siksaanku disini. Bangun tanpa kamu, pergi tanpa kamu dan hell Arsen, this apartment feels so empty without you too? Padahal, ini tempat tinggalku, bukan kamu, apalagi kita.

Dulu, di malam begini, biasanya kamu akan menghabiskan waktu duduk di sofa sana. Bertumpang kaki ke atas meja, atau kadang duduk bersila di lantai. Lalu kamu menggambar, menyelesaikan pekerjaan, atau bahkan karena nggak ada kerjaan. Kamu pasti menyalakan tivi, bukan untuk ditonton, tapi didengar saja. Nanti sesekali kamu menanggapi apa yang dibicarakan si acara disana. Kamu kadang tertawa, atau tiba-tiba membahas sesuatu yang serius sambil menoleh kearahku yang membaca buku disisi lain.

wonderwallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang