prologue, dua

5.9K 723 148
                                    

Anindya

Sebagai seseorang yang menggeluti dunia desain dari dulu, aku sudah terlalu sering dapat jokes jayus yang berbunyi: "jadi anak desain enak ya, bisa merancang dulu sebelum praktek, jadi goalsnya dapet." Aku cuma bisa menautkan alis setelahnya, dan diam-diam mencibir di dalam hati.

Anak desain mungkin kerjaannya memang merancang, tapi lihat dulu apa yang dirancangnya. Beton, tiang, semen, cat dan denah sih kami bisa. Tapi maaf, untuk urusan masa depan, kami tidak jauh lebih jago dari anak kecil yang cita-citanya jadi dokter.

Kemarin malam aku merenung sendirian, di apartment sepulang kerja, duduk didekat jendela besar yang menyuguhkan views nya Jakarta serta warna-warni lampunya.

Dulu aku disana nunggu kamu pulang. Sekarang aku malah seringnya bertanya-tanya, apakah kamu akan pulang?

Dan iya, kemarin, selain lagi-lagi memikirkan satu kejadian tragis, aku tiba-tiba terpikirkan tentang jokes si anak desain yang bisa merancang lebih dari sekedar bangunan dan isinya, tapi juga yang lain. Masa depan misalnya, atau bagian percintaannya.

Yang bagian percintaan itu, sudah dapat dipastikan, aku nggak bisa. Haha, ya kalau bisa aku merancang cerita cintaku sendiri, sudah pasti nggak begini akhirnya. Aku pasti tidak akan dengan sangat bodohnya memilih untuk menyakiti atau disakiti siapapun termasuk merasakan pahitnya patah hati, seperti yang sudah terjadi delapan bulan terakhir ini.

Aku benci film horror atau thriller yang sekiranya bisa membuatku terjaga sampai kebesokkan harinya, karena parno takut salah satu scene sadis disana tiba-tiba terjadi ke aku. Tapi, keajaiban datang dengan berbagai macam cara. Aku sekarang justru menikmati film tersebut, menonton setiap adegannya tanpa rasa takut, dan sering mengasihani si korban di film itu.

Guys, really? Do you think running from your past is easier than running from psychos? Hell no. You can kill the bastards with guns, but memories? They haunt the fuck out of you and give you no power to fight back, apalagi pakai senjata, jatuhnya malah use the gun, kill yourself.

Okay, untuk ke sekian kalinya aku mau menertawakan diriku lagi. Look at yourself, Anindya, look at how much the heartbreak changed you into this new person you don't even know.

Aku bukan Anindya yang dulu sejak kejadian hari itu. Dan iya, patah hati itu merubah seseorang, ini aku buktinya. Anindya is no longer the bubbly girl you once knew. Aku berubah. Dan patah hatiku punya andil besar dalam perubahannya.

Iya, aku menyalahkan patah hatiku, dan jelas, juga orang yang jadi penyebabnya.

Tsk, dia lagi.

Arsen, ternyata membuang kamu jauh-jauh dari hidup aku itu nggak lantas membuat semuanya jauh lebih gampang untuk dijalani.

Aku melewati semua masanya, Sen. Masa bangun di hari pertama kamu pergi dan menyadari kalau kamu sudah nggak ada disini lagi, masanya merasa hancur –kalau yang ini mungkin sampai sekarang masih. Sampai ke masa dimana aku sadar kalau selama ini aku terlalu terikat ke kamu, dan semuanya yang ada di sekeliling aku itu justru semakin mengingatkan aku ke kamu. Bahkan apartment ini. Tempat kita menyerah dan melepas apa yang sudah kita bangun sejak lama.

Dan ini sudah bulan ke delapan. I haven't heard anything from you. Oh, I wish you were okay, Arsen, I wish you don't need to cry yourself to sleep, just like what I did for the past eight months, and it was because of you.

wonderwallWhere stories live. Discover now